Isu LGBT terlanjur ramai menggelinding. Pro-kontra mencuat. Komunitas-komunitas LGBT mengampanyekan propaganda meminta legalitas. Dalih HAM dan kebebasan setiap warga negara sebagai alat. Protes keraspun mengemuka. Mayoritas masyarakat Indonesia menganggap perilaku LGBT melanggar nilai-nilai moral, norma susila dan ajaran agama. Bagaimana pandangan ulama menyikapi hal ini, berikut wawancara Alil Wafa, dari sidogiri media dengan KH Marzuki Mustamar, ulama kharismatik dan produktif pengasuh PP Sabilurrasyad Malang.
Topi LGBT lagi memanas, bagaimana kiai membaca fenomena ini?
Hal yang shârih dan wâdhih (jelas) tidak perlu pro kontra. Ikhtilaf yang muktabar itu jika terjadi antara para ulama, para ahlinya, mereka yang memang pakar dalam ilmu syariah. Pro kontra antara ulama dan juhhâl (orang bodoh) itu tidak muktabar, apalagi antara muthî’în (orang-orang taat beragama) dan ‘ashîn (ahli maksiat) bahkan ashhâbul-kabâir, jelas-jelas salah. Kalau itu dituruti, nanti minta juga dilegalkan menikah dengan anjing, alasannya hak asasi. Wes jelas-jelas liwath (senggama lewat anus, red) dalam Islam sudah jelas.
Mereka itu kurang ajar, katanya sarjana Islam, ketika Allah berfirman (yang artinya) Alllah menjadikan dari diri kalian berpasang-pasangan, lafal “azwâja” kata mereka tidak mesti suami-istri, “azwâja” itu ya berpasang-pasangan, yang namanya pasangan itu ya bisa laki-laki ya bisa perempuan, bisa juga sesama laki atau sesama perempuan. Meskipun secara lafal memungkinkan begitu, tapi secara syar’i tak pernah sekalipun Nabi, Sahabat, dan para ulama yang menoleransi hal seperti itu. Ini benar-benar ra’yun jadîd (pendapat baru), bidah fir-ra’yi (pendapat bid’ah), jelas menyimpang.
Baca Juga: Merangkul LGBT?
Menurut para liberalis ini LGBT adalah Hak Asasi Manusia?
Hak Asasi Manusia itu untuk mengangkat harkat manusia, bukan untuk menjerumuskan manusia. Nantinya akan merembet pergaulan bebas, zina, dan pacaran, alasannya hak asasi. Dari zina lalu hamil, akhirnya anak diaborsi, dibunuh, ini pelanggaran HAM berkedok HAM, membunuh janin. Ini Ham yang menyesatkan. Kalau dia nikah dengan anjing, lalu alasannya hak asasi apa martabatnya naik? Beda dengan ajaran Islam, begitu sakinahnya kita umat Islam; menikah kemudian memiliki ini, ada harapan bahagia di hari tua, ada anak-anak yang merawat kita.
Ham yang melanggar ham itu gak boleh. Seperti orang bangun rumah, memang di tanahnya sendiri, tapi sangat pas, ngepres ke tanah orang lain, bangunannya sangat tinggi hingga menghalangi sinar matahari dan angin ke rumah di sebelahnya, tetesan air hujan ke tanah tetangganya, alasananya HAM, tanahku sendiri. Gak mau kalah tetanggannya buat kolam lele yang dalam pas di samping rumah tadi, alasannya juga HAM. Kan bisa ambruk rumah di sampingnya.
Ham itu juga harus memperhatikan kepentingan bersama, HAM tidak boleh menimbulkan mafsadah, gak boleh gara-gara ham semaunya sendiri. Akibatnya nanti terkotak-kotak, sendiri-sendiri, pecah-belah, buat negara kecil-kecil, akhirnya mudah untuk diduduki dan dijajah, ini membahayakan NKRI.
Kaum LGBT beranggapan apa yang mereka alami adalah fitrah, takdir tuhan yang tak bisa disembuhkan?
Yang gak bisa disembuhkan itu mati, jelas itu hadisnya, semua penyakit ada obatnya kecuali mati. Mereka gak jujur. Awalnya mereka, nuwun sewu medok (laki-laki bergaya perempuan), di panggung-panggung ludruk dan acara-acara TV, ternyata kebetulan orang suka, ditertawakan orang, akhirnya banyak yang ngundang, terus dapat uang, akhirnya jadi keterusan.
Beberapa orang yang coba pakai olahraga keras. Kalau pakai celana memilih yang jeans, kaos milih yang maskulin, baju kayak banser atau tentara, kemudian di gembleng di pondok, diajak wiridan jamaah, kerja berat, akhirnya sembuh juga, banyak yang sembuh kok.
Baca Juga: Pantangan Utama Generasi Baru
Seberapa berbahayakah virus LGBT ini?
Bahaya atau tidak, mengancam atau tidak, bergantung jumlahnya, bergantung pergerakannya, masif apa tidak. Tapi lebih baik dicegah dari dini, mumpung belum keterusan, sebab kalau itu dibiarkan akan semakin besar dan mengancam Hak Asasi Manusia itu sendiri. Laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, nuwun sewu dengan tehnik apa mereka mencapai orgasme.
Ada sesumbar, kenapa mereka tidak ditimpa azab oleh Allah I?
Persis seperti orang jahiliyah, mereka nantang-nantang, matâ as-sâ’ah, kapan kiamat, mereka minta disegerakan azab. Allah itu maha bijaksana, mereka memang berdosa, tapi banyak juga yang hidup di antara mereka yang tidak berdosa. Jika azab itu turun yang kena bukan hanya pelakunya, semuanya juga kena, yang soleh yang ahli wirid dan ahli tahajud pun juga kena. Cuma hikmahnya lain, bagi mereka yang maksiat, kenapa azab tidak datang itu bisa jadi imhâl, mereka diberi kesempatan untuk bertobat, tapi bisa jadi itu istidrâj, merasa benar sendiri lama-lama ternyata mati sû’ul-khâtimah.
Kata mereka kaum sodom hanya dongeng?
Terserah mereka, mereka disuruh membuktikan adam itu benar-benar ada atau enggak, mereka juga gak bisa. Akhirnya mereka lebih percaya Darwin, manusia dari kera katanya. Kalau mereka minta bukti ilmiah bukan hanya itu saja, banyak. Kebenaran itu gak harus selalu empiris, kalau kebenaran itu harus empiris semua, berarti nabi itu salah semua. Nabi itu kebenaran sam’iyat (dogma) bukan waqâ’i (empiris). Allah berjanji akan terus mengungkap kebenaran, cuma tinggal mereka bisa iman atau tidak. Mereka kalau dibiarkan nanti lama-lama mengatakan surga tidak bisa dibuktikan, neraka juga.
Pesan untuk LGBT, masyarakat, dan pemerintah?
LGBT jujurlah kalau sampean beriman apapun agamamu tidak ada agama yang memperbolehkan LGBT, hatta di Kristen pun dilarang, fatwa pastur-pastur seperti itu. Perkara kamu tidak iman, itu urusan kamu. Mohon dalil yang mana yang menghalalkan. Kalau tidak beriman keluar dari Indonesia. Ini negara untuk orang-orang yang beriman, apapun kepercayaannya. Gak ada agama yang mengajarkan hal itu.
Kepada pemerintah, harus bijaksana tapi tegas, tegas tapi bijaksana. Secara serius, bareng-bareng dengan ulama, kerja sama dengan pesantren mana, atau buat kompleks tertentu, dititipi yang punya penyakit-penyakit seperti ini, pendekatannya agama, militer, olahraga berat, medis, kejiwaan, psikiater di situ.
Kepada masyarakat umum yang awam, jangan jauh-jauh dari kiai, ketika ada masalah apapun yang terkait dengan masalah ideologi jangan menyikapi apapun sebelum sowan kepada kiai. Terus kiai-kiainya juga perlu turun gunung, perlu jemput bola. Pastur dan pendeta saja turun gunung ke kampung-kampung. Kalau kiai-kiai di pondok saja, bisa saja nanti di pondoknya sukses tapi kampungnya rusak.