Baghdad dibangun oleh Khalifah Abbasiyah Ke-II, Abu Ja’far Al-Mansur pada tahun 145-147 H. Nama lain dari Baghdad adalah: Madinah As Salam, Az-Zaura’, Madinah Al-Mudawwarah, dan Al-Mansuriyah.
Baghdad menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah, pengganti kota Ctesiphon (Madain) yang merupakan ibukota kerajaan untuk Kekaisaran Persia. Saat ini, reruntuhan Ctesiphon terletak di Irak, kira-kira 35 km sebelah selatan kota Baghdad. Pada abad ke-6 masehi, Ctesiphon diperkirakan pernah menjadi kota terbesar di dunia.
Baca Juga: Eksitensi Abbasiyah Pasca Keruntuhan Baghdad
Pada awal mula, Baghdad dibangun dengan dilindungi benteng yang melingkar, oleh karenanya Baghdad juga disebut Madinah Al-Mudawwarah (kota yang melingkar), benteng tersebut mempunyai empat gerbang yaitu Bab al-Khurasan, Bab asy-Syam, Bab al-Kufah dan Bab al-Bashrah.
Pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid (149-193 H) Baghdad mencapai puncak kejayaannya dan dianggap sebagai pusat kebudayaan dunia, saat itu di Baghdad terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu. Di antaranya adalah Baitul Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan yang menjadi pusat pengkajian berbagai ilmu.
Baca Juga: 4 Shafar 656 H, jatuhnya Baghdad Ke Tangan Tartar
Namun pada tahun 10 Februari 1258 (4 Safar 656 H) tentara Mongol berhasil merebut Kota Baghdad dengan menghancurkan masjid-masjid dan perpustakaannya, selain itu khalifah al-Musta’shim berhasil dibunuh dengan cara digulungkan di dalam karpet kemudian dia dibiarkan diinjak-injak kuda. Selain itu lebih dari satu juta orang yang tewas akibat keberutalan tentara Mongol.
Kejatuhan Baghdad tak lepas dari peran dua orang pengkhianat, yaitu: Ibnu al-Alqami dan Nashiruddin ath-Thusi, mereka berdua secara diam-diam membelot kepada pasukan Tartar dengan memberikan bocoran tentang kekuatan dan kelemahan pasukan Muslimin, sehingga pasukan Mongol bisa mengalahkan pasukan Muslimin dengan cepat, akhirnya kota Baghdad pun runtuh dan tak bisa bangkit kembali sampai saat ini.
M. Fauzan Imron/sidogiri