Bersebrangan dengan kelurahan kompleks makam Sunan Ampel, tepatnya di kampung Boto Putih Jl. Pegirian No.176 Surabaya, juga terdapat destinasi religi berupa B pesarean dengan gapuro bertuliskan “Pesarean Agung Sentono Boto Putih”, yang telah resmi menjadi cagar budaya berdasarkan SK Walikota Surabaya No.188 45/215/402.104/1996. No Urut .61. Meskipun lokasinya tidak jauh dari kompleks makam Sunan Ampel, sayangnya masih banyak para peziarah dari luar kota Surabaya yang tidak tahu mengenai keberadaan makam (pesarean) tersebut. Karena itulah, kami anggap pesarean itu perlu untuk dipublikasikan di sini.
Di dalam kompleks makam Sentono Boto Putih, dapat ditemukan beberapa makam yang dianggap keramat. Misalnya, makam Habib Syekh bin Ahmad bin Abdullah Bafaqih dan Habib Muhammad bin Ahmad bin Abdullah Bafaqih beserta keluarganya, makam Kiai Honggo Wongso, makam Kyai Honggo Wijaya, makam bupati Sidoarjo I, dan komplek pemakaman bupati Surabaya I,II,III beserta punggawanya.
Setelah memasuki gerbang utama yang berada di sebelah Mushalla besar Boto Putih, para peziarah harus melanjutkan perjalanan melalui gerbang kedua bertuliskan “Kiai Ageng Berondong atau Sunan Boto Putih”. Mendengar julukan yang aneh itu, banyak orang mengira bahwa makam tersebut adalah yang paling keramat dibandingkan makam-makam yang lain. Meskipun di pintu gerbangnya tertulis “Tertua”, namun menurut data yang dikumpulkan oleh tim Sidogiri Media dari keterangan Pimpinan Pengurus Pesarean Sentono Boto Putih, Habib Abdullah bin Shadiq Al-Habsyi, makam Kiai Ageng Berondong adalah makam biasa dulunya tak begitu dikenal kemudian baru dipublikasikan dengan julukan “Berondong”.

Bafagih dan Habib Muhammad bin Ahmad bin
Abdullah Bafagih.
Baca Juga: Saksi Sejarah Kejayaan Kesultanan Banten
Mengenai makam Kiai Ageng Berondong, tak perlu dibahas panjang lebar. Sebab, tujuan utama diliputnya kompleks Pesarean Sentono Boto Putih ini adalah karena keberadaan makam dua bersaudara yaitu Habib Syekh bin Ahmad Bin Abdullah Bafagih dan Habib Muhammad bin Ahmad bin Abdullah Bafagih.
Menurut keterangan Habib Abdullah bin Shadiq Al-Habsyi, juru kunci kompleks makam tersebut, Habib Syekh lahir di Hadramaut, Yaman. Konon, beliau bersama saudaranya Habib Muhammad bin Ahmad bin Abdullah Bafaqih adalah orang pertama dari kalangan Habaib Hadramaut yang masuk ke Indonesia. Beliau pernah disepelekan oleh orang-orang di zamannya karena dalam sebuah perkumpulan, ketika gelas semua orang telah terisi dengan kopi, gelas Habib Syekh dan Habib Muhammad masih kosong dan tidak diberi jatah kopi. Sehingga, dengan izin dari Allah, cangkir yang berisi kopi itu terbang sendiri menuju arah kedua Habib tersebut. Menyaksikan karamah itu, para hadirin terperanjat heran dan kagum. Maka sejak saat itulah, Habib Syekh dan Habib Muhammad masyhur mempunyai karamah dan sering diundang untuk menyebarluaskan ajaran agama Islam di Indonesia sehingga akhirnya beliau berdua hijrah ke Indonesia, tepatnya di Boto Putih, Surabaya. Waktu itu, kawasan Boto Putih merupakan sebuah kerajaan yang dikenal dengan “Sentono Boto Putih”, yang dipimpin oleh adipati pertama Surabaya bernama Cokro Aminoto. Awalnya, Habib Syekh bersama Habib Muhammad diterima dengan baik sebagai tamu, namun akhirnya dijadikan sebagai guru agama untuk menyebarluaskan Islam.

Shafiuddin, Raja Banten ke XVII.
Dalam beberapa tahun tinggal wilayah Sentono Boto Putih, Habib Syekh dan Habib Muhammad berhasil mengislamkan banyak orang termasuk Sang Raja. Karena itulah, Habib Syekh kemudian melanjutkan petualangan dakwahnya ke Sumenep Madura. Tidak selang lama tinggal di Sumenep, sekitar satu bulan, Habib Syekh mendengar berita bahwa Kerajaan Sentono Boto Putih telah jatuh ke tangan Belanda. Karena merasa berhutang budi pada Raja Sentono Boto Putih, Habib Syekh memutuskan untuk menyelamatkan kerajaan tersebut dengan cara menebusnya dari Belanda, bukan memeranginya. Konon, Habib Syekh adalah saudagar Arab yang sangat kaya sampai-sampai beliau dijuluki “Menteri Keuangan”. Sejak saat itulah, Habib Syekh menetap di Sentono Boto Putih sampai wafat. Jadi, berdasarkan kisah ini dan keberadaan makam-makam adipati serta para punggawa kerajaan, Pesarean Sentono Boto Putih dulunya jelas merupakan sebuah kerajaan.

Bafaqih.
Baca Juga: Pelabuhan Ibadah Dan Silaturahmi Antar Warga
Pertanyaannya, kenapa yang menjadi pengurus makam Habib Syekh yang bermarga Bafaqih ini adalah keturunan Al-Habsyi? Disebutkan bahwa Habib Syekh semasa hidupnya tidak memiliki keturunan, kecuali perempuan yang dipersunting oleh Habib Alwi bin Husein bin Shadiq AlHabsyi kemudian memiliki anak Habib Muhammad, dan Habib Muhammad miliki anak Habib Ali, Habib Ali memiliki anak Habib Shadiq Al-Habsyi, sedangkan Habib Shadiq memiliki anak Habib Abdullah dan Habib Jamal yang mengurusi kompleks makam tersebut saat ini. Begitulah kisahnya.
Masih di dalam kompleks Pesarean Sentono Boto Putih, di samping makam Kiai Ageng Berondong, juga terdapat sebuah makam yang diyakini sebagai makam Sultan Banten terakhir, Sultan Banten ke 17 yaitu Sultan Shafiuddin. Beliau diturunkan dari jabatannya sebagai sultan Banten oleh Belanda dan dibuang ke Surabaya pada tahun 1832 M. Sultan yang punya nama lengkap Maulana Mohammad Shafiuddin, Raja Banten ke XVII, meninggal pada 3 Rajab 1318 H atau 11 November 1899 M. Beliau meninggal dalam pengasingan karena tindakan Belanda dan dimakamkan di kampung Pesarean Sentono Botoputih.
Ali Wafa Yasin/sidogiri