Dan Penolakan Keyakinan menyimpang ‘Semua Agama itu Benar’

Selogan ‘semua agama itu benar’ sudah lama digencarkan oleh kelompok liberalis dan peluralis. Meskipun rapuh secara teoristik dan argumentasi, sayangnya paham demikian sanglatlah laris-manis di kampus-kampus pendidikan, bahkan sekelas kampus berbasis Islam. Mengapa sangat laris-manis dan diikuti banyak kalangan? Tiada lain oleh karena paham liberalis dan pluralis mereka bungkus dengan bahasa kontemporer dengan ajakan toleransi antar umat beragama yang membuat wah audien yang mendengarkan. Ditambah lagi disebabkan oleh faktor kebodohan dan keminiman pemahaman dan pemantapan akidah orang-orang awam, baik di perkuliahan maupun masyarakat secara umum. Inilah yang disebut dengan Liberalisasi akidah Islam.

Liberalisasi akidah Islam dilakukan dengan penyebaran paham “pluralisme agama”. Paham ini pada dasarnya menyatakan, bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Jadi, menurut penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama. Atau mereka menyatakan, bahwa agama adalah persepsi relatif terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga – karena kerelatifannya – maka setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini, bahwa agamanya sendiri yang lebih benar atau lebih baik dari agama lain; atau mengklaim bahwa agamanya sendiri yang benar.

Di majalah Gatra edisi 21 Desember 2002. Ulil Abshar mengatakan: “Semua agama sama, semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi Islam bukan yang paling benar “. Nuryamin Aini, dosen Fakultas Syari’ah UIN Jakarta mengatakan: “Tapi ketika saya mengatakan agama saya benar, saya tidak punya hak untuk mengatakan bahwa agama orang lain salah, apalagi kemudian menyalah-nyalahkan atau memaki-maki.

Baca Juga: Relativisme Kebenaran?

Pemahaman bahwa agama Islam agama relatif benar dan salah tentu sangatlah bertentang dengan ajaran pokok Islam. Sebab, dalam pandangan Islam, paham Pluralisme Agama ini jelas merupakan paham syirik modern, karena menganggap semua agama adalah benar. Keyakinan akan kebenaran Dinul Islam sebagai satu-satunya agama yang benar dan diridloi Allah swt, adalah konsep yang sangat mendasar dalam Islam. Iman adalah kata lain dari tashdiq, yakni kepercayaan yang mengakar kuat. Iman tidak mungkin berkumpul menjadi satu dengan keragu-raguan. Allah menegaskan dalam al-Qur’an:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ (ال عمران: 19)

“Sesungguhnya agama yang benar (yang diterima) di sisi Allah ialah Agama Islam.”  (Ali Imran: 19)

Para ulama tafsir sepakat bahawa agama yang benar dan diterima di sisinya ialah agama Islam. Di antaranya Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa pada ayat di atas, Allah memberi kabar bahwa tiada agama yang diterima di sisi-Nya selain agama Islam. Yakni, mengikuti para rasul yang diutus oleh Allah di setiap zaman hingga dipungkasi dengan diutusnya Nabi Muhammad, yang mana Allah menutup segala jalan menuju-Nya kecuali dari jalan dan syariat Baginda Nabi. Maka barangsiapa yang mengahadap Allah setelah terutusnya Nabi Muhammad dengan beragama lain selain syariat dan ajaran Rasulullah, maka dia tidak diterima oleh Allah.

Penjelasan Imam Ibnu Katsir di atas bukanlah pendapat yang serampangan sebagaimana kicauan-kicauan orang-orang liberalis-pluralis yang abal-abal tidak mendasar. Pendapat Imam Ibnu Katsir juga diperkuat dengan firman Allah yang berupa:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (آل عمران:85)

“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka dia tidak diterima. Kelak di akhirat dia tergolong orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

Jadi jelas, bahwa anggapan ‘agama Islam relatif benar dan salah atau anggapan’ atau ‘semua agama adalah sama-sama benar’ merupakan keyakinan yang batil dan tidak mendasar dalam ajaran agama Islam itu. Entah lagi, bisa jadi kelompok Liberalis-Pluralis dicuci otaknya oleh doktrin-doktrin orang-orang Barat yang ingin merusak akidah umat Islam secara umum. Namun, mereka tidak sadar. Wal ‘Iyadzu billah.

Baca Juga: Menggugat Paham Relativisme Tafsir Al-Quran

Kemudian salahkah jika seorang Muslim menyakini bahwa ‘agama Islamlah yang benar’ dan ‘agama lain ialah agama sesat’? Tentu boleh, bahkan wajib bagi setiap Muslim berkeyakinan demikian. Sebab, seorang Muslim yang Mukmin wajib menyakini bahwa syariat dan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah ialah ajaran yang benar, dan ini tergolong Iman yang merupakan bagian dari tiga Trilogi akidah Islam.

Jadi perkataan Nuryamin Aini, dosen Fakultas Syari’ah UIN Jakarta salah dan batil, bahkan mirisnya perkataan itu juga disampaikan oleh mantan Menteri Agama RI bulan-bulan kemarin. Allah menegaskan dalah al-Qur’an:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (الأنعام/153)

“Jalanku inilah (Islam) jalan yang lurus, maka ikutlah dan janganlah kalian mengikuti agama-agama lain hingga menyebabkan kalian berpisah dari jalan Allah yang lurus.” (Al-An’am: 153)

Jika seorang muslim tidak boleh meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar, dan agama lain adalah salah, maka kita bertanya-tanya, untuk apa ada konsep teologi Islam? Jika seorang tidak yakin dengan kebenaran yang dibawanya – karena semua kebenaran dianggapnya relatif – maka untuk apa ia berdakwah atau berada dalam organisasi dakwah? Untuk apa ia menyeru orang lain mengikuti kebenaran dan menjauhi kemungkaran, sedangkan ia sendiri tidak meyakini apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah. Pada akhirnya, golongan “ragu-ragu” akan “berdakwah” mengajak orang untuk bersikap “ragu-ragu” juga. Mereka sejatinya telah memilih satu jenis “keyakinan” baru, bahwa tidak ada agama yang benar atau semuanya benar.

Selain barusan, paham menyimpang di atas justru utopis. Ia jelas mengingkari kebenaran yang diyakini oleh masing-masing penganut pandangan, aliran, paham, agama dan ideologi yang memang plural tersebut. Sebab, betapapun tolerannya penganut paham tertentu, dia tetap berkeyakinan, bahwa apa yang dianutnya adalah benar. Baginya, kebenaran yang dianutnya itu bukanlah klaim. Karena itu, orang Kristen, Hindu, atau yang lain pasti akan marah, kalau kebenaran yang mereka yakini itu dianggap klaim. Apa lagi kemudian masing-masing disuruh melakukan kompromi, dengan merelatifkan kebenaran yang mereka yakini, itu pasti tidak akan mereka terima. Itulah yang ditunjukkan oleh Magnis Suseno. Karena itu, dengan keras Magnis Suseno menolak pluralisme. Jadi, paham pluralisme dengan gagasan klaim kebenarannya itu jelas utopis, tidak membumi, dan justru bertentangan dengan fitrah keyakinan manusia. Wallahu A’lam bish-Shawab.

Muhammad Baihaqi M-07

Spread the love