Melebur dengan dinasti Mamluk di Mesir
Pada tahun 656 H/ 1258 M Baghdad diserang oleh pasukan Monggol sehingga mengakibatkan banyak kaum muslimin dibantai oleh tentara Mongol. Namun diantara mereka ada beberapa yang berhasil melarikan diri di antaranya Ahmad al-Muntasir Billah II yaitu sedikit dari anggota keluarga Dinasti Abbasiyah yang lolos, dan akhirnya dia mengungsi ke Kairo dan diterima dengan baik oleh Sultan Adz-Dzahir Baibars.
Nama lengkap Al-Mustanshir Billah II adalah Ahmad bin Azh-Zhahir Biamrillah Abu Nashr Muhammad bin an-Nashir Lidinillah, Khalifah Bani Abbasiyah pertama yang berkuasa dari 659-660 H/ 1261-1262 M dan dilantik di Kairo, Mesir, setelah penaklukan Baghdad oleh orang Mongol pada tahun 656 H/ 1258 M.
Yang pertama kali membaiatnya sebagai Khalifah adalah Sultan azh-Zhahir Baibars, disusul kemudian oleh Hakim Tajuddin, lalu Syaikh al-’Izz bin Abdus Salam dan disusul oleh pejabat lain secara bergilir sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing. Pembaiatan tersebut berlangsung pada tanggal 13 Rajab 659 H / 13 Juni 1261.
Syaikh Quthbuddin berkata: “Dia dipenjarakan di Baghdad. Tatkala Tartar menguasai Baghdad dia dilepas dan melarikan diri dari Baghdad. Dia berjalan ke perbatasan Irak dan tinggal di sana. Tatkala Sultan Azh-Zhahir Baybars mengobatkan diri sebagai sultan, dia datang dan disertai sepuluh orang dari Bani Muharisy untuk menemui sultan. Sultan yang disertai para hakim segera keluar menyambut kedatangannya. Timbul rumor di Kairo tentang siapa dia sebenarnya. Akhirnya dia menegaskan nasab keturunannya di depan para hakim agung, Tajuddin bin Binti al-A’azz. Setelah itu ia dilantik sebagai khalifah.”
Baca Juga: Perang Talas Sejarah Kemunculan Industri Kertas Dalam Islam
Dinasti Abbasiyah eksis di Mesir selama kurang lebih dua setengah abad, secara de Jure pengaruh mereka masih berlangsung, para Khalifah Abbasiyah statusnya menjadi raja secara simbolis, mereka masih dipercaya menjadi pemimpin dalam dalam upacara keagamaan dan kegiatan-kegiatan non pemerintahan. Namun secara de facto yang mengatur roda pemerintahan adalah para Sultan Dinasti Mamluk.
Invasi Dinasti Usmaniyah ke Mesir
Di akhir masa kekuasaan Dinasti Mamluk, terjadi banyak kezaliman yang dilakukan penguasa, ditambah dengan pengabaian hukum-hukum syariat, sehingga menyebabkan sebagian masyarakat dan ulama berkirim surat pada Sultan Selim I dari Dinasti Usmaniyah. Setalah melalui pertimbangan yang matang, akhirnya Sultan Selim I menyetujui permintaan mereka.
Kebetulan Raja Abbasiyah saat itu adalah Muhammad al-Mutawakkil ‘Alallah III yang berkuasa 1509 hingga 1516, dan kembali kembali berkuasa pada tahun 1517, adalah khalifah terakhir Bani Abbasiyah di Kairo.
Di awal Kekhalifahannya ini terjadi Perang antara Armada Portugis yang dipimpin Lourenço de Almeida dengan Armada Mesir. Dalam perang ini armada Portugis berhasil dikalahkan dan pimpinannya terbunuh, tetapi pada tahun berikutnya Armada Mesir beserta sekutunya dikalahkan dalam Perang Gujarat di India sehingga pelabuhan utama di sana direbut oleh Francisco de Almeida dari Kesultanan Gujarat. Beberapa tahun setelah itu, Afonso de Albuquerque merebut Aden, sedangkan pasukan Mesir menderita kekalahan di Yaman. Sultan Al-Ashraf al-Ghawri kemudian mempersiapkan armada baru untuk mengusir musuh dan melindungi pedagang India, tetapi sebelum perang berakhir Mesir telah kehilangan kedaulatannya, dimana Laut merah serta Makkah dan Semenanjung Arabia jatuh ketangan Kesultanan Usmaniyah, namun perjuangan Dinasti Mamluk melawan Portugis diteruskan oleh Dinasti Usmaniyah agar Samudra Hindia tidak jatuh ke tangan Portugis.
Peperangan dengan Sultan Ottoman ini diawali pada 3 Rajab 920 atau 23 Agustus 1514 ketika terjadi peperangan antara Sultan Selim I dari Usmaniyah dengan Syah Ismail dari Persia. Dalam pertempuran itu pasukan Persia dikalahkan sehingga pasukan Turki kemudian menduduki ibu kota Ismail, Tabriz, Mesopotamia, dan sebagian wilayah Armenia (921 H/1515 M).
Baca Juga: Sanad Mata Rantai Eksklusif Umat Islam
Pada tahun 922 H/ 1516 M Selim I berhasil merebut kota Allepo dari tangan Dinasti Mamluk dan kemudian memasuki kota Aleppo dengan disambut sebagai pembebas dari sisa-siaa kekuasaan Mamluk. Dalam benteng kota ia menemukan harta benda yang melimpah dan bernilai jutaan dinar yang disimpan oleh Sultan dan bangsawan Mesir. Kemudian ia bergerak maju ke Damaskus dan berhasil menguasainya, dengan jatuhnya Damaskus ke Tangan Dinasti Usmaniyah maka semua wilayah Syam berhasil dikuasai oleh Dinasti Usmanyah. Setelah menguasai Syam, Selim I bergerak menuju Mesir. Disini Al-Ashraf Tuman Bay telah menjadi Sultan. Kedua pasukan bertemu pada 922 H/ 1517 M di luar kota Kairo. Karena keadaan pasukan Mamluk, serta adanya kecemburuan di antara para amir, juga kurangnya dana dan persenjataan yang memadai, maka Sultan Tuman Bay dapat dikalahkan. Selim I kemudiaan memasuki kota, senjata apinya yang ditempatkan disisi sungai Nil digunakan dalam aksi melawan sisa-sisa pasukan Mesir. Tuman Bay melarikan diri kepada pemimpin badui, tetapi kemudian dikhianati. Ia dibunuh dan mayatnya digantung disalah satu gerbang utama kota Kairo, dengan kematian Tuman Bay maka berakhirlah kekuasaan Dinasti Mamluk. Khatib-khatib di Mesir yang memimpin salat jumat melantunkan doa untuk Selim I. Makkah dan Madinah otomatis menjadi wilayah Selim I.
Setelah tinggal beberapa waktu di lembah Nil Selim I kembali ke Konstantinopel. Khalifah Muhammad Al-Mutawakil III turut serta. Di sini ia bersedia menyerahkan jabatan kekhalifahan lengkap dengan segala wewenang dan hak istimewanya kepada Sultan Selim I dan menyerahkan simbol Burdah Nabi. Ia sempat beberapa lama tinggal di Istanbul. Namun kemudian dipulangkan ke Mesir. Al-Mutawakkil III wafat pada tahun 1543 M. Dengan demikian Kekhalifahan Abbasiyah berakhir dan kekhalifahan Islam beralih ke Dinasti Ajam (non-Arab).
Fauzan Imron/sidogiri