Oleh: Fajar Izzul Haq*  

Tragedi Muslim Rohingnya di Myanmar merupakan bukti nyata adanya konflik antar umat beragama. Konflik yang didasari oleh perbedaan agama, dan agama Islam sebagai minoritas menjadi sorotan dunia international. Puluhan ribu warga Muslim Rohingnya yang mengungsi di Bangladesh terpaksa harus menerima keadaan ketika daerah kelahirannya dibakar dan dibumihanguskan oleh pemerintah Myanmar.

Tidak hanya itu, virus islamophobia juga menyebar luas di negara-negara barat. Umat Muslim yang hidup sebagai minoritas terpaksa harus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran yang membayangi. Dibuktikan oleh banyaknya kejadian kekerasan, ancaman dan diskriminasi terhadap umat Muslim. Seperti yang terjadi baru-baru ini, enam orang termasuk tiga anak terluka setelah sebuah mobil meluncur ke jalur pejalan kaki di luar pusat olah raga Newcastle, tempat warga berkumpul usai Shalat Ied dan merayakan hari raya Idul Fitri (Kompas.com). Terlebih banyaknya ancaman dan olok-olokan terhadap masjid-masjid yang ada di Australia.

Baca juga: Suguhan Novel Budaya Pesantren

Konflik-konflik tersebut didasari oleh perbedaan ideologi umat beragama. Umat Muslim yang berada di negara mayoritas non-Islam, tidak hidup dalam keadilan dan kesejahteraan beragama. Hal ini karena banyaknya tuduhan teroris terhadap umat Islam. Padahal, pada dasarnya tindak terorisme itu tidak dilakukan oleh kebanyakan umat Islam yang benar-benar mengamalkan keislamannya. Melainkan, mereka adalah oknum-oknum Islam yang gagal memahami makna Islam yang sebenarnya.

Dan realitasnya, tidak satupun negara yang mayoritas penduduknya Muslim mendiskriminasi penduduk lain yang beragama non-Islam. Seperti yang terjadi di Indonesia. Negara Indonesia adalah negara yang berdiri di atas pluralitas masyarakatnya dalam beragama. Pemeluk non-Islam yang ada di Indonesia memiliki hak setara dengan penduduk Muslim sebagai mayoritas. Di kancah politik sekalipun, semua agama yang secara de jure diakui di Indonesia, berhak menempati kursi pemerintahan.

Padahal, pada dasarnya terbentuknya perdamaian itu dapat terwujud dengan doktrin agama yang menjadi sebuah ideologi. Karena pada hakikatnya, tidak satupun agama di dunia ini yang mengajarkan kekerasan dan peperangan. Tetapi pada kenyataannya, masih banyak konfl ik di dunia ini yang didasari oleh perbedaan ideologi beragama. Maka, datanglah agama Islam dengan membawa dan menyebarkan perdamaian. Karena pada konsepnya, agama ini memiliki ajaran yang sangat agung, seperti Ukhwah (Persaudaraan), Itihadiyah (Persatuan), dan Musyawarah.

Maka, untuk mewujudkan perdamaian yang dicita-citakan itu, dibutuhkan pribadi Muslim yang tetap berpegang teguh terhadap kemurnian ajaran Islam. Yang dapat beradaptasi dengan budaya masyarakat dan tidak dengan tindak kekerasan. Seperti masuknya agama Islam ke Indonesia. Saat Islam masuk ke Indonesia, saat itu pula folklor keislaman berkembang hingga saat ini. Terlepas dari banyaknya teori masuknya Islam ke Indonesia, agama ini masuk melalui jalan damai yang dibawa oleh para pedagang dan sufi .

Dan untuk mewujudkan pribadi yang demikian, dibutuhkan suatu lembaga pendidikan keagamaan Islam yang mengajarkan nilai-nilai keislaman yang sesungguhnya. Yaitu, Pondok Pesantren. Lembaga pendidikan keislaman ini sudah ada di Indonesia sejak Abad ke-13 M, bahkan ada yang mengatakan jauh sebelum itu. Membahas pesantren, maka, tidak asing dengan istilah santri, yaitu nama bagi seseorang yang mendalami ilmu keagamaan di pesantren. Pendidikan pesantren terkenal dengan metode pendidikan kemandirian dan ilmu keagamaan yang kuat. Dan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, dapat mewujudkan pribadi yang cerdas dan juga santun. Pribadi seperti inilah yang akan menjadi sebuah hal vital bagi terwujudnya perdamaian dunia.

Maka, doktrin agama adalah satu hal yang dapat mendukung terwujudnya perdamaian dunia. Khususnya agama Islam. Dengan konsep Ukhuwah (Persaudaraan) yang dibawanya itu, perdamaian dunia dapat terwujud. Dan terlebih peran pesantren sebagai satu-satunya lembaga pendidikan keislaman yang tidak hanya mengajarkan ilmu akademis tetapi juga ilmu bersosial. Dimana hal itu sangat berperan aktif dalam tercapainya perdamaian dunia. Jadi, santri sebagai orang yang menuntut ilmu di pesantren yang kelak dapat membawa dan menebarkan perdamaian di seluruh dunia.

*Santri Diniyah PP. An-Nur II, Malang

Spread the love