Kita semua tahu bahwa hingga kini pandemi belum berhenti, dan karena itu kita mesti tetap berdoa dan harus senantiasa waspada, dengan mematuhi protokol kesehatan berupa 5 M: Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak, Menghindari kerumunan, dan Mengurangi mobilitas.
Di samping, kita mesti senantiasa menjaga kesehatan rohaninya dan jasmani, dengan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segenap larangan-Nya, mengkonsumsi asupan halal dan bergizi, rutin berolahraga, dan istirahat yang cukup. Ini semua merupakan ikhtiar yang mesti kita ambil, karena merupakan perintah syariat, yang Insya-Allah tercatat sebagai amal yang berpahala, jika kita bisa menata niat dengan baik dan benar.
Hingga saat ini, ikhtiar-ikhtiar inilah yang bisa kita lakukan sendiri-sendiri secara maksimal, bergantung pada komitmen kita, untuk menjaga diri, keluarga, dan orang-orang terdekat kita. Kita tak bisa bergantung atau mengandalkan orang atau pihak lain, apakah itu tenaga kesehatan, pemerintah, atau masyarakat umum. Ini memang problematis, tapi itulah faktanya.
Tenaga kesehatan sudah terlalu lelah, fasilitas tidak memadai, seluruh rumah sakit overload, dan pelayanan sudah pasti tidak maksimal. Banyak orang-orang terdampak yang ditampung di rumah sakit tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya, bahkan sebagian mereka terabaikan, terkurung di dalam ruangan isolasi, tak ada yang menemani dan tak ada yang mengurusi, cuma tenaga kesehatan yang datang sesekali, dengan lesu dan muka pucat pasi.
Sementara pemerintah, kita sudah tahu sendiri, kebijakan-kebijakan mereka tidak efektif. Terbukti hingga kini pandemi belum bisa diatasi, sementara negara-negara lain sudah banyak yang menyatakan merdeka dari virus ini. Tentu kita tidak mengatakan bahwa mereka tidak bekerja. Ya, mereka terus bekerja, tapi seperti apa efektivitasnya? Pemerintah sudah menghabiskan lebih dari seribu triliun, itupun dari hasil utang. Tapi ironisnya, masih ada yang tega mengorupsinya, sementara tenaga medis banyak yang belum digaji, dan hutang yang menumpuk pada sejumlah rumah sakit.
Adapun masyarakat sekitar kita, mungkin mereka sudah muak dengan semua ini. Masyarakat tampak terus bertengkar dan bersitegang dengan aparat setiap hari, gara-gara kebijakan pemerintah yang dinilai tidak populer. Akhirnya, aturan terkait pandemi tidak berjalan efektif, malah muncul gelombang unjuk rasa di berbagai daerah, yang oleh aparat dijawab dengan pembubaran paksa, karena dinilai melanggar aturan.
Akhirnya, masyarakat kini menjadi abai dengan ancaman virus ini. Mereka tampak seperti tidak peduli sama sekali. Buktinya, tradisi-tradisi keagamaan dan adat yang mengumpulkan massa terus saja berlangsung, seperti resepsi pernikahan, tahlilan kematian, nyelawat kematian, dan semacamnya. Padahal di banyak desa, tingkat kematian sudah sangat tinggi. Tapi, tampaknya semua sudah frustasi menghadapi pandemi ini.