“Aku telah membaca biografi para raja, namun aku tidak melihat, sesudah Khulafa’ur Rasyidin dan Umar bin Abdul Aziz, yang lebih baik biografinya dan tidak ada yang lebih memperhatikan keadilan daripada dia (Nuruddin Zanki)”
Imam Ibnu Atsir, Sejarawan Muslim
Pada awal abad keduabelas merupakan abad yang sulit untuk umat Islam, dikarenakan saat itu kekuasaan Islam di wilayah barat sudah jatuh ke tangan musuh, sementara di wilayah timur Jerussalem jatuh ke tangan Pasukan Salib, namun secercah harapan muncul setelah seorang bayi yang bernama Mahmud lahir, kelak bersama Shalahuddin ia bahu membahu mengembalikan kekuasaan dan kejayaan umat islam yang hilang.
Nama lengkapnya adalah Al-Malik Al-Adil Nuruddin Abul Qasim Mahmud bin ‘Imaduddin Zanki. Ia dilahirkan pada hari Ahad 17 Syawwal 511 H yang bertepatan dengan bulan Februari tahun 1118. Waktu kelahirannya persis dari dua puluh tahun setelah kejatuhan al-Quds di Jarussalem ke tangan pasukan salib.
Nuruddin adalah anak kedua Imaduddin Zanki, penguasa Tripoli, Aleppo dan Mosul. Ayahnya gugur ditusuk belati oleh penyusup dari bangsa Frank saat berjihad di Damaskus. Sepeninggal ayahnya, Nuruddin dan kakaknya Saifuddin Ghazi I membagi kerajaan tersebut di antara mereka berdua, Nuruddin menguasai Aleppo dan Saifuddin menguasai Mosul.
Sejak kecil Nuruddin sudah ajari ilmu pengetahuan yang cukup, terbukti di usia yang belia dia sudah menguasai bahasa Romawi dan Persia, tentunya juga bahasa Arab. Beliau juga tekun belajar ilmu agama sehingga Nuruddin tumbuh menjadi sultan yang adil dan dicintai rakyatnya di kemudian hari.
Seorang Pemimpin yang Pemberani
Pasca pengukuhan sebagai penguasa Aleppo Nuruddin langsung bergerak menyerang Antiokhia dan melakukan beberapa kebijakan militer, terhitung ada enam kebijkan militer sangat yang menentukan di masa pemerintahannya.
Pertama, ia turut andil dalam mengusir tentara Salib aliansi PrancisJerman yang menyerang Damaskus saat dikuasai Mu’inuddin, yang tak lain adalah mertuanya sendiri.
Kedua, pada tahun 1149, dalam pertempuran di daerah Inab, pasukan Nuruddin Zanki berhasil mengalahkan pasukan Raymond yang ketika itu dibantu oleh pasukan Hasyasyin (Assassin).
Ketiga, pada tahun berikutnya, 1150, pasukan Turki Saljuk berhasil menangkap Joscelin, pemimpin wilayah Edessa yang ibukotanya telah dikuasai oleh Nuruddin. Penahanan Joscelin kemudian diambil alih oleh Nuruddin. Joscelin ditahan di Aleppo dan meninggal dunia di penjara sembilan tahun kemudian.
Keempat, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Nuruddin Zanki berhasil menyatukan Damaskus ke dalam wilayah kepemimpinannya pada tahun 1154. Proses penyatuan Damaskus berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 1149, ketika Mu’inuddin Unur wafat. Pengambilalihan kota ini dilakukan oleh Nuruddin karena penguasa kota ini tidak mau membantunya berjihad dan malah menjalin kerjasama dengan kekuatan Salib.
Kelima, pasukan Nuruddin berhasil menangkap Reynald of Chattilon, pemimpin Antiokhia selepas wafatnya Raymond of Poitiers, dalam sebuah pertempuran pada tahun 1160. Reynald yang kepemimpinannya banyak menimbulkan masalah itu kemudian diikat dan dibawa ke Aleppo. Ia ditahan selama enam belas tahun di kota itu.
Keenam, atas permintaan Mesir sendiri dan karena adanya ancaman Pasukan Salib atas negeri itu, Nuruddin mengirimkan tiga kali ekspedisi militer ke Mesir di bawah pimpinan Shirkuh antara tahun 1164 dan 1169. Mesir akhirnya jatuh ke tangan pasukan Nuruddin. Dinasti Fatimiyah yang menguasai wilayah itu kemudian dihapuskan pada tahun 1171, menjadikan Mesir menyatu ke dalam wilayah pimpinan Nuruddin Zanki.
Pada akhir masa kepemimpinannya, wilayah kekuasaan Nuruddin Zanki mencakup wilayah Suriah, Hijaz, Mesir, dan sebagian Irak. Nuruddin berhasil menyatukan wilayah-wilayah itu ke dalam satu pemerintahan dan menjadikan Mazhab Sunni sebagai pondasi utama pemerintahannya. Sehingga apa yang dibangun oleh Nuruddin ini kelak menjadi pondasi yang kokoh bagi pemimpin berikutnya di wilayah-wilayah itu, yaitu Shalahuddin al-Ayyubi, dalam menghadapi Pasukan Salib dan membebaskan al-Quds.
Melindungi Makam Rasulullah
Salah satu kisah yang paling diingat dari prestasi Nuruddin adalah saat dia menggagalkan percobaan pencurian jasad Rasulullah saat dua orang tentara Salib sedang menyamar sebagai orang Muslim Andalusia yang ziarah ke Madinah dan menyewa rumah di dekat Masjid Nabawi, namun diam-diam mereka menggali lubang yang tembus ke bawah makam Rasulullah. Beruntung Nuruddin didatangi Rasulullah dalam mimpinya hingga tiga kali dan menyuruhnya untuk segera datang ke Madinah dan menanggkap si kedua penyusup itu, seperti yang telah banyak diceritakan oleh sejarawan Muslim.
Pemimpin yang Berpegang Teguh pada agama
Selain keberaniannya ia juga terkenal keadilannya, bahkan membangun forum keadilan (Darul-‘Adl) di negerinya. Ia duduk bersama hakim di sana untuk melayani orang yang dizhalimi, sekalipun ia seorang Yahudi, bahkan tak segan untuk mengqishas sekalipun ia keluarganya atau menterinya yang paling berpengaruh.
Pakar sejarah Islam, Imam AdzDzahabi berkata, “Nuruddin pembawa dua panji: keadilan dan jihad. Jarang sekali mata melihat orang sepertinya”. Imam adz-Dzahabi juga mengunggkapkan bahwa Nuruddin bisa menulis karya, baik tulisannya, Ia mengarang buku tentang konsep jihad. Dia juga banyak membaca, rajin shalat berjamaah, berpuasa, membaca al-Quran, bertasbih, hati-hati dalam makanan, menjauhi dosa-dosa besar, meniru-niru para ulama dan orangorang pilihan. Ia termasuk pengikut mazhab Hanafi yang teguh dan mendapat izin untuk meriwayatkan Hadis Nabi.
Baca juga; Lilin Kecil untuk Anak-anak Kita
Wafat
Pada permulaan Syawal 569 / Mei 1174 H Nuruddin terkena penyakit penyempitan tenggorakan. Selama sebelas hari beliau tergeletak di atas ranjangnya dan wafat pada tanggal 11 Syawal 569 / 15 Mei 1174 dan Pusara beliau ada di dekat Madrasah anNuriyah di pusat kota Damaskus. Beliau meninggalkan seorang Isteri, dua orang putra dan seorang putri.
Fauzan imron/sidogiri