Terkait 22 Oktober yang ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional, bagaimana perspektif Bapak?

Hari Santri merupakan salah satu bentuk penghargaan dan penghormatan negara terhadap masyarakat pesantren, terutama kiai dan santri dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebenarnya negara sudah lama mengakui masyarakat pesantren sebagai sub struktur yang penting dalam bangunan peradaban Indonesia, seperti penganugerahan pahlawan terhadap KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, KH Idham Cholid, KH Zainul Arifin, KH Abdulwahab Chasbullah dan yang lain. Para kiai tersebut dianugerahi pahlawan sebagai simbol adanya masyarakat pesantren di Indonesia yang penting. Era reformasi makin membuka tabir perjuangan masyarakat pesantren tempo dulu, termasuk membuka ruang kompetisi secara fair di waktu-waktu mendatang. Dan saya lihat masyarakat pesantren makin siap berkompetisi mengisi kemerdekaan. 

Ada pihak yang senang ada pula yang tidak setuju dengan penetapan hari santri ini, bagaimana pembacaan Bapak?

Saya menyimpulkan mereka yang tidak senang bukan berarti mengingkari peran masyarakat pesantren di negeri ini. Bagi saya sepanjang alasannya bukan pengingkaran terhadap entitas ‘santri’ ya nggak masalah tidak setuju. Karena alasannya bukan pengingkaran peran dan fungsi ‘santri’ sepanjang sejarah Indonesia maka pihak yang tidak setuju itu sangat kecil, tidak signifikan. Sementara pihak yang senang sangat besar, baik dari kalangan muslim ataupun non muslim. Lembaga Persahabatan Ormas-Ormasi Islam (LPOI) menyambut dengan senang. Panglima TNI Bapak Gatot Nurmantyo bahkan perlu membuat pidato khusus tentang hubungan santri dengan TNI. PBNU menerima ucapan Hari Santri dari berbagai kalangan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Artinya, entitas ‘santri’ di negeri ini tercatat dalam sanubari bangsa Indonesia dan dunia sebagai kelompok yang bermanfaat yang perlu diapresiasi.

Baca Juga: Santri Nasionalis Sejak Sebelum Kemerdekaan

Selama ini santri sepertinya masih dianggap sebagai komunitas yang terdikotomi, apakah penetapan Hari Santri ini merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap eksistensi serta peran dan kontribusi kaum santri?

Di setiap kelompok masyarakat Indonesia pasti terdapat entitas ‘santri’. Mereka kemudian bertemu dengan yang lain hingga terbentuk sub struktur masyarakat yang dikenal dengan nilai dan norma keislamannya yang berkarakter. Mungkin secara spiritualitas terdapat dikotomi meski sulit ditangkap indera, namun dalam sruktur sosial tidak ada dikotomi santri-non santri. Ingat lho, PDI Perjuangan satu-satunya partai yang dalam Rakernasnya memutuskan mendukung dan minta agar Pemerintahan Jokowi-JK segera menetapkan Hari Santri. Jadi tidak ada dikotomi itu.

Benar, Hari Santri ini pengakuan negara, yang pengesahannya di masa Pemerintahan Jokowi-JK. Kiai Said Aqil, Ketua Umum PBNU berkali-kali menyampaikan urgensi tanggal 22 Oktober 1945 kepada Presiden Jokowi, dan alhamdulillah diterima. Maka terpilih tanggal 22 Oktober ini kado terindah negara untuk masyarakat pesantren, termasuk cara cerdas pemerintah melengkapi sejarah bangsa Indonesia yang masih terselip di mana-mana, termasuk yang masih terselip di bilik-bilik pesantren. Ini penting karena banyak yang tidak tahu kontribusi besar masyarakat pesantren dalam meruntuhkan otoritarian kekuasaan kolonial Belanda dan sekutunya.

Banyak pihak mengatakan penetapan ini hanya sebagai pemenuhan janji atau kontrak politik saja?

Terserah apapun perkataan orang, nyatanya tidak mampu mereduksi apalagi menafikan peran, tugas, dan fungsi masyarakat pesantren di bumi Indonesia, dari dulu hingga kini. Di era Pemerintahan Jokowi-JK inilah tabir makin tersingkap. Keputusan Pemerintahan Jokowi-JK ini wasilah saja, hakikatnya takdir Allah untuk membuka tabir tentang Kiai Abdul Jalil bin Fadlil, Kiai Sa’doellah Nawawi, dan para kiai lainnya termasuk pasukan Hizbullah-Sabilillah. Dan saya yakin ini terus menggelinding, membesar dan di waktu-waktu mendatang masyarakat pesantren makin kukuh dan makin ke tengah.

Baca Juga: Pesantren, Santri, Dan Perdamaian

Apakah santri memang membutuhkan pengukuhan melalui peringatan hari-hari seperti itu?

Para kiai dan santri yang telah berjuang untuk negeri ini sudah pasti tidak memerlukan pengukuhan Hari Santri. Sebagaimana para ibu yang ikhlas membesarkan dan mendidik anak-anaknya, tidak memerlukan Hari Ibu. Ini bagus untuk merawat etos perjuangan anak bangsa. Namun bukan berarti keikhlasan mereka tidak perlu diapresiasi. Negara tidak boleh abai terhadap kelompok masyarakat yang nyata-nyata memilih hidup di jalan perjuangan dan pengabdian. Dan saat ini pemerintah telah memutuskan untuk mengapresiasinya.

Terlepas dari pro-kontra terkait hari santri, apa yang seharusnya dilakukan kaum santri menyikapi dan menyambut Hari Santri ini?

Hari Santri ini momentum bagi santri untuk makin gigih belajar hingga ahli di bidangnya masing-masing, dan berkiprah di tengah masyarakat. Pengakuan dari masyarakat dan negara telah nyata sehingga tidak ada lagi hambatan psikologis untuk berkompetisi di tengah kehidupan yang makin kompleks ini. Era modern itu menjadikan hidup mirip mesin-mesin produksi. Nah, santri harus mampu berperan di segala lini, ada yang mampu menciptakan mesin tersebut, ada yang mampu mengoperasikannya, termasuk ada yang mengarahkan agar mesin tidak memproduksi sesuatu yang berkonsekuensi negatif.

Pasca penetapan Hari Santri tentu Pemerintah berpikir untuk bisa berbuat yang lebih baik terhadap masyarakat pesantren. PBNU pun telah menyiapkan konsep sebagai masukan kepada Pemerintah agar pola pendekatan pembangunan yang ia lakukan terhadap masyarakat pesantren sesuai dengan daftar kebutuhan masyarakat pesantren. Seperti perlakuan dan alokasi anggaran yang sama di bidang pendidikan, ekonomi, sosial budaya, dan lainnya. PBNU tidak ingin Hari Santri hanya sebatas tambahan acara seremonial bagi Pemerintah Pusat dan Daerah.[]

Spread the love