Hari-hari belakangan ini kita sering dihadapkan pada peristiwa-peristiwa ganjil yang berpotensi memecah-belah umat, baik itu peristiwa sosial, keagamaan, kebangsaan, politik, dan kenegaraan. Tentu ini adalah ujian bagi umat dan bangsa ini; sejauh mana mereka mampu mempertahankan keutuhan mereka sebagai sebuah bangsa, di tengah-tengah kemajemukan dan keberagaman yang sangat kompleks.
Al-Imam al-Gazali dalam al-Munqizh mengatakan bahwa kompleksitas perbedaan dalam umat ini adalah samudera luas, di mana tak ada yang selamat darinya melainkan sedikit, sedang masing-masing golongan menduga bahwa hanya kelompoknya sendirilah yang selamat. “Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum: 32).
Namun bagaimanapun, agama Islam sama sekali bukan faktor pemecah belah itu. Islam justru adalah pemersatu, sebagaimana ditegaskan dalam sekian banyak ayat-ayat al-Quran dan hadishadis Nabi, yang nyaris tak terhitung jumlahnya. Dalam al-Quran Allah berfirman yang artinya, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS Ali Imran:103).
Jadi visi agama yang benar (Islam) adalah mempersatukan, bukan mencerai-beraikan. Sebab yang dibawa Islam adalah kebenaran sejati yang bisa dijangkau oleh setiap orang yang berakal, sehingga penyebab perpecahan itu bukan agama, melainkan factor-faktor buruk yang melekat pada manusia yang tak mau atau menolak petunjuk-petunjuk kebenaran dari agama. “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang berselisih dan bercerai-berai setelah datang kepada mereka kebenaran”. (QS. Ali Imran: 105).
Nah, peristiwa paling mutakhir yang patut kita renungkan adalah kasus pembakaran terhadap bendera bertuliskan Kalimah Tauhid oleh oknum Banser. Barangkali itu memang dilakukan oleh orang bodoh yang tidak tahu dampak dari perbuatannya. Namun disayangkan kemudian kalangan berilmu pun juga berselisih pendapat mengenai berbagai hal yang mengitarinya, di mana seharusnya semua mesti sepakat bahwa Kalimah Tauhid, di mana pun ia berada, di bendera siapapun, tetap mesti dimuliakan oleh setiap umat Islam.
Memang, seringkali yang membawa kita menjauh dari kata satu adalah fanatik terhadap golongan, sehingga kita enggan melakukan otokritik, bahkan malah membenarkan tindakan yang salah dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. Bagaimanapun, fanatisme bisa membutakan siapapun dari kebenaran: apapun yang dilakukan oleh oknum dari ormas kita, sekalipun bertentangan dengan ajaran asas dalam agama kita, akan kita bela dan kita benarkan, dengan mengorbankan akal sehat dan menyembunyikan kebenaran dari hati nurani.
Bagaimanapun, barangkali fanatisme yang memotivasi orang-orang awam untuk melakukan tindakan-tindakan bodoh bisa dimaafkan, namun semangat yang sama yang memotivasi orang berilmu untuk membenarkan perilaku bodoh itu jelas sangat berbahaya, karena selanjutnya kita tak pernah tahu perbuatan bodoh apa lagi yang akan dilakukan umat awam, setelah mereka tahu ada ulama yang membenarkan pembakaran Kalimah Tauhid yang mestinya mereka muliakan. Dan ini jelas akan memicu perpecahan dalam umat.
Maka, tindakan-tindakan bodoh dan unjuk kekuatan dalam ormas apapun harus segera dihentikan, dengan alasan NKRI atau apapun, karena justru sikap arogan dan radikal seperti itulah yang sejatinya berpotensi memecah-belah umat. Kita telah melihat sendiri bagaimana Ansor dan Banser justru diusir dari wilayah yang bukan basis mereka, karena sebelumnya mereka dianggap mempersekusi ulama yang hadir ke wilayah di mana mereka adalah mayoritas.
Moh. Achyat Ahmad /sidogiri
Baca juga: Maulid Antara Bidah dan Maslahah