Secara etimologi sihir berarti “Sesuatu yang halus dan lembut sumbernya” (Louis Ma’lûf, al-Munjid fîl-Lughah wal-Adab wal-‘Ulûm hlm. 323). Imam al-Alûsiy dalam Rûhul-Ma’âni fî Tafsîril-Quran al-‘Azhîm was-Sab’il-Matsâniy mengatakan, “Sihir pada asalnya merupakan bentuk mashdar dari kalimat “Sahara-Yasharu” dengan memfathahkan ‘ain fi’il pada keduanya, yaitu melahirkan sesuatu yang samar dan tersembunyi, dan sihir merupakan bentuk mashdar yang menyimpang dari aturan (Syadz). Sihir dapat diartikan sesuatu yang lembut caranya dan tersembunyi sebabnya, yang dimaksud adalah sesuatu yang menyerupai hal di luar kebiasaan”

Secara terminologi, Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah menjelaskan bahwa ilmu sihir, jimat, dan mantra adalah satu ilmu tentang persediaan jiwa manusia untuk mempengaruhi alam kebendaan, baik dengan atau tanpa bantuan dari ‘langit’. Oleh karena ilmui-lmu ini ilegal dalam syariat karena mengandung bahaya, dan karena di antara syarat-syaratnya adalah menghadap selain kepada Allah, seperti bintang atau sebagainya, maka kitabkitab sihir telah lenyap di kalangan manusia kecuali yang terdapat dalam kitab-kitab bangsa-bangsa dahulu termasuk yang ada sebelum Nabi Musa seperti bangsa Qibti dan Caldea. (al-Muqaddimah, jilid III hal. 108)

Ibnu Qudâmah dalam al-Mughnîy menyebutkan bahwa sihir adalah simpulan-simpulan tali, jimat-jimat, dan jampi-jampi yang dibaca atau ditulis, atau tindakan tertentu yang dapat berpengaruh pada badan, hati, atau akal orang yang disihir tanpa ada kontak fisik. Dampak dari sihir adakalanya bisa membunuh, mendatangkan rasa sakit, memisahkan seseorang dengan pasangannya, membuat salah satu pihak membenci pihak yang lain atau membuat kedua belah pihak saling mencintai. (al-Mughnîy, jilid XII, hal. 299). Redaksi ini senada dengan definisi yang disampaikan oleh Imam Abu Muhammad Al-Maqdisi dalam kitab Fathul-Majîd Syarhu Kitâbtt-Tauhîd.

Terkait eksistensinya, tidak ditemukan data pasti yang membicarakan awal mula kemunculan sihir. Namun setidaknya sihir sudah dikenal sejak zaman Nabi Nuh. Ketika itu Kaum Nuh mendakwa sang Rasul sebagai tukang sihir. Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa ilmu-ilmu sihir dan mantra itu mucul pada masa penduduk Bâbil (Babilonia) yang terdiri dari orang-orang Syiria dan Kuldani (penyembah tujuh bintang yang beredar). Ilmu-ilmu tersebut juga muncul pada penduduk Mesir, yaitu dari orang-orang Qibthi (Koptik) dan selain mereka. Dalam al-Quran, hakikat keberadaan sihir disinggung dalam surah al-Baqarah ayat 102:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya (dan juga ulama lain dan kitab-kitabnya) menukil riwayat dari as-Suddi terkait penjelasan ayat di atas bahwa pada masa kerajaan Nabi Sulaiman, setan-setan sering naik ke langit lalu sampai pada suatu kedudukan yang darinya mereka dapat mencuri pendengaran. Lalu mereka menguping sebagian perkataan dari para malaikat tentang apa yang akan terjadi di bumi menyangkut perkara kematian, hal gaib atau suatu kejadian. Kemudian setansetan itu menyampaikan hal tersebut kepada tukang sihir, lalu para tukang sihir itu menceritakan kepada manusia hal tersebut dan ternyata kejadian yang mereka temukan seperti apa yang diceritakan oleh para tukang sihir itu.

Setelah para dukun itu percaya kepada para setan tersebut maka setansetan itu pun mulai berdusta kepada mereka dan memasukkan hal-hal yang lain ke dalam berita yang dibawanya; para setan itu menambah tujuh puluh kalimat pada setiap kalimat yang disampaikan pada para tukang sihir. Lalu orang-orang pun mencatat kalimat itu ke dalam buku-buku hingga tersebarlah di kalangan Bani Israil bahwa Jin mengetahui hal gaib.

Kemudian Nabi Sulaiman mengirimkan utusannya kepada semua orang untuk menyita buku-buku sihir tersebut. Setelah semua buku itu terkumpul dimasukkanlah ke dalam peti, kemudian peti itu dikubur di bawah singgasana Nabi Sulaiman. Tidak ada satu pun setan yang berani mendekati kursi tersebut melainkan ia pasti terbakar. Nabi Sulaiman berkata, “Tidak sekali-kali aku mendengar seseorang mengatakan setan-setan itu mengetahui hal yang gaib melainkan aku pasti menebas lehernya.”

Setelah Nabi Sulaiman wafat dan semua ulama yang mengetahui perihal beliau telah tiada dan berganti generasi berikutnya, maka datanglah setan dalam bentuk seorang manusia. Setan itu mendatangi sekelompok Bani Israil dan berkata kepada mereka; “Maukah aku tunjukkan suatu perbendaharaan yang tidak akan habis kalian makan untuk selama-lamanya? Mereka pun menjawab, “Tentu saja kami mau.” Setan itu berkata: “Galilah tanah di bawah kursi singgasananya (Nabi Sulaiman).

Baca juga: Umar Pada Masa Khilafah Abu Bakar

Setan pergi bersama mereka dan menunjukkan tempat tersebut kepada mereka, sedangkan dia (setan yang tampil dengan wujud manusia) berdiri di salah satu tempat yang agak jauh dari tempat tersebut. Mereka berkata: “Mendekatlah engkau kemari.” Setan menjawab: “Tidak! aku hanya di sini saja dekat kalian, tetapi jika kalian tidak menemukannya kalian boleh membunuhku”.

Mereka menggali tempat tersebut dan akhirnya mereka menemukan kitab-kitab itu. Ketika mereka mengeluarkannya, setan berkata kepada mereka; “Sesungguhnya Sulaiman dapat menguasai dan mengatur manusia, setan-setan dan burung-burung yaitu melalui ilmu sihir ini.” Setelah itu setan tersebut terbang dan pergi. Maka mulai tersebarlah di kalangan manusia bahwa Nabi Sulaiman adalah ahli sihir, dan orang-orang Bani Israil mengambil kitab-kitab itu. Ketika Nabi Muhammad diutus oleh Allah, mereka (Bani Israil) mendebatnya dengan kitab-kitab sihir itu. Bersambung…

M Romzi Khalik/Sidogiri

Spread the love