Seribu tahun silam, Allah telah menegaskan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah membiarkan umat Islam hidup tenang mengamalkan ajaran agamanya tanpa gangguan dan aral merintang. Mereka akan terus menggerogoti Islam sampai pemeluknya anti pati terhadap agama Islam itu sendiri dan berbelok jatuh hati pada ajaran Yahudi dan Nasrani. Rela menikam saudara sendiri dengan tangan kanan di saat tangan kiri mesra merangkul iblis-iblis Yahudi. Benci dan geram terhadap atribut agama sendiri di kala simbol-simbol satanis melekat pada tubuh dan jari-jari.

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

” Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti ajaran mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. al-Baqarah [02]: 120)

Berbagai upaya dan stategi licik diluncurkan Yahudi demi memuluskan misi keji. Terkadang, taktik kasar sengaja dipertontonkan di hadapan khalayak umum agar mereka tampak garang dan digdaya. Ada kalanya trik halus, lembut, namun tetap mematikan yang dipilih agar umat Islam lengah dan terpedaya. Serangannya pun bervariasi dan dari segala sisi. Semua cara ditempuh demi menghancurkan Islam. Kebencian telah mengalir mengikuti denyut nadi dan detak jantung.

Namun, di era milenial layaknya saat ini, peluang meng-counter gempuran Yahudi tersebut sangat terbuka lebar. Zaman serba instan dan super canggih seperti yang tengah kita nikmati saat ini, justru memberi peluang menyajikan opini tandingan. Virus-virus kebencian yang ditebar oleh Zionis dan Satanis, bisa diproteksi dengan fakta-fakta keluhuran dan keindahan ajaran Islam. Sebagai contoh kecil adalah kasus cadar.

Sebagimana telah maklum, atribut-atribut khas umat Islam yang sangat melekat dengan Baginda dan orang-orang terdekat Beliau, diserbu oleh musuh Islam. Gamis, janggut, peci, dan cadar dikesankan sebagai tanda pengenal kaum inteloran, radikal dan teroris. Akibatnya, banyak kalangan yang kurang respek dan merasa was-was atas kehadiran laki-laki bergamis yang dagunya berjenggot tebal, atau wanita bercadar yang pakaiannya serba hitam di ruang-ruang publik. Bahkan, di Indonesia yang notabene adalah negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia gejala ini tidak bisa disembunyikan lagi.

Fakta berbicara, beberapa bulan yang lalu, tepatnya pasca ledakan bom bunuh diri di beberapa titik di Surabaya yang lagi-lagi pelakunya mengenakan atribut Islam, kala itu kamera cctv (closed circuit television) merekam salah seorang pelaku mengenakan cadar, masyarakat langsung menstigma negatif pada orang yang mengenakan atribut Islam di tempat umum. Bahkan, sempat viral dan menyulut amarah umat Islam, sebuah video amatir yang direkam oleh salah seorang netizen. Video yang dibagikan secara berantai di sosial media itu mempertontonkan seorang santri yang tentu saja memakai sarung dan peci sedang diberondong keras oleh beberapa petugas keamanan lantaran dicurai sebagai teroris. Santri yang membawa kardus itu dibentak-bentak oleh aparat keamanan agar menunjukkan isi kardus kusut yang ditentengnya.

Video berbeda tak kalah bikin geram. Di video berdurasi sekitar tiga puluh menit itu seorang wanita bercadar dipaksa turun oleh para penumpang bis karena khawatir melakukan aksi terorisme. Peristiwa itu terjadi di Terminal Bus Gayatri, Tulungagung. Perlakuan diskrimitatif yang diterima oleh wanita mulia yang memengang teguh prinsip agamanya itu sungguh memilukan dan teramat disayangkan. Negara demokrasi yang mayoritas warganya beragama Islam seperti Indonesia ini justru tidak bisa melindungi warga Muslimnya untuk menjalankan keyakinan dan agamanya.

Berawal dari banyaknya perlakuan tidak adil kepada sesama muslimah ini, serta terbentuknya opini keliru masyarakat soal atribut Islam, banyak wanita bercadar kemudian melakukan aksi sosial eksperimen yang sangat menyentuh hati. Dalam aksi sosial yang dilakukan di sejumlah titik keramaian itu, seorang wanita bercadar berdiri tegak di pinggir jalan atau depan mall dengan membentangkan sebuah karton bertuliskan, “Peluk saya jika Anda merasa aman dengan keberadaan saya”. Melalui aksi ini, para muslimah hendak menyuarakan diskriminasi yang selama ini kerap mereka terima. Serta menegaskan kembali bahwa wanita bercadar bukan teroris.

Terlepas siapa pertama kali yang menelurkan ide brilian semacam ini, aksi sosial eksperimen yang dilakukan di berbagai kota ini patut diacungi jembol. Setidaknya, meskipun orang yang melihat tidak sampai mendekat untuk memberi dukungan moral dengan memeluk muslimah yang rela berdiri berjam-jam, dia menjadi tahu bahwa ada pihak yang sangat terzalimi atas fitnah keji dan opini sesat selama ini. Hal ini patut diteladani dan dilanjutkan di kota-kota besar yang masyarakatnya kerap gagal paham. Sebab, dengan aksi tersebut, seorang Muslimah telah melempar keras nurani orang-orang yang kerap nyinyir dan termakan stategi musuh Islam. Makanya, tidak heran banyak orang yang sampai menitihkan air mata saat memeluk muslimah yang tengah menyampaikan pesan damai nan menyayat tersebut.

Semakin musuh Islam menyudutkan cadar dan mengusirnya ke lorong-lorong kamar, muslimah harus semakin gigih menyuguhkannya ke ruang-ruang publik. Tidak boleh serangan musuh ini sampai mematikan mental muslimah untuk percaya diri menyiarkan atribut agama di ruang terbuka. Justru ini harus menjadi pelecut semangat untuk menyadarkan semua orang bahwa wanita bercadar bukanlah seorang teroris, bahkan ia adalah seorang muslimah yang berkomitmen tinggi mengamalkan ajaran agamanya secara sempurna.

Saharudin Yusuf/sidogiri

Baca juga; Tarik-Menarik Larangan Cadar

Baca juga: Karena Cinta Tak Punya Mata

Spread the love