Perkara merajut ukhuwah tentu saja tidak mudah, mengingat tiap orang memiliki pandangan masing-masing, baik mengenai ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah, maupun Basyariyah. Hal ini menjadi tugas umat Islam demi terwujudnya persatuan dan kejayaan Islam. Perpecahan yang banyak terjadi belakangan ini makin meluas sebab kurangnya pemahaman dan kepekaan dalam merajut ukhuwah. Bagaimana seharusnya bangsa ini menyikapi dan memahami perihal ukhuwah tersebut? N. Shalihin Damiri dari Sidogiri Media berhasil meminta pandangan KH. Abdullah Kafabihi Mahrus, Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, beberapa waktu yang lalu di kediamannya.
Bagaimana memahami dan mengamalkan ukhuwah?
Memang, hal yang paling sulit adalah membangun ukhuwah, kebersamaan. Jadi innamal mu’minûna ikhwah, al-muslim akhul muslim, sudah jelas. Kita yang paling berat itu membangun ukhuwah setelah wafatnya Rasulullah. Konfl ik-konfl ik mulai banyak terjadi.
Ukhuwah memang sulit sebab merupakan ibadah. Wa’tashimû bi hablillâh jamî’an wa lâ tafarraqû. Berpegang teguh pada agama Allah. Dengan arti, apabila berpegang teguh pada Allah, otomatis akan bersatu. Sebab dari sudut agama, Muslim dengan Muslim itu saudara.
Baca Juga: Merajut Ukhuwah Tanpa Kepentingan
Wa lâ tafarraqû, dan kalian jangan bercerita-berai. Artinya di mana ada perintah bersatu, maka setan memerintahkan untuk bercerai-berai. Allah melarang konflik, setan menyuruh konflik. Setan juga menyuruh manusia murtad, ia putus asa. Namun tak akan putus asa dalam membuat manusia bercerai-berai atau menyebar konflik sesama Islam.
Artinya kita membina ukhuwah itu merupakan hal yang sulit sebab merupakan ibadah dan perintah Allah. Ibadah tidak mudah dilaksanakan karena banyak halangan. Problem sekarang itu, Muslim kurang memperhatikan. Saling hujat, mengafirkan dan lain sebagainya.
Jadi artinya, bagaimana supaya kita meminimalisir konflik, terutama dimulai dari pemimpinnya. Jika yang di tingkat atas rukun, insyaAllah yang di bawah juga rukun. Kalau yang di atas konflik, yang arus bawah juga mudah konflik.
Prinsipnya, orang-orang yang menjadi pemimpin harus sadar tentang ukhuwah. Kalau mereka tidak sadar, apa yang terjadi di atas akan merembes ke akar rumput.
Mengenai konsep tiga pilar ukhuwah?
Baik itu. Gagasan para ulama itu. Ada basyariyah, wataniyah, islamiyah. Prinsipnya, itu sebagai saran dari ulama dahulu yang digagas oleh Kiai Achmad Shiddiq (Jember). Khususnya mengantisipasi perpecahan. Di mana pun, jika terpecah-belah maka akan menuai kegagalan dalam perjuangan.
Baca Juga: Pendidikan Tepat Untuk Generasi Selamat
Banyak kegagalan dalam ukhuwah. Apa akar masalahnya?
Kalau kita amati sangat sepele masalahnya. Pertama masalah harta, kedua masalah jabatan atau kepentingan pribadi. Kalau yang dituju seseorang adalah akhirat, bagaimana mungkin ada konflik? Kalau ikhlas, tujuannya Allah, tak akan terjadi konflik, karena yang dituju Allah. Namun kalau yang dituju masalah jabatan, misalnya jadi gubernur, bupati dan semacamnya, ini yang akan memecah-belahkan. Rebutan kepentingan ini yang membuat konflik. Di mana pun, perpecahan, selain shahabat Nabi, akarnya adalah masalah jabatan dan harta. Sekarang yang lebih menonjol, ya, karena jabatan.
Pesan buat masyarakat.
Harus ada kesadaran tentang persatuan. Saling menghormati. Jangan mementingkan kepentingan pribadi. Mau tidak mau, kita harus mengukuhkan bersama. Kalau ingin Islam jaya, ya, jangan mengumbar nafsu, jangan menjelekkan orang lain, jangan menebarkan hoax.