Tantangan demi tantangan selalu ada dalam hidup. Rasanya tidak akan sempurna—apa pun itu—tanpa kehadiran tantangan yang membuat gelombang. Bahkan, bisa jadi kehidupan bukan merupakan kehidupan jika di dalamnya tidak ada sama sekali tantangan. Begitulah keciscayaan hidup yang telah digariskan Tuhan semesta alam.

Dalam menyampaikan kebenaran Islam pun begitu, mulai dari awal kemunculannya sampai masa kita saat ini. Tantangan dakwah Islam di setiap masanya cenderung berubah-ubah sesuai kecenderungan manusia. Sehingga juga meniscayakan metode dakwah yang dipergunakannya pun tidak sama atau malah berbeda di setiap masanya.

Jika di masa dinasti-dinasti perang fisik sangat relevan, maka pada masa kita sekarang dinilai kurang cocok. Ini karena dipengaruhi tantangan yang berbeda dan sistem kelola dunia yang tak sama pula. Pada masa kita sekarang sistem pemerintahan dunia sudah berubah pada sistem birokrasi yang semuanya dapat diselesaikan dengan runding tanpa harus mengangkat bambu runcing.

Meski demikian bukan berarti tantangan yang ada pada era globalisasi ini lebih ringan daripada tantangan di masa lalu. Tantangan pada masa sekarang justru lebih berat diatasi, sebab tantangan dakwah Islam sekarang lebih cenderung pada permainan opini publik. Terlebih lagi bagi mereka tidak menguasai media sosial.

Baca Juga: Mengenal Para Alawiyun

Oleh karena itu, sangat penting bagi para penyeru Islam untuk membaca buku karya Syekh Muhammad Ramadhan al-Buthi yang bertajuk, Hakadzâ Falnad’u ilal-Islâm. Di dalamnya yang banyak mengurai problem umat yang tengah berkembang pada masa sekarang memang harus dibaca guna bisa memosisikan diri kita pada posisi masing-masing secara proporsional.

Menurut al-Buthi dalam bukunya ini, pada masa kita sekarang ini kewajiban berdakwah bukan merupakan kewajiban secara kolektif (fardhu kifayah) lagi. Bahkan, setiap dari umat Islam hukumnya wajib berseru terhadap Islam hingga di pojok-pojok bilik sekalipun. Demikian ini karena begitu banyak kemungkaran di sekeliling kita yang sedang merajalela yang setiap orang wajib ber-amar makruf dan ber-nahi mungkar.

Memang, level kewajiban dakwah yang dimaksudkan dalam buku yang bertajuk Hakadzâ Falna’u ilal-Islâm ini bertingkat sesuai dengan posisi masing-masing. Karena walau bagaimanapun tidak mungkin seorang petani yang sehari-harinya menenteng pacul disuruh berceramah dengan bobot penyampaian yang bagus. Bahkan kalau ini dipaksakan bukan kebenaran Islam yang tampak, malah Islam akan semakin disalahpahami oleh banyak kalangan.

Oleh karena itu, dalam buku setebal 111 hlm. ini dijelaskan beberapa level kewajiban setiap individu dalam melaksanakan kewajiban berdakwah terhadap Islam. Semisal, seseorang yang berbekal ilmu yang sudah cukup tidak bisa menggugurkan kewajiban berdakwahnya hanya sekadar meluruskan kesalahan keluarganya. Bahkan, ia juga harus ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan majlis taklim dan semacamnya jika memang dibutuhkan.

Baca Juga: Pilihan Tepat Buat Pemula

Jika dibaca secara tuntas, sebenarnya buku yang bertajuk, Hakadzâ Falnad’u ilal-Islâm ini hendak memotivasi setiap orang dan mengarahkannya untuk bangkit melaksanakan kewajiban dakwah sesuai dengan level mereka. Buku ini sangat mengecam, siapapun dia untuk pasif, apalagi bersikap apatis dengan kewajiban ini.

Nilai plus dari buku ini adalah, dalam buku setebal 111 hlm. ini dikupas beberapa kesalahan sebagian masyarakat yang dilatarabelakangi problem khilafiyah yang ternyata masih bisa diambil jalan tengahnya seperti, memvonis kafir kepada seseorang yang berbeda. Tidak jarang sebagian sekte Islam mengkafirkan sekte lain yang sama-sama Islam karena perbedaan masalah yang bersifat parsial yang masih ada silang pendapat di kalangan ulama. Menurut buku ini, yang demikian itu terlalu berlebihan dalam bersikap.

Namun begitu, tidak semua pembaca dapat memahaminya dengan mudah, bahasa buku ini cukup sulit. Bahkan, mungkin juga harus mengerutkan dahi. Dan, mungkin ini bisa dikatakan nilai minus dari buku ini. Mestinya buku yang seperti ini bahasanya harus mudah karena setiap orang harus membacanya sebagai bahan mereka untuk mendakwahi diri sendiri sebelum mendakwahi orang lain. Selamat membaca!

Achmad Sudaisi/sidogiri

Spread the love