Alhamdulillah, kini kita berada di bulan termulia yang penuh dengan keutamaan, rahmat dan ampunan Allah. Ramadan ialah bulan istimewa yang karenanya senantiasa kita panjatkan dalam doa, agar kita dikarunia usia hingga bisa kembali bersua dengannya. Maka, perjumpaan kita dengan Ramadan ini tak lain menandakan terkabulnya doa yang telah kita panjatkan dengan istikamah pada bulan-bulan sebelumnya.
Maka, sebagai bulan ibadah di mana momentum ini hanya terjadi setahun sekali, tentu saja umat Islam harus benar-benar memanfaatkan kesempatan ini secara maksimal, dengan cara mengisi siang dan malamnya dengan ibadah. Dan, untuk itu syarat utamanya adalah terciptanya kondisi yang kondusif; tenang, damai, aman, dan tenteram tanpa kegaduhan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Tanpa itu, kita tidak bisa menjalani bulan suci ini sebagaimana mestinya, dan sedikit banyak akan terpancing masuk dalam suasana hiruk pikuk yang akan memperkeruh Ramadan kita.
Padahal, sebagaimana sudah dimaklumi, bahwa salah satu tujuan ibadah puasa (dan ibadah-ibadah lain) di bulan Ramadan ini adalah untuk membentuk akhlak mulia bagi setiap Muslim. Nah, bagaimana bisa kita berakhlak mulia selepas Ramadan, jika kita disibukkan dengan berdebat, berkata-kata kotor, membuat atau menyebarkan hoax, menjelek-jelekkan orang atau pihak lain, baik di dunia nyata maupun di dunia maya? Itulah sebabnya dalam sebuah hadis Nabi bersabda: “Puasa adalah perisai. Maka janganlah berkata kotor dan berbuat bodoh. Dan apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau mencelanya, maka katakanlah ‘aku sedang puasa’ … ”. (HR. Al-Bukhari)
Bahkan, sebenarnya setiap aneka ragam ibadah yang kita jalani salah satu tujuannya juga untuk membentuk akhlak yang luhur. Simaklah bagaimana Allah menjelaskan tentang ibadah haji (artinya): “Barangsiapa yang berkewajiban haji, maka janganlah ia berkata jorok, berbuat mungkar dan bertengkar dalam ibadah hajinya.” (QS. Al-Baqarah: 197). Bahkan shalat lima waktu yang kita tunaikan setiap hari juga bertujuan membentuk akhlak mulia setiap Muslim (artinya): “Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).
Tapi masalahnya, akhir-akhir ini kita teramat sulit untuk mendapati ketenangan, ketenteraman dan keheningan itu. Kita acapkali menjalani bulan suci dengan kegaduhan, sehingga sulit bagi kita untuk fokus pada ibadahibadah yang kita tunaikan, terlebih di bulan puasa tahun ini. Penyebabnya adalah karena bulan ini adalah masamasa di mana genderang perang politik sedang ditabuh keras-keras. Sedang yang namanya politik, tentu kita sama-sama tahu lah, bahwa ia tak akan lengkap tanpa saling menjelek-jelekkan lawan politiknya. Jadi pencitraan untuk kubu sendiri saja tidaklah cukup, sekalipun itu diproses dengan segudang kebohongan, tapi masih perlu menjelek-jelekkan lawan politik, sekalipun itu ditempuh dengan berlapis-lapis kebohongan.
Baca juga: Serambi Masjid dalam Kaitan wanita Haid
Sungguh sangat mengerikan, jika kita mesti menjalani Ramadan dengan melibatkan diri dalam kegaduhan seperti itu, baik secara langsung maupun tidak, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Malah, sudah sangat lazim kita mendapati Ramadan selalu gaduh dengan polemik tentang orang-orang yang tak menghormati Ramadan, baik dengan berjualan maupun makan secara terang-terangan di siang hari. Semestinya, Pemerintah terlibat aktif menangani masalah tahunan itu, agar umat Islam bisa menjalani Ramadan dengan tenang, sebagaimana umatumat agama lain ketika menjalani ibadah mereka. Namun sungguh ironis, pada Ramadan kemarin seorang Menteri malah ikut menciptakan kegaduhan dengan mengatakan, “hormati mereka yang tidak puasa”.
Moh. Achyat Ahmad/sidogiri
Baca juga: KH. Aminullah Penerus Perjuangan sayid Sulaiman
Baca juga: Sirah Nabawiyah (Ar Rahiq Makhtum), Sejarah Hidup Nabi Muhammad
Baca Juga: Dua Marhalah