Selama 8 abad, Islam berhasil menguasai Andalusia (sekarang Spanyol). Kemajuan peradaban dan keilmuannya masih tersisa hingga kini. Tak sekadar bangunan-bangunan megah semisal Masjid Cordoba dan menara Giralda, ilmuwan-ilmuwan berpengaruh pun banyak yang berasal dari Andalusia. Di antaranya adalah Imam Ibnu Malik al-Andalusi, Ibnu Arabi, dan Ibnu Rusyd (Averroes).
Tahun 92 H, Andalusia berhasil ditaklukkan oleh Dinasti Umayah. Yakni pada masa pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik yang berkuasa pada tahun 84-94 H. Setelah Musa bin Nushair membuka jalan pasukan Islam di Afrika Timur, Thariq bin Ziyad menyempurnakannya dengan menaklukkan daratan Andalusia.
Atas perintah al-Walid bin Abdul Malik, Thariq bin Ziyad membawa pasukannya menyeberangi selat Gibraltar menuju daratan Eropa. Ketika itu Eropa masih berada dalam masa kegelapan dan jauh dari pemerintahan yang adil.

Geliat Intelektual Andalusia
Pasca ditaklukkan, kemajuan peradaban Andalusia tidak langsung tampak. Andalusia masih vakum dari gerakan intelektual dalam waktu lama. Geliat intelektual mulai muncul pada masa pemerintahan Abdurrahman ad-Dakhil (w. 172 H), sosok yang menonjol dalam bidang pemikiran maupun sastra. Putra beliau, Hisyam bin Aburrahman (w. 180) juga tokoh dalam ilmu fikih dan hadis. Di masa inilah banyak ulama Andalusia yang belajar kepada ulama-ulama Madinah, termasuk kepada Imam Malik. Selain belajar kitab kitab al-Muwaththa’, mereka juga menyerap ilmu dan hasil ijtihad beliau. Tak mengherankan jika kemudian hari, di bumi Andalusia bermunculan ulama-ulama fikih sekaliber Ziyad bin Abdurrahman, Isa bin Dinar, Yahya bin Yahya al-Laitsi. Berkat jasa merekalah mazhab Maliki dikenal luas oleh masyarakat Andalusia. Terlebih Hisyam bin Abdurrahman, penguasa kala itu sangat menghormati Imam Malik berikut mazhabnya yang berdampak semakin tersebarnya mazhab Maliki secara luas.
Baca Juga: Sejarah Islam Di Sisilia Hasil Perjuangan Muslim Afrika dan Andalusia
Selain ilmu agama, Andalusia juga memilki bagian dalam gerakan intelektual dalam bidang syair dan kesusastraan. Hakam bin Hisyam, cucu dari Abdurrahman ad-Dakhil merupakan pimpinan para penyair di masanya. Pada era kepemimpinan Hakam inilah syair dan kesusastraan mencapai puncak kemajuan. Tokoh-tokoh penyair yang hidup kala itu di antaranya adalah Abbas bin Farnas dan Yahya al-Ghazzal al-Jayyani. Selain penyair senior, mereka berdua juga filsuf, ahli astronomi, dan ilmu kimia.

Pasca pemerintahan Hakam, estafet kepemimpinan Andalusia dilanjutkan oleh Abdurrahman bin Hakam. Ketika Abdurrahman bin Hakam berkuasa, gerakan intelektual di Andalusia mencapai puncak. Di bidang kepenulisan, majelis kerajaan memiliki banyak juru tulis yang dipimpin oleh al-Hajib Abdul Karim bin Abdul Wahid dan Muhammad bin Sulaiman az-Zajjali. Sedangkan dalam ranah ilmu pengetahuan, pada masa ini juga bermunculan ulama-ulama fikih seperti Muhammad bin Yusuf bin Mathruh, Muhammad bin Harits, dan Baqi bin Makhlad yang berasal dari Cordoba.
Baca Juga: Ketika Barat Menciptakan ‘Tuhannya’ Sendiri
Kebangkitan intelektual terus berlanjut dan semakin kuat. Hingga pada masa pemerintahan Hakam al-Mustanshir yang berkuasa pada tahun 344-350 H, berdirilah Universitas Cordoba dan perpustakaan Umawiyah terbesar. Hal ini tidak lepas dari peran Hakam al-Mustanshir yang rela berjuang keras dan menggelontorkan banyak dana demi tercapainya peradaban dan keilmuan yang maju. Di perpustakaan inilah terdapat sekitar empat ratus ribu jilid kitab yang terdiri dari berbagai macam ilmu pengetahuan. Pada masa Hakam al-Mustanshir, kitab-kitab dan ilmu pengetahuan benar-benar menjadi perhatian utama.

Geliat Intelektual Meredup
Setelah sekian lama bersinar, gerakan intelektual di Andalus mulai redup dengan runtuhnya kekhalifahan Umawiyah dan semakin gencarnya fitnah yang ada. Kepemimpinan yang silih berganti membuat masyarakat Andalus tidak lagi memiliki perhatian penuh terhadap masalah intelektual. Namun, bukan berarti geliat intelektual di Andalusia padam. Sulaiman al-Musta’in, dan al-Mustazhhir, khalifah yang menjabat di masa itu juga seorang sastrawan dan penyair. Artinya geliat intelektual, terutama dalam bidang kesusastraan masih memiliki tempat di bumi Andalusia meskipun tidak segencar pada masa Umawiyah.