وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ  [الأنعام: 59]

“Hanya pada sisi Allah kunci-kunci perbendaharaan perkara ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Allah mengetahui segala hal yang ada di daratan dan lautan dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah maupun yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata”.

(QS. Al-An’am; 59)

Secara umum keberadaan makhluk di dunia ini terbagi dua yakni fisika dan metafisika. Hal-hal yang bersifat fisika pastilah dijangkau oleh indra kita. Berbeda dengan yang metafisika, jangankan meraba, melihat dan meneropong saja kita tidak bisa. Artinya, manusia tidak memiliki daya dan kekuatan untuk menuju ke sana, kalaupun ada, itu hanya dalam batas kulit luarnya saja, tidak sampai masuk pada isi metafisika itu sendiri. Maksud metafisika menurut penulis di sini lebih dititikberatkan kepada perkara-perkara gaib yang akan terjadi, bukan gaib yang tak kasat mata seperti malaikat, jin, dan makhluk halus lainnya.

Ayat di atas menjadi bukti jelas, bahwa hanya Allah yang sejatinya bisa mengetahui metafisika baik yang sudah terjadi maupun yang bakal muncul. Termasuk kejadian setelah penciptaan Adam, Allah sudah mengetahuinya. Dalam hal ini Allah swt berfirman:

قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ

“Maka Allah berfirman: “Tidakkah Aku katakan kepadamu bahwasanya Aku mengetahui segala rahasia langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kalian tampakkan dan kalian sembunyikan”. (QS. Al-Baqarah; 33).

Baca Juga: Sihir, Jejak Mistis Dimensi Kegelapan

Selanjutnya, kata mafâtih dalam ayat di atas yang merupakan bentuk plural dari kata maftah dan miftah dalam ayat tersebut memiliki dua makna yaitu bermakna kunci hal-hal yang gaib dan gudang yang bermuatan hal-hal gaib.

Mengacu pada makna pertama (kunci perkara gaib) maka tafsiran ayat tersebut adalah Allah mengetahui segala yang gaib. Jika mengikuti makna kedua (gudang yang bermuatan hal gaib) maka penafsirannya adalah Allah kuasa menciptakan segala hal yang mungkin, sesuai dengan firman-Nya:

وَإِن مِّن شَىْءٍ إِلا عِندَنَا خَزَآئِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُه ا إِلا بِقَدَرٍ مَّعْلُوم

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Aku-lah khazanahnya dan Aku tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu”. (QS. Al-Hijr; 21).

Perincian Mafâtihul-ghaib yang dimaksud pada ayat di atas dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Ahmad melalui jalur Abdullah bin Buraidah sebagai berikut:

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: “خمس لا يعلمهن إلا الله عز وجل إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Ada lima hal yang hanya Allah mengetahuinya. Bahwasanya pengetahuan tentang kapan terjadinya kiamat hanya ada pada Allah, Dia menurunkan hujan dan mengetahui sesuatu yang ada di rahim, dan tidak seorangpun yang mengetahui apa yang didapatnya di hari esok dan juga tidak tahu di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui dan mengawasi”. (HR Imam Ahmad).

Berbeda dengan makhluk-Nya, seperti manusia bahkan makhluk gaib pun juga tidak punya kekuatan mengetahui hal-hal yang gaib, kecuali mereka yang mendapat rekomendasi dari Allah sebagaimana para utusan seperti dilansir dalam ayat berikut:  

عالم الغيب فَلاَ يُظْهِرُ على غَيْبِهِ أَحَداً إِلاَّ مَنِ ارتضى مِن رَّسُولٍ

“Dialah Allah yang mengetahui perkara gaib. Dia tidak menampakkan perkara gaib itu kepada siapapun kecuali kepada rasul yang diridai-Nya”. (QS. Jin; 26-27).

Baca Juga: Mewaspadai Ragam Tipu Muslihat Setan

Demikian ini karena tindakan mengetahui hal-hal gaib tersebut juga sejatinya ciptaan Allah. Dengan demikian, tidak mungkin seseorang bisa mengetahui perkara gaib tanpa diberitahukan lebih dahulu oleh Allah, kendatipun sudah berupaya sekuat tenaga dengan menggunakan ilmu perdukunan, perbintangan, dan ilmu berbau klenek lainnya. Bukti ini bisa kita lihat pada ayat berikut:

قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Para malaikat berkata: “Mahasuci Engkau, tidak ada pengetahuan pada kami kecuali yang telah Engkau ajarkan pada kami. Sesungguhnya Engkau adalah Maha mengetahui dan bijaksana”. (QS. Al-Baqarah; 32).

Ayat ini juga menjadi bukti tak terbantahkan bahwa makhluk gaib pun yang tak kasat mata seperti malaikat juga tidak mampu menjangkau perkara-perkara gaib terutama yang akan terjadi.

Selain malaikat, makhluk halus lainnya seperti dedemit atau setan juga tidak bisa mengetahui perkara gaib. Terbukti mereka tidak tahu terhadap wafatnya Nabi Sulaiman as dalam keadaan beribadah bersandar pada tongkatnya di Baitul Maqdis. Andaikata mereka tahu terhadap perkara gaib yakni wafatnya Nabi Sulaiman, maka mereka tidak mungkin mau berlama-lama di situ menanggung pekerjaan yang berat, karena mereka menduga Sulaiman masih hidup. Allah swt berfirman:

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ

“Ketika Aku menetapkan kematian Sulaiman, tak ada satupun yang menunjukkan kematiannya kecuali rayap-rayap yang memakan tongkatnya. Tatkala ia tersungkur, tahulah Jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui perkara gaib niscaya mereka tidak akan tetap dalam siksaan yang menghinakan”. (QS. Saba’; 14).

Logikanya, jika makhluk sekelas malaikat dan jin yang tak kasat mata tidak bisa mengetahui perkara-perkara gaib apalagi cuma manusia, dalam tanda kutip yang belum mendapat rekomendasi dari Allah, lebih tidak bisa lagi.[]

Afifuddin/sidogiri

Spread the love