LGBT dan Agama
Hubungan seseorang dengan sesama jenisnya, dalam arti hubungan yang mempresentasikan ‘suami-istri’, adalah hubungan yang jelas dilarang dan dilaknat oleh agama, tidak saja agama Islam, tetapi juga agama-agama yang lain, seperti Yahudi dan Kristen. Karena itu, trend dan gerakan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender/Transeksual (LGBT) tidak disanksikan lagi merupakan sesuatu yang dilarang dan dilaknat oleh agama-agama, dengan ancaman hukuman yang sangat berat.
Tentu saja tulisan dengan alokasi halaman yang sangat terbatas ini sangat tidak memadai untuk menguraikan dalil-dalil keagamaan yang menjelaskan hal itu, baik dari agama Islam, Kristen, maupun Yahudi. Untuk mengetahuinya, barangkali pembaca cukup searching pada mesin pencari di internet, jika memang tidak berkesempatan untuk mencarinya di kitab-kitab suci secara langsung.
Maka dengan demikian, pembacaan dan penafsiran apa pun yang dilakukan oleh para pengusung dan pendukung LGBT untuk melegalkan perilaku keji tersebut atau untuk melindungi eksistensinya dengan bertameng di balik Hak Asasi Manusia, adalah bentuk penyimpangan lain yang sesungguhnya lebih parah daripada penyimpangan LGBT itu sendiri. Karena boleh jadi pelaku LGBT tidak berkepentingan dengan orang lain dan membatasi LGBT itu untuk konsumsi pribadi. Adapun pendukung dan pembelanya malah mengambil virus LGBT itu untuk disebarkan kepada orang lain.
LGBT dan Kedokteran
Selaras dengan patokan agama Islam dan agama-agama lain yang menggariskan LGBT sebagai perkara terlaknat yang mesti dihindari, begitupun dengan sudut pandang kedokteran, dalam hal ini adalah dokter kejiwaan dan para psikolog. Sejak lama, atau bahkan sejak awal, orang yang punya kecenderungan seksual kepada sesama jenisnya; laki-laki suka pada laki-laki atau perempuan suka pada perempuan, serta orang yang tidak nyaman dengan kelamin fitrahnya; laki-laki ingin mengubah diri menjadi perempuan atau sebaliknya, semua itu dikategorikan sebagai masalah kejiwaan dan gangguan jiwa.
Artinya, pelaku LGBT dalam pandangan para psikiater atau psikolog adalah pasien-pasien yang harus disembuhkan, karena mereka sedang mengalami masalah kejiwaan yang kronis. Seperti halnya orang gila, setres berat, depresi, dan semacamnya, pengidap penyakit LGBT juga mesti diterapi untuk disembuhkan, dengan tahapan-tahapan tertentu agar mereka kembali normal dan hidup sesuai dengan fitrahnya.
Baca Juga: LGBT dan Kegilaan Berjamaah
Itulah sebabnya bersamaan dengan maraknya isu seputar LGBT yang menyulut pro-kontra belakangan ini, Danardi Sosrosumihardjo, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI), merasa berkepentingan untuk menegaskan bahwa “Orang homoseksual dan biseksual dikategorikan sebagai Orang Dengan Masalah Kejiwaan (OMDK). Sedangkan transeksualisem dikategorikan sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)”. Hal tersebut, kata Danardi, didasarkan pada Undang-undang nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa dan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III.
LGBT dan Propaganda
Akan tetapi di suatu tempat nun jauh di sana, ada sekelompok masyarakat dengan pandangan keagamaan yang berbeda, pandangan politik yang berbeda, serta pandangan sosail dan moral yang juga berbeda. Mereka memiliki pengalaman keagamaan, sosial, moral, dan politik yang berbeda, dilingkupi oleh lingkungan berbeda, mengalami masalah kemanusiaan yang berbeda, mendapati tekanan politik yang berbeda, dan hal-hal berbeda yang lain.
Maka dengan latar belakang yang seperti itulah, akhirnya mereka memperlakukan banyak hal yang berbeda dengan kita di Indonesia, dengan masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia dan bahkan dengan umat manusia yang menghuni planet bumi ini. Itulah Amerika Serikat atau lebih tepatnya segelintir orang yang memiliki pengaruh di Amerika Serikat, yang bisa mendikte ke arah mana negara itu mesti dikemudikan.
Satu contoh: dukungan terhadap penjajahan Israel atas Palestina. Adalah fakta bahwa pendudukan Israel atas Palestina itu adalah penjajahan dan itu jelas diakui oleh negara-negara dunia dan bahkan masyarkat Barat secara umum dan masyarakat AS secara khusus, juga ikut mengutuk penjajahan tersebut. Bahkan sebagaian orang-orang Yahudi sendiri (yang antizionis) juga mengutuk penjajahan tersebut serta mendukung kemerdekaan Palestina.
Namun, fakta yang kita lihat di depan mata setiap hari, sangat bertolak belakang dengan pandangan waras yang menjadi kesadaran umum setiap umat manusia. Siapa pun boleh mengatakan pendudukan Israel atas Palestina adalah kegilaan, tetapi AS dan kawan-kawannya akan tetap mendukung penuh pendudukan itu karena mereka mengalami tekanan politik tertentu, hubungan politik dan kontrak politis tertentu, yang tidak dialami oleh negera-negara dan komunitas masyarakat di belahan dunia yang lain.
Baca Juga: LGBT, HAM yang Melanggar HAM
Begitupun halnya dengan eksistensi LGBT. Siapa pun boleh mengatakan perilaku LGBT itu bertentangan dengan aturan-aturan agama dan karenanya harus diluruskan. Kecenderungan LGBT itu dikategorikan sebagai masalah kejiwaan dan gangguan jiwa dan karenanya harus diobati dan disembuhkan. Trend LGBT itu mengancam stabilitas keluarga, masyarakat, hubungan sosial, dan berpotensi mengacaukan kehidupan umat manusia. Namun, AS dan kawan-kawannya tak bergeming dan terus menggelontorkan dana ratusan miliar untuk mendukung dan mengkampanyekan LGBT.
LGBT dan Kita
Membaca uraian singkat di atas, setidaknya kita bisa mendapatkan gambaran pengantar soal di manakah sebetulnya akar permasalahan yang kita hadapi perihal LGBT ini. Memang, virus LGBT pada mulanya diidap oleh segelintir orang, sebagaimana penyakit gila juga terjadi pada segelintir orang di dunia ini. Namun, karena LGBT dan gila adalah penyakit jiwa yang berbeda maka pengidap virus LGBT itu bergerak merangsek ke arah Hak Asasi Manusia. Mereka minta diakui eksistensinya, perkawinan mereka disahkan oleh agama dan negara, dan seterusnya.
Akhirnya, dunia Barat, yang dikomandani oleh AS, menyambut seruan mereka, karena memang mereka punya kriteria sendiri soal Hak Asasi Manusia, soal baik dan buruk, soal moral, soal aturan agama, dan lain sebagainya. Karena itu ketika kita memperhatikan ke sekeliling, tampak bahwa orang yang mendukung LGBT adalah orang yang sama dengan mereka yang mendukung Ahmadiyah, Mosadeq, Syiah, dan aliran-aliran sesat yang lain. Jadi kita tahu sebetulnya dalam hal ini kita sesungguhnya berhadapan dengan siapa.
Moh. Achyat Ahmad/sidogiri