Tidak diragukan lagi bahwa persatuan dan kesatuan merupakan salah satu aspek terpenting yang mesti ada dalam diri umat dan bangsa, manakala umat dan bangsa itu ingin menciptakan kekuatan, meraih kemenangan, dan menggapai kemajuan.

Ini merupakan sunnatullah yang pasti berlaku dalam kehidupan dunia ini, sehingga umat dan bangsa manapun yang berhasil menciptakan persatuan dan kesatuan dalam diri mereka, lalu secara bersama-sama bergerak menuju tujuan yang diinginkan, maka mereka akan segera berhasil mewujudkannya.

FANATISME

Aspek persatuan umat dan bangsa inilah yang menjadi kunci kemenangan, kejayaan, dan kemajuan umat Islam pada masa lalu. Rasulullah SAW mengupayakan terwujudnya persatuan umat Islam dengan cara mengikatkan tali persaudaraan antarumat Islam, memupuk rasa cinta sesama mereka, sehingga keimanan seorang Muslim dianggap tidak sempurna manakala ia tidak mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Nabi SAW juga menggambarkan umat Islam sebagai satu jasad yang utuh, di mana jika salah satu anggota badan ada yang sakit, maka seluruh anggota badan yang lain juga akan ikut merasakannya. Adapun dalam membangun persatuan bangsa, Rasulullah SAW mendeklarasikan Piagam Madinah.

Baca Juga: Mengikis Habis Fanatisme

Hal yang sama juga menjadi kunci keberhasilan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, meraih kemerdekaannya, dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari banyak suku dan bangsa, dengan perbedaan bahasa, tradisi, warna kulit, bahasa, dan agama.

Tanpa adanya persatuan, bangsa ini tidak akan bisa mengusir penjajah yang datang silih berganti, tidak akan bisa meraih kemerdekaan, serta tidak akan bisa membangun negara kesatuan sebagaimana kita saksikan saat ini. Itulah sebabnya kenapa persatuan menjadi salah satu sila dari lima sila yang merupakan falsafah negara ini.

FANATISME DAN KEPENTINGAN

Terkait dengan hal itu, akhir-akhir ini umat dan bangsa Indonesia tampak kehilangan aspek penting ini dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara mereka. Absennya persatuan dari diri umat Islam tampak dalam berbagai kasus yang diduga kuat merupakan penistaan dan penodaan terhadap agama Islam, namun justru suara umat Islam sendiri tidak seragama dalam menanggapi dan meresponnya.

Baca Juga: Bahaya Virus Fanatisme

Misalnya ketika ada seorang penceramah diduga menyepelekan Baginda Nabi dan menyamakan beliau dengan manusia biasa, justru ada sebagian umat Islam yang membelanya. Dalam kasus lain, ketika media-media internasional memberitakan adanya perilaku zalim dan penindasan terhadap umat Islam Uighur, lagi-lagi umat Islam Indonesia tidak satu suara.

Sedangkan hilangnya persatuan pada diri bangsa malah semakin jelas kita lihat dari berbagai kasus yang terjadi silih berganti, terutama sekali pasca Pemilu pada 2014 silam. Nah, hilangnya persatuan dari diri umat dan bangsa Indonesia ini setidaknya disebabkan oleh faktor fanatisme dan kepentingan.

Sikap fanatisme golongan, ormas, parpol, atau tokoh tertentu, jelas membikin umat terpecah-pecah, bersikeras untuk mempertahankan egoisme dan egosentrismenya masing-masing, sehingga mereka tidak bisa diajak secara bersama-sama mengupayakan kesuksesan yang lebih besar yang akan dirasakan oleh segenap umat dan bangsa tanpa terkecuali.

Baca Juga: Fanatisme Merusak Akal Sehat

Selain faktor egoisme, faktor kepentingan juga telah membikin umat dan bangsa ini menjadi tidak utuh, sehingga mereka tidak bisa satu suara dalam hal apapun, termasuk untuk sesuatu yang jelas-jelas merugikan bangsa dan negara, misalnya perihal jebakan dan serangan China melalui sektor keuangan, serta ancaman China terhadap teritorial dan wilayah NKRI.

Spread the love