Umar bin Khaththab RA lahir pada tahun ke-12 dari Tahun Gajah (sekitar 583 M). Berbeda 12 tahun dengan usia Nabi Muhammad SAW, dan lebih muda 2 tahun dari Abu Bakar ash-Shiddiq RA.

Uniknya, ketiga tokoh yang dimakamkan berdampingan itu wafat dalam usia sama, 63 tahun. Rasulullah SAW wafat tahun 11 H., Abu Bakar RA tahun 13 H, Umar RA tahun 23 H.

Nama lengkapnya Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin ‘Adi bin Ka’ab bin Luai. Nasabnya bertemu dengan Baginda Rasul SAW pada Ka’ab bin Luai.

Ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum bin Yaqazhah bin Murrah bin Ka’ab bin Luai.

Hantamah berasal dari Bani Makhzum, salah satu marga terkemuka di kalangan Quraisy, pimpinannya bertugas sebagai kepala pasukan dalam pertempuran. Abu Jahal Amr bin Hisyam bin al-Mughirah dan Khalid bin Walid bin al-Mughirah termasuk bagian keluarga ini. Kedua tokoh ini tak lain adalah sepupu Hantamah.

Fitnah Keji

Coba Anda searching di mesin pencari di internet, ketik kata kunci Nasabu Umar dalam aksara Arab. Maka hasil pencarian yang muncul akan sangat mengejutkan. Halaman 1 hasil pencarian di google misalnya, justru lebih menonjolkan kajian nasab Umar yang berasal dari sumber Syiah. Bahkan dalam pencarian gambar, skema nasab yang banyak keluar justru skema nasab palsu buatan Syiah.

Mencela nasab Umar RA termasuk bagian dari upaya Syiah mendiskreditkan kelompok shahabat RA. Khusus dalam bidang nasab, yang menjadi sasaran utama adalah Umar RA. Sumber rujukan utama mulai dari Ushûl al-Kâfî hingga Bihârul-Anwâr kompak menuding Umar RA sebagai anak zina. Na‘ûdzu billâh!

Ada sebuah kitab misterius yang banyak dirujuk oleh kalangan Syiah kontemporer, berjudul Ash-Shalâbah fi Ma‘rifatish-Shahâbah karya Muhamamd bin as-Sa’ib al-Kalbi. Konon, Abdul Muththalib bin Hasyim, kakek Rasulullah memiliki seorang budak perempuan bernama Shahhâk. Shahhak diceritakan berzina dengan Nufail, kakek Umar RA. Hasil dari hubungan tersebut melahirkan anak bernama Khaththab, ayahanda Umar RA. Kemudian–masih menurut versi kitab ash-Shalâbah, Khaththab berzina dengan Shahhak ibunya sendiri, lalu melahirkan anak perempuan bernama Hantamah. Selanjutnya, Khaththab berzina dengan Hantamah anaknya sendiri, lalu melahirkan Umar RA. Sungguh tuduhan yang begitu keji!

Isu di atas jelas merupakan fitnah tanpa didukung dalil sedikit pun, kecuali sumber yang berasal dari kalangan Syiah Rafidhah sendiri. Oleh karenanya, banyak ulama menulis kitab yang meluruskan tentang nasab Umar yang sebenarnya. Termasuk Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Beliau menulis sebuah risalah pendek berjudul Ilqâmul-Hajar li-Man Tha‘ana fî Nasabi ‘Umar.

Baca juga: KEISLAMAN UMAR BIN KHATHTHAB RA, KEISLAMAN UMAR, KEMULIAAN ISLAM

Pemberani dan Berwibawa

Sejak kecil, Umar dianugerahi otak yang cerdas, fisik yang kuat, lidah yang fasih. Telah nampak bahwa pada suatu saat nanti, ia akan menjadi sosok pemberani, tegas, dan berwibawa.

Pada masa mudanya, Umar RA dikenal ahli berkuda. Konon, ia sanggup naik ke atas punggung sebuah kuda dengan kedua tangan berpegangan pada kedua telinga kuda tersebut. Ini menunjukkan ketangkasan serta kemampuannya mengendalikan kuda dan menjaga keseimbangan diri.

Umar RA juga dikenal jago gulat (beladiri). Pernah suatu ketika ia merobohkan beberapa pemuda sekaligus dalam sebuah duel gulat di pasar Ukazh, pasar legendaris Jahiliyah.

Di bawah didikan keluarganya yang tinggal di bukit berbatu di sebelah barat Masjidil Haram (sekarang dikenal dengan Jabal Umar), Umar RA dididik membaca dan menulis, suatu kemampuan yang jarang dimiliki orang Arab yang pada masa itu umumnya buta huruf (ummî). Konon, pada saat diutusnya Rasulullah SAW hanya ada 17 orang Quraisy yang bisa baca-tulis. Umar RA salah satunya.

Tidak hanya itu, Umar RA memiliki selera sastra yang tinggi. Ia dikenal pandai bersyair. Ia juga menguasai syair-syair Jahiliyah dan hafal kisah klasik bangsa Arab.

Selain multi talenta, Umar mewarisi bakat berdagang yang umumnya dimiliki para bangsawan Quraisy. Umar RA aktif berdagang di tiga pasar utama di kawasan Hejaz, yaitu Ukazh (lokasinya di lingkungan Bani Hawazin), Majanah (Bani Kinanah), dan Dzul Majaz (Bani Hudzail). Di samping, melakukan perjalanan niaga ke Yaman (rihlatusysyitâ’, rihlah musim dingin) dan Syam (rihlatush-shaif, rihlah musim panas) setiap tahun. Maka tak heran pada usia muda, Umar RA tergolong sebagai salah satu hartawan dengan kekayaan yang lumayan banyak.

Setelah beranjak dewasa, Umar RA bertugas sebagai safir (duta/utusan) Quraisy pada masa Jahiliyah. Bila terjadi sengketa atau konflik antara Quraisy dengan suku lain, maka Umar RA lah yang diutus sebagai duta untuk melakukan perundingan dan menyelesaikan konflik tersebut.

Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa jabatan safarah pada masa Jahiliyah adalah tugas keluarga Bani ‘Adi. Namun ada pula yang menyebut bahwa jabatan itu khusus untuk Umar RA saja, bukan jabatan keluarga. Artinya, jabatan ini diserahkan kepada seseorang yang dianggap mumpuni dalam negosiasi serta lihai dalam manajemen konflik.

Mengacu kepada sejarah, pendapat kedua lebih bisa diterima. Buktinya, dalam kisah perundingan-perundingan yang melibatkan suku Quraisy pada masa nubuwah, tidak pernah seorang pun dari Bani ‘Adi pernah diutus sebagai duta. Utusan yang diutus untuk meminta Raja Najasyi mengusir shahabat muhajirin ke Habasyah misalnya, justru Amr bin Ash RA dari Bani Sahm. Begitu pula dalam perundingan di Hudaibiyah, delegasi Quraisy waktu itu adalah Suhail bin Amr dari Bani ‘Amir bin Luai.

Pada masa muda, Umar RA tidak lah berbeda dengan pemuda-pemuda Quraisy yang lain. Ia terjebak dalam pola hidup Jahiliyah yang sesat dan mementingkan kenikmatan duniawi. Ia juga dikenal getol menolak ajaran Islam, meski dalam relung kalbunya ada getaran-getaran lembut mengetuk pintu hidayah.

Umar baru masuk Islam pada tahun 6 Kenabian, pada usia 33 tahun. Keislamannya kira-kira berada pada urutan ke-40, sehingga masih tergolong as-Sâbiqûn al-Awwalûn (kelompok yang paling awal memeluk Islam). Bersambung.

Moh. Yasir/sidogiri

Spread the love