Wanita tak ubahnya warna warni pelangi, indah dipandang, namun sulit dimengerti darimana ia berawal dan kemana ia berakhir. Terkadang menjadi perhiasan terbaik dunia, pun terkadang menjadi fitnah terbesar dunia. Mudah mendapatkan surga tapi juga sulit terhindar dari siksa. Begitulah wanita. Berlaku layaknya wanita surga tidaklah rumit mereka jalani, cukup menjadi shalihah, surga dengan mudah mereka masuki.

Wanita adalah makhluk yang istimewa dan diistimewakan. Dalam al-Quran, Allah SWT meletakkan surah khusus berjudul Para Wanita (an-Nisa), dalam surat ini pula, Allah menyebutkan secara khusus wanita shalihah berikut ciri-cirinya.

فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتࣱ لِّلۡغَیۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ

“Maka wanita-wanita shalihah adalah mereka yang taat  dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).”

Dalam ayat ini terdapat dua ciri wanita yang dapat dikatakan sebagai wanita shalihah. Pertama, qānitāt: perempuan taat. Para pakar tafsir menyebutkan bahwa qānitāt berarti perempuan yang taat kepada Allah dan kepada suaminya. Kedua, menjaga diri ketika suami sedang tidak ada. Al-Alusy menafsirkan hāfidzāt dengan menjaga diri dan kemaluannya.

Agaknya dua syarat ini terbilang cukup sederhana dan mudah dilakukan oleh banyak wanita. Namun tidak pada kenyataannya. Nyatanya dua syarat ini sering kali dilanggar oleh kaum wanita. Tidak berhenti pada ayat ini, hadis-hadis yang menyebutkan keistimewaan kaum wanita juga mencantumkan dua syarat ini. Perhatikan hadis yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin ‘Auf berikut:

إِذَا صَلَّت الْمَرْأَةُ خَمسها، وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَها؛ وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا: ادخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Bila seorang wanita telah melaksanakan shalat fardhu 5 waktu, berpuasa (pada bulan puasa), menjaga kemaluannya serta menaati suaminya, akan dikatakan kepadanya: masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu mau” (HR. Ahmad)

Dan hadis riwayat Abu Hurairah:

خَيْرُ النِّساءِ الَّتِي إذا نَظَرْتَ إلَيْها سَرَّتْكَ، وإذا أمَرْتَها أطاعَتْكَ، وإذا غِبْتَ عَنْها حَفِظَتْكَ في مالِكَ ونَفْسِها

“Wanita terbaik adalah ia yang bila engkau pandang membuatmu bahagia, bila engkau perintah ia menurutinya, dan bila engkau tidak ada ia menjaga dirinya dan hartamu untukmu”

Dua hadis ini berbicara tentang keistimewaan seorang wanita yang kelak akan mendapatkan balasan terbaik. Dan dalam konteks yang berbeda kedua hadis tersebut menyebutkan dua hal yang tidak terlepas dari syarat kesalehan seorang wanita dalam al-Quran; taat dan pandai menjaga diri ketika suami tidak ada.

Taat merupakan sebuah kewajiban mutlak bagi seorang istri selagi tidak diperintah berlaku maksiat. Dua hal yang secara alamiah seorang wanita diharuskan patuh kepada suaminya, pertama, cinta. Sebab jika seorang mengaku mencintai, ia pasti akan patuh pada kekasihnya. Kedua, kepimpinan seorang suami (qawwām). Sejak seorang istri menerima lamaran suaminya pada saat itu juga berarti dia rela dipimipin oleh seorang pria sepanjang hidupnya. Jika pun rasa cinta seiring berjalannya kehidupan rumah tangga tidak lagi bergelora, masih tersisa kepemimpinan seorang suami yang menuntut untuk dipatuhi. Kendati sang suami tidak lebih pintar, tidak lebih kaya dan tidak lebih mulia selama ia masih menenggakan kewajibannya dengan baik tidak ada alasan untuk tidak menaatinya.

Menjaga diri, adalah hal kedua yang tidak kalah pentingnya daripada taat kepada suami. Agaknya yang kedua ini lebih mudah daripada menaati suami, tapi justru yang kedua ini yang seringkali menjadi penyebab berakhirnya hubungan rumahan tangga seseorang.

Pada zaman Rasulullah para istri dituntut terbiasa ditinggal suami mereka berbulan-bulan demi berjihad di jalan Allah. Begitupun pada zaman ini, sebagian istri dituntut untuk bersabar bila ditinggal suaminya guna mencari nafkah untuk keluarganya. Lebih-lebih bagi para suami yang notabenenya adalah Tenaga Kerja Indonesia. Pada saat demikian, iman dan ketaqwaan seorang wanita dipertaruhkan. Kenapa menjaga diri terbilang penting hingga tercatat dalam al-Quran dan hadis? Ya. Sebab hasrat seseorang untuk tidak berhubungan intim terdapat jenjang waktu yang mereka tidak dapat bersabar atas itu.

Khalifah Umar bin Khattab telah lebih dulu menyadari hal ini. Pada malam itu, pada saat ia melakukan ronda malam. Ia mendengar dari salah satu rumah penduduk seorang wanita yang sedang membaca syair: “Malam ini terasa panjang, sunyi senyap hitam kelam; Lama aku tiada kekasih, yang kucumbu dan kurayu.”

Mendengar hal itu, Umar bertanya kepada orang yang kebetulan berpapasan, siapakah pemilik rumah itu. Dari dirinya terdapat informasi bahwa rumah itu adalah rumah si Fulanah istri prajurit perang yang sedang berjuang di medan jihad.

Mengetahui hal itu, Umar lantas memerintahkan salah seorang prajurit untuk menyuruh lelaki tersebut pulang menemui istrinya. Tidak sampai disitu, Umar pun membuat survei kepada para wanita waktu itu termasuk kepada putrinya, Hafsah. Dari survei tersebut dinyatakan bahwa seorang wanita tidak dapat bersabar jauh dari sang suami selama kisaran waktu 4-6 bulan. Umar lantas menjatuhkan sebuah kebijakan, ekpansi perang tidak boleh lebih dari 6 bulan.

Bagi para muslimah, hal ini patut menjadi perhatian kita, baik yang sudah berkeluarga maupun yang hendak menuju kesana. Bahwa dua hal ini adalah pintu kalian menuju surga. Tentu saja menuju kesana tidak lah mudah. Terlebih bagi para wanita yang “merasa” suaminya tidak bertanggung jawab atau karena pekerjaan rumah tangga yang begitu melelahkan, bila tiba waktunya istirahat masih ada suami yang harus dilayani dengan baik. Tentu saja semua itu berat terkecuali kalian berlaku ikhlas; tiada hal yang kalian lakukan terkecuali karena Allah dan Allah semata. Semoga kalian mendapatkan surga melewati pintu mana saja yang kalian suka.

Sanusi Baisuni/Sidogiri

Spread the love