Salah satu anugerah Allah yang diidam-idamkan oleh kita sebagai hamba-Nya adalah bisa mendapatkan berkah hidup. Anugerah berkah hidup di sini bisa meliputi berkah dalam segala sisi, seperti berkah dalam umur, berkah dalam rezeki, berkah dalam keluarga, berkah dalam ilmu, dan berkah-berkah lainnya. Namun, sebelum kita mengetahui implementasi lebih jauh tentang berkah itu sendiri, ada baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu apa itu berkah.
Dalam kitab yang berjudul Mu’jâmul-Furûq al-Lughawiyyah, Syekh Abu Hilal al-Hasan bin Abdullah al-Askari menjelaskan bahwa kata berkah atau barakah secara bahasa memiliki arti berkembang dan bertambah. Sementara secara istilah, menurut al-Imam ar-Raghib al-Ashfihani dalam manifestonya yang bertajuk al-Mufradât fî Gharîbil-Qur’ân, kata berkah ini memiliki arti tetapnya suatu kebaikan dari Allah dalam suatu perkara. Jadi, bisa disimpulkan bahwa kata berkah secara bahasa dan istilah ini memiliki makna berkembang, bertambah, dan menetapnya suatu kebaikan yang bersumber dari Allah dalam suatu perkara, baik yang terlihat secara pancaindera maupun secara makna. Seluruh kebaikan dalam wujud berkah ini bisa diungkapkan dengan bahasa lain berupa kebahagiaan.
Namun, wujud rasa bahagia dalam berkah hidup ini berbeda dengan wujud bahagia pada umumnya. Artinya, rasa bahagia yang terdapat dalam berkah hidup ini tidak hanya tentang rasa bahagia di dunia saja, melainkan terus bersambung hingga ke akhirat sana. Dengan kata lain, orang yang mendapatkan berkah hidup di dunia, maka dia akan merasakan kedamaian dan ketenangan di setiap keadaan. Saat mendapatkan rezeki, dia pasti bersyukur, dan saat mengalami banyak ujian, dia pasti bersabar. Sementara di akhirat sana, orang yang mendapatkan berkah hidup ini pasti akan mendapatkan balasan terbaik dari Allah seperti dimasukkan ke dalam surga-Nya, dikumpulkan dengan para nabi dan kekasih-Nya, mendapatkan ridha dan maghfirah-Nya, dan lain-lain.
Keterangan ini sebenarnya bisa kita baca melalui sumber bahagia itu sendiri, yakni sumber bahagia itu berasal dari berkah hidup. Tentu saja, titik fokus rasa bahagia yang ditimbulkan dari berkah hidup ini berbeda dengan rasa bahagia yang ditimbulkan dari keinginan berupa nafsu dan syahwat pribadi. Artinya, standar rasa bahagia orang yang mendapatkan berkah hidup ini bisa dibilang sederhana, seperti bisa khusyuk dalam beribadah, memiliki kelapangan hati, bisa berbuat baik, gemar bersedekah, dan lain-lain. Nah, dari standar rasa bahagia inilah mereka semua bisa terus merasakan bahagia hingga ke akhirat sana. Berbeda dengan standar bahagia orang yang tidak mendapatkan berkah hidup. Standar mereka adalah bisa memiliki uang dan kekayaan yang banyak, berfoya-foya, bermain judi, memuaskan hasrat dan syahwat dunia, dan lain-lain. Sehingga dari standar bahagia inilah mereka semua menjadi manusia-manusia celaka kelak di akhirat sana.
Kemudian, terkait dalil yang menjadi pembahasan kata berkah ini, ternyata di dalam al-Quran, Allah berulang kali menyebut kata berkah dengan redaksi yang berbeda-beda. Salah satu kata berkah yang termaktub di dalam al-Quran adalah firman Allah yang artinya: “Dan Dia ciptakan padanya gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dan kemudian Dia berkahi, dan Dia tentukan makanan-makanan (bagi penghuni)nya dalam empat masa, memadai untuk (memenuhi kebutuhan) mereka yang memerlukannya.” (QS. Fushshilat: 10). Kata berkah atau barakah pada ayat di atas diungkapkan dengan redaksi fi’il madhi, di mana Allah menjelaskan bahwa gunung-gunung beserta daerah sekitar adalah tempat yang diberkahi oleh Allah. Dalam kitab Tafsîr Ibni Katsîr dijelaskan bahwa letak berkah pada ayat di atas adalah Allah menyuburkan tanah-tanah yang ada di gunung beserta daerah sekitarnya. Itulah yang kemudian oleh Ibnu Katsir diterangkan bahwa tanah pegunungan itu penuh anugerah berupa banyak kebaikan dari Allah. Di antara kebaikan itu adalah bahwa benih-benih tanaman yang ditanam di sana akan tumbuh subur dan membuahkan hasil yang terbaik. Selanjutnya, ayat lain yang juga menyebutkan kata berkah adalah firman Allah yang artinya: “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96).
Untuk kata berkah atau barakah pada ayat kedua ini diungkapkan dengan redaksi masdar, di mana Allah menegaskan bahwa keberkahan hidup ini hanya dikhususkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Oleh sebab itu, apabila ada seorang hamba yang dalam lika-liku hidupnya selalu melakukan kemaksiatan, tetapi di sisi lain ia selalu berada dalam keadaan aman, damai, dan kaya, misalnya, maka kenikmatan demi kenikmatan yang dia rasakan itu sebenarnya adalah sebuah istidraj dari Allah. Jadi, dari ayat di atas, kini kita bisa mengidentifikasi mana nikmat yang disebut sebagai berkah dan mana nikmat yang disebut sebagai istidraj. Kemudian, jika ada yang bertanya demikian, “lantas bagaimana dengan sebagian besar umat Islam yang sudah beriman dengan sebenar-benarnya iman,tetapi di sisi lain ia justru menjalani hidupnya penuh dengan derita, seperti banyaknya ujian, urusan ekonominya tidak lancar, dan banyak utang?
Untuk menjawab pertanyaan ini, menarik kita kutip pernyataan al-Imam al-Qurthubi dalam Tafsîr al-Qurthubî. Beliau menegaskan bahwa berkah pada ayat di atas itu bersifat khusus. Artinya, memang ada sebagian kaum yang mendapatkan kekhususan dari Allah bahwa apabila mereka mau beriman kepada-Nya, maka Allah akan membukakan jalan berkah bagi mereka melalui pintu langit dan dasar bumi, seperti dari langit turun air hujan dan dari bumi tumbuh tanaman dan buah-buahan.
Nah, kemudian untuk mereka yang beriman, tetapi di sisi lain hidupnya banyak menjumpai ujian dan cobaan, maka sesungguhnya Allah sedang menguji keimanan mereka. Artinya, apabila mereka benar-benar beriman, maka pasti mereka akan bersabar dan menerima ketentuan takdir yang Allah takdirkan kepada mereka. Sehingga, letak berkah bagi mereka adalah Allah akan mengampuni seluruh dosa yang pernah mereka perbuat. Barulah setelah semua dosa mereka sudah purna diampuni, niscaya Allah ganti kesusahan demi kesusahan yang mereka hadapi dengan berkah hidup berupa kesenangan dan kebahagiaan yang hakiki.
Selanjutnya, terkait detail mengambil berkah, siapa saja dan apa saja yang bisa diambil berkahnya, juga kesalahan-kesalahan masyarakat dalam praktik mengambil berkah, akan dijelaskan di kajian selanjutnya. Selamat membaca.
M. Khoiron Abdulloh/sidogiri