Khaibar merupakan daerah yang ditempati kaum Yahudi Bani Nadzir setelah terusir dari Madinah tatkala mereka melanggar perjanian damai. Terletak di utara Madinah dengan lahan pertanian yang subur. Berjarak sekitar 96 mil/154 km dari Madinah. Perkampungan Khaibar juga dikelilingi benteng-benteng pertahanan yang berlapis-lapis.
Di Khaibar, kaum Yahudi menyusun makar untuk melampiaskan dendam terhadap Rasulullah dan umat Islam. Dendam itu merupakan akumulasi dari berbagai peristiwa; terusirnya Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir, terbunuhnya dua tokoh Yahudi, hingga pembantaian terhadap Bani Quraizhah.
Muharam tahun ke-7 Hijriah Rasulullah bersama 1400 sahabat yang ikut Hudaibiyah berangkat menuju Khaibar. Sayyidina Ali bin Abi Thalib ditunjuk oleh Rasulullah menjadi salah satu panglimanya.
Mengenai waktu terjadinya perang Khaibar, Ibnu Qayim al-Jauziyah dalam Zaadul Ma’ad mengatakan bahwa Rasulullah menuju Khaibar pada akhir bulan Muharram, bukan permulaannya. Sedangkan kemenangannya terjadi di bulan Shafar.
Baca Juga: Perang Tabuk, Rajab 9 H. Perang Yang Tak Pernah Terjadi
Para sahabat berangkat dengan penuh keyakinan terhadap janji Allah, sekalipun Khaibar merupakan perkampungan Yahudi yang paling kokoh dan kuat. Benteng Khaibar terdiri dari tiga lapis, persenjataan yang lengkap dan kesiapan pasukan perang.
Sepanjang perjalanan menuju Khaibar, pasukan Muslim bertakbir dan bertahlil dengan suara lantang. Rasulullah melarang mereka dan memerintahkan agar merendahkan suara sebab Allah Maha Dekat, bersama kalian, tidak tuli, dan tidak jauh. (Bukhari: 4205)
Sebelum masuk waktu Subuh, pasukan Muslim tiba di halaman Khaibar, sedang Yahudi tidak mengetahui. Ketika kaum Yahudi berangkat ke tempat kerja, mereka dikejutkan dengan keberadaan Pasukan Muslim. Mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan perang.”
Kaum Yahudi kembali masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut. Rasulullah bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya jika kami datang di tempat musuh maka hancurlah kaum tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kaum muslimin menyerang dan mengepung benteng-benteng Yahudi. Namun sahabat pembawa bendera perang tidak berhasil mengalahkan musuh. Rasulullah bersabda, “Besok akan kuserahkan bendera perang kepada seseorang yang Allah dan Rasul-Nya mencintai dan dia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memenangkan kaum muslimin lewat tangannya.”
Baca Juga: Perang Mu’tah, Kisah kejeniusan Khalid Dan Mukjizat Rasulullah
Esok harinya, bendera tersebut diserahkan kepada Sayyidina Ali oleh Rasulullah. Awalnya Sayyidina Ali sedang sakit mata, tetapi setelah kedua matanya diludahi oleh Rasulullah seketika sakit matanya sembuh.
Nabi bersabda, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau memerangi mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang di antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada onta merah (harta bangsa Arab yang paling mewah ketika itu).” (HR. Muslim)
Ada kejadian menarik ketika pasukan Muslim sudah mengepung benteng Yahudi. Seorang pahlawan Yahudi, Marhab, menantang pasukan Muslim dan mengajak perang tanding. Shahabat Amir bin Aqwa menerima tantangan itu. Nahas, beliau kalah dan syahid. Kemudian Sayyidina Ali maju melawan Marhab dan berhasil membunuhnya. Kekalahan Marhab membuat mental kaum Yahudi runtuh.
Setelah terjadi pertempuran yang begitu alot, akhirnya pasukan Muslim menang. Sebagian penduduk Khaibar memohon kepada Rasulullah untuk menetap di Khaibar guna menggarap lahannya yang subur, dengan bagi hasil sesuai perjanjian. Sebagian yang lain memohon agar diperbolehkan meninggalkan Khaibar walaupun tidak membawa apa-apa. Nabi menyetujui permohonan itu dan memerintahkan pasukan Muslim untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya.
Rasulullah memberikan perlindungan tersebut untuk menunjukkan perbedaan perlakuan Islam ketika berhasil menaklukkan suatu kawasan. Biasanya, pasukan Romawi akan membumihanguskan lawan musuhnya. Dengan penaklukan Khaibar, Islam berubah menjadi kekuatan utama di Jazirah Arab.
N. Shalihin Damiri/sidogiri