Penaklukan Syam berlangsung sekitar 6-7 tahun, dimulai tahun 12 H–medium era khilafah Abu Bakar pasca operasi penumpasan kaum murtad dan kelompok anti zakat, hingga tahun 19 H pada masa Khalifah Umar.
Meskipun berlangsung pada masa yang beriringan dengan penaklukan di tanah Irak, namun genderang perang dengan pasukan Romawi sebetulnya telah ditabuh semenjak masa Baginda Rasulullah. Pada tahun 8 H, terjadi perang Mu’tah, perang mahadahsyat yang semakin melambungkan nama Khalid bin al-Walid dalam jajaran jenderal perang kelas wahid sepanjang sejarah Islam. Kemudian Perang Tabuk di tahun 9 H, juga dalam rangka mengkonfrontasi pasukan Romawi yang telah bergerak untuk menghabisi kekuatan Islam, dimana akhirnya mereka lebih memilih melarikan diri.
Dipimpin oleh 5 orang panglima pilihan, dengan komando utama di tangan Khalid bin al-Walid lalu Abu Ubaidah bin al-Jarrah, rentetan penaklukan di tanah Syam berhasil membebaskan kawasan bersejarah tersebut dari hegemoni Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium yang telah berkuasa di kawasan tersebut menjelang diutusnya Nabi Isa (sekitar tahun 64 SM).
***
Penaklukan di Syam berhasil membebaskan lebih dari 20 kota maupun desa dari belenggu Kekaisaran Romawi. Dilihat dari model penaklukan yang terjadi, maka kota-kota tersebut dibebaskan dengan 3 macam cara:
Pertama, ditaklukkan dengan cara damai, tanpa upaya militer sama sekali. Tanpa aral dan rintangan, pasukan Islam bersepakat dengan penduduk setempat untuk memberikan perlindungan dan jaminan keamanan, serta jaminan bahwa penduduk kota-kota tersebut tidak akan dijadikan budak. Model pembebasan semacam ini terjadi atas kota:
– Baalbek (sekarang Lebanon). Berperan vital dalam pertahanan Romawi di kawasan Syam. Kaisar Heraclius membangun benteng di kota ini dan menyiapkan pasukan untuk diperbantukan ke kota-kota lain yang membutuhkan di seantero Syam. Dua kali pasukan Islam hendak menuju Baalbek (tahun 13 dan 14 H), namun terhalang karena perang demi perang terjadi begitu cepat dan mengalihkan fokus pasukan. Baru pada tahun 15 H seusai perang Yarmuk, Khalid bin al-Walid berhasil menaklukkan Baalbek tanpa pertumpahan darah sama sekali. Sebelum kedatangan pasukan Khalid, Baalbek telah kosong ditinggal pasukannya, yang dikirim oleh Heraclius menuju kota kuno Baisan di Palestina untuk membantu pasukan Romawi menghadapi pasukan Islam.
– Hama (Suriah). Usai menaklukkan Homs pada tahun 17 H, Abu Ubaidah bertolak menuju Rastan dan menaklukkan desa tersebut. Sebelumnya, tugas kepemimpinan di Homs telah dipasrahkan kepada shahabat Ubadah bin ash-Shamit . Abu Ubaidah sampai ke Hama dan membebaskan kota tersebut setelah penduduknya setuju dengan kesepakatan membayar pajak dan kharaj.
– Halb (Aleppo, Suriah). Ditaklukkan dengan damai oleh Abu Ubaidah bin alJarrah pada tahun 17 H.
– Syaizar (kini bagian Provinsi Hama, Suriah). Sasaran berikutnya adalah Syaizar. Desa ini ditaklukkan dengan cara yang sama dengan kota Hama.
– Ma’arrah (sebelah selatan Provinsi Idlib, Suriah), dan
– Manbij (timur daya Aleppo, Suriah). Keduanya dibebaskan tahun 16 H oleh Abu Ubaidah bin al-Jarrah.
Baca juga: Periode Khilafah Umar Mengguncang Tahta Romawi di Syam
Kedua, ditaklukkan dengan cara damai, namun setelah melewati masa pengepungan yang panjang. Bahkan sebagian juga diwarnai dengan kontak senjata antara pasukan Islam melawan pasukan Romawi. Model pembebasan semacam ini terjadi atas kota-kota besar dengan pengamanan super ketat, seperti:
– Damaskus. Dikepung sejak 17 Jumadal Akhirah hingga 20 Rajab tahun 13 H. Kelima panglima batalion yang ditunjuk sejak masa khilafah Abu Bakar bersama-sama melakukan pengepungan atas kota ini. Di tengah malam, saat pasukan Romawi di Damaskus sedang kelelahan akibat acara perayaan, Khalid bin al-Walid bersama pasukan terbaiknya berhasil menyelinap masuk melalui gerbang timur. Sadar pasukan Khalid telah menyerang dan tak mungkin dihentikan, Tomas, jenderal Romawi bergegas menemui Abu Ubaidah yang berada di gerbang al-Jabiyah di bagian barat Damaskus dan membuat kesepakatan damai.
– Homs (Suriah). Kini menjadi kota terbesar ketiga di Suriah, setelah Damaskus dan Aleppo (Halb). Ditaklukkan pada tahun 16 H oleh pasukan Khalid bin al-Walid dengan jaminan keamanan senilai 71.000 dinar.
– Raqqah (utara Suriah). Setelah meninggalnya Abu Ubaidah bin alJarrah akibat wabah tha’un (pes) yang bermula dari kota Imwas di dekat Jerussalem pada awal tahun 18 H, maka kepemimpinan di daerah utara Syam diserahkan kepada Iyadh bin
Ghanam al-Fihri, yang bertanggung jawab atas kota Aleppo, Qinnisrin, dan Jazirah Furatiyah. Sekitar Syaban tahun 18 H, Iyadh mengepung kota Raqqah hingga berhasil merebutnya dengan jalan damai. Gerakan Iyadh berhasil menjangkau kota-kota lain seperti Sanliurfa, Harran, dan Sumaisath (Samosata). Ketiganya terletak di Anatolia (Asia Kecil) dan kini bagian dari Turki.
– Baitul Maqdis (Jerussalem, Palestina). Dikepung oleh gabungan dua pasukan yang dipimpin Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan Amr bin al-‘Ash. Pengepungan berlangsung selama 6 bulan, dimulai bulan Syawal tahun 15 H. setelah enam bulan, Patriark Sophronius yang mengepalai keuskupan di Jerussalem memilih untuk menyerahkan kota al-Quds, namun dengan syarat Khalifah Umar sendiri yang datang untuk acara serah-terima.
Dan Ketiga, ditaklukkan dengan cara perang dan operasi militer. Model pembebasan semacam ini terjadi atas kota-kota seperti:
– Gaza (Palestina). Ditaklukkan pada tahun 14 H oleh pasukan Amr bin al-‘Ash as-Sahmi, seusai perang di Ajanadain.
– Qirqisia (Circesium, kota kuno di perbatasan Suriah-Irak, dekat kota Dier az-Zor). Ditaklukkan pada bulan Ramadan 17 H oleh pasukan dari Irak yang dikirim oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, komandan utama pasukan Irak.
– Ra’sul ‘Ain (Provinsi Idlib, Suriah). Ditaklukkan oleh Umair bin Sa’ad alQari’ bin Ubaid al-Anshari yang diutus oleh Iyadh bin Ghanam pada tahun 19 H. Bersambung.
Moh. Yasir/sidogiri