Seseorang wanita yang baru saja menikah datang pada ibunya dan mulai mengeluh tentang tingkah laku pasangannya itu. Setelah menikah ia baru tahu karakter asli pasangannya yang keras kepala, suka bermalas-malasan, boros, dan lain-lain. Semua hal yang selama ini tak diduga, ternyata betul-betul ia rasakan.
Ia berharap sang ibu ikut mendukung dia dalam menyalahkan suaminya itu. Ia pun menumpahkan uneg-unegnya dengan derai air mata penuh iba. Akan tetapi, di luar dugaan sang ibu justru diam saja. Tidak ada respon yang berarti, sesuai harapannya.
Sang ibu pun beranjak ke dapur, dan ia mengikutinya dari belakang. Ia terus bercerita soal keburukan suaminya. Sang ibu bergeming. Ia memasak air hingga mendidih. Kesal juga wanita itu melihat sikap cuek sang ibu.
Sang ibu terlihat menuangkan air panas itu ke dalam tiga gelas yang telah dia siapkan. Dalam gelas pertama dia memasukkan sebuah telur, di gelas ke dua dia memasukkan terong yang telah diiris, sedangkan di gelas ke tiga di memasukkan kopi. Setelah menunggu beberapa saat, si ibu menunjukkan isi ketiga gelas tadi ke putrinya itu. Hasilnya, terong yang keras menjadi lunak, telur yang mudah pecah menjadi keras, dan kopi menghasilkan aroma yang harum.
Sang ibu kemudian menjelaskan, “Putriku. Masalah dalam hidup itu seperti air mendidih. Sikap kitalah yang menentukan dampaknya. Kita bisa menjadi lembek seperti terong, keras seperti telur dan harum seperti kopi. Jadi, terong dan telur bukan mempengaruhi air, tapi merekalah yang berubah karena air panas itu. Sementara kopi malah mengubah air, membuat air itu menjadi harum. Akan sangat mudah untuk bersyukur pada saat keadaan kita baik-baik saja, tapi apakah kita dapat tetap bersyukur saat kita ditimpa masalah?”
Rumah tangga yang dibangun, sesungguhnya tidak selalu tentram dan tenang. Ada saja masalah yang selalu mengganggu dan menggoyang ketenangan dalam keluarga. Meski begitu, kebanyakan keluarga mampu mengatasi gangguan tersebut, sehingga dari sekian pasangan keluarga, lebih banyak yang sampai pada titik akhir; terpisahkan oleh maut. Gangguan tidak menyebabkan perpisahan, tetapi bahkan menjadi bahan ujian untuk mendewasakan.
Pada kisah di atas, setidaknya ada tiga hal yang bisa disaring sebagai bahan pelajaran dalam menghadapi masalah keluarga. Pertama, gambaran dari seorang seorang istri yang tidak kuat menghadapi hal yang bersinggungan dengan rumah tangga.
Pada kondisi ini, karakter umumnya ketika ia merasakan ada sesuatu pada keluarganya yang menyangkut sang suami, ia akan mengadu pada keluarganya, terutama sang ibu. Ia akan bercerita, karakter buruk sang suami.
Sikap seorang ibu di atas adalah pelajaran kedua pada kisah di atas. Ketenangan menghadapi keluhan putrinya dan menanggapinya dengan nasihat penuh solusi. Adapun pelajaran berikutnya dari kisah di atas adalah apa yang digambarkan sang ibu, terong, telur dan kopi saat disiram air panas.
Setidaknya, ada tiga reaksi orang saat masalah datang menghampiri kita, sesuai dengan karakternya. Ada yang bermental lembek, seperti terong. Pada awalnya ia seperti keras, atau bahkan terlihat tegar. Akan tetapi, saat ditimpa masalah ia lemas atau bahkan lembek. Tipe semacam ini memiliki kecenderungan hanya bisa menangis dan mengeluh.
Ada pula yang berkarakter seperti telur yang tiba-tiba mengeras saat tertimpa hawa panas. Karakter seperti ini, saat tertimpa masalah cenderung hanya bisa menyalahkan orang lain. Orang sekitarnya bisa menjadi korban dari tipe seperti ini, karena tidak mau disalahkan dan justru menyalahkan orang lain; keras.
Tipe berikutnya adalah kopi. Kopi terlihat hitam pahit, dengan sedikit aroma. Namun kemudian, saat disiram air panas, hitam tetap ada, tetapi aromanya justru semakin harum. Tipe seperti ini, akan memandang masalah sebagai sumber aroma kebijaksanaan sehingga melahirkan sikap kuat dan tangguh. Ujian yang menimpa dianggap sebagai ujian yang mendewasakan.
Tiga pelajaran di atas mengandung porsi yang sama, dan saling berkaitan. Tergantung dari sudut mana, kita mengambil pelajaran paling mendasar. Bisa saja, mengambil pelajaran dari tiga karakter yang digambarkan sang ibu. Menjadi pribadi kopi yang harum saat menerima masalah. Akan tetapi, nampaknya cara menanggapi sang ibu saat anaknya mengadu perihal keluarganya mendapat porsi paling kuat.
Saat menghadapi masalah, memang ada rasa tidak nyaman. Hal yang paling dinginginkan saat ada masalah adalah dapat menyelesaikannya dengan perasaan lega, tanpa ada masalah berikutnya, seperti adagium pegadaian, mengatasi masalah tanpa ada masalah. Ini bukan sekedar adagium, tetapi memang demikian yang diinginkan oleh setiap orang saat dirinya menghadapi masalah.
Pengatasan masalah berkaitan erat dengan solusi. Pada umumnya, solusi ditemukan saat curhat kepada orang sekitar, karena saat tertimpa masalah kadang pikiran galau. Saat itulah seseorang butuh mengosongkan emosi dengan meluapkannya melalui curhat. Curhat kadang bisa membuat orang lega dan menjadi bagian dari solusi masalah, karena kantung emosi dapat terluapkan. Namun, sudut pandang dari orang lain bisa memberikan solusi, ketika tidak cukup dengan sekedar curhat.
Pada kondisi inilah, seseorang yang menerima curhat dituntut untuk betul-betul memberikan solusi. Hanya kemudian, sudut pandang menentukan, apakah sekadar curhat atau mengadu? Penangkapan keluhan menentukan langkah berikutnya.
Orang tua yang menerima keluhan dari anaknya yang sudah menikah perihal pasangan hidupnya, terkadang ditangkap sebagai aduan. Pada akhirnya, langkah yang dipilih adalah dengan langsung menyalahkan pasangan anaknya, tanpa peduli siapa yang salah. Karena langkahnya menyalahkan, biasanya akan melahirkan masalah baru, terlebih jika pasangan anaknya tidak bisa menerima campur tangan orang tua dalam keluarganya.
Hal yang banyak terjadi adalah saat orang tua pihak perempuan mencampuri urusan keluarga anaknya. Saat anak mengeluhkan soal suaminya, tidak mau memahami persoalan dan hanya menangkap dari satu suara, yang kemudian melakukan pembelaan. Campur tangan pun terjadi, yang kemudian sang suami merasa terpojok atau tidak menerima ada orang lain yang mencampuri urusan keluarganya. Pada akhirnya, masalah yang muncul benar-benar besar dan sulit diatasi dengan ketenangan yang kemudian melahirkan perceraian.
Namun demikian, jika keluhan anak menyangkut keluarganya ditangkap sebagai curhat sehingga dihadapi dengan kedewasaan yang akan melahirkan solusi, sebagaimana sikap sang ibu dalam kisah di atas. Ia menggambarkan kepada putrinya dengan apik. Memberikan gambaran hidup yang bisa ditangkap dengan baik, dengan narasi yang bisa diterima oleh pikiran sehat. Sang ibu tidak mudah menerima aduan putrinya, justru dengan memberi nasihat bijak untuk keberlangsungan keluarga putrinya. Semoga bermanfaat.
M. Masyhuri Mochtar/sidogiri
Baca juga: Muslimah Anti Galau