‘’AYAH, NIKAHKAN AKU DENGANNYA!’’
Tak ada habisnya bicara soal cinta. Kata sang pujangga, “Sekalipun cinta telah ku uraikan dan ku jelaskan panjang lebar, namun jika cinta ku datangi, aku jadi malu pada keteranganku sendiri.” Cinta berjuta rasa. Tapi cinta tak selamanya soal bahagia. Banyak pula kisah cinta yang berujung nestapa.
Terlepas apakah kisah cinta Layla-Majnun ril ada atau hanya legenda, nyatanya kisah tersebut telah dijadikan semacam simbol bagi pecinta yang tak bahagia. Kisah tersebut ditulis oleh sejumlah sastrawan dunia dari berbagai negara, seperti Arab, Persia, Turki, dan India, dengan versi dan bahasa yang berbeda-beda. Di antara penulis yang mengurai cerita cinta Layla-Majnun adalah al-Ashmu’i dari Arab, Nizami Ganjavi, Nizam ad-Din dan Sa’ad asy-Syirazi dari Persia, Amir Khasru ad-Dihlawi dari Turki, Ahmad Syauqi dari Mesir, dan masih banyak lagi deretan penulis dunia lainnya.
Nama lengkapnya adalah Layla binti Mahdi bin Sa’ad bin Ka’ab bin Rabi’ah. Sementara nama lengkap pemuda yang mencuri perhatiannya adalah Qais bin Mulawwih (Mulawwah) bin Muzahim bin ‘Adas bin Rabi’ah bin Ja’dah bin Ka’ab bin Rabi’ah. Sebagian orang menyebutnya Qais bin Mu’adz dari Kabilah Amir.
Konon, Qais adalah anak tunggal seorang kepala suku terkemuka. Qais tampan, gagah dan dicintai semua orang. Ia juga memiliki segudang keterampilan, dengan skil utama keahlian menggubah syair. Setelah cukup umur, Qais menimba ilmu di sekolah paling prestisius kala itu. Hanya kalangan keluarga terpandang yang bersekolah di sana, termasuk putri kepala suku tetangga, Layla yang cantik jelita, ramah dan mempesona. Banyak orang melamar Layla tapi pulang dengan tangan hampa.
Singkat cerita, keanggunan dan pesona Layla menaklukkan hati Qais. Qais bak keledai dalam lumpur tak berdaya terpasung oleh kecantikan Layla. Seluruh alam sadar dan mimpi Qais tersita Layla. Cintanya kepada Layla semakin hari semakin menggila. Membuatnya tak kuasa mengendalikan gelora asmara. Beruntung, gemuruh cinta di dada Qais akhirnya sampai ke Layla. Gadis jelita itupun luluh dan berbalas suka.
Mengetahui Layla membuka pintu hatinya, tanpa berpikir panjang Qais mendatangi orang tua Layla untuk meminang sang pujaan hati. Qais ingin menghabiskan sisa usianya dengan gadis anggun yang selalu mengusik mimpinya itu. Sayang seribu sayang, orang tua Layla menolak dan menyuruhnya pergi. Tak hanya itu, orang tua Layla juga meminta Qais lenyap dari hidup Layla sampai maut datang menjemput. Bagai tersambar petir, tubuh Qais langsung goyah bak tak bersendi. Kini tiada yang lebih dia nanti kecuali mati.
Siapa yang tak ingin bersanding dengan sosok yang ia cinta. Menjalani aktifitas bersama berbagi suka-duka. Saling melengkapi kekurangan dan melangkah bersama menuju hidup paripurna. Semua orang ingin berkasih dengan belahan jiwa. Berbagi cerita menggores tinta di hamparan padang bahagia. Tentunya dengan dia yang selalu ada dan senantiasa membimbing jiwa menjadi pribadi yang lebih bermakna.
Sayangnya, manusia tetaplah manusia. Tak semua yang ia damba harus nyata. Tak semua yang ia rindu harus jumpa. Tak semua yang ia cinta harus bersua. Kecewa jangan ditanya. Pahit takdir ditelan penuh derita.
Cerita pilu Layla ini bisa menimpa muslimah mana saja. Kisah tragis yang mengispirasi lahirnya banyak kisah fiktif senada seperti Siti Nurbaya dan Hayati-Zainudin dalam novel Tenggelamnya Kapal Van De Wijck mungkin sekali terulang kembali. Yang dilema tentu saja muslimah yang mengalaminya. Ketika seorang muslimah dihadapkan pada sebuah pilihan simalakama. Antara cinta dan restu orang tua. Di satu sisi jiwanya meronta, mengiba agar disatukan dengan belahan jiwa. Sementara di sisi berbeda nuraninya menciut dan bertekad bahagiakan ayah-bunda. Sungguh dilema!.
Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah menganjurkan orang yang sedang jatuh cinta untuk menikah. Beliau bersabda, “Kami tidak melihat solusi (yang lebih mujarab) bagi sepasang insan yang saling jatuh cinta selain menikah.” (HR. Ibnu Majah) Anjuran Baginda ini salah satunya agar orang yang dilanda asmara tidak kecolongan rayuan syetan terkutuk yang lebih leluasa mengelabui akal manusia saat hatinya terpasung cinta.
Sebab bagaimanapun, jurus-jurus syetan lebih mudah menembus pertahanan manusia kala ia sedang jatuh cinta. Terlebih lagi, orang yang dicintai (lawan jenis) adalah amunisi syetan paling jitu.
Baca juga: Lagi-Lagi Tentang Cinta
Di dalam al-Quran, Allah berfirman (artinya), “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran [03] : 14) Imam Ibnu Hajar berkomentar, “Allah menyebut wanita pada urutan pertama sebelum menyebut yang lainnya. Ini memberikan sinyal bahwa fitnah wanita adalah induk dari segala fitnah.” Ungkapan Imam Ibnu Hajar ini selaras dengan hadis Nabi yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid. Beliau bersabda, “Aku tidak meninggalkan satu fitnahpun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan umat terdahulu hancur binasa juga gara-gara pesona lawan jenis. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya dunia ini begitu manis nan hijau. Dan Allah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Allah ingin melihat bagaimana perbuatan kalian. Karenanya jauhilah fitnah dunia dan jauhilah fitnah wanita, sebab sesungguhnya fitnah pertama kali di kalangan Bani Israil adalah masalah wanita” (HR. Muslim)
Apa yang diutaran oleh ayat ataupun Hadis di atas menjadi bukti nyata bahwa manusia cenderung tak berdaya kala berhadapan dengan lawan jenis, apalagi dengan dia yang telah mencuri hatinya. Karena cinta tak punya mata, maka para muslimah yang dihadapkan pada pilihan simalakama antara cinta dan restu orang tua, hendaknya menyadari dari semula agar tidak terlalu larut dalam perasaan cintanya. Terlebih, jika cintanya itu tumbuh dari benih-benih dosa yang dirajut tanpa terasa, entah melalui pandangan, sapaan, ataupun senyuman.
Upaya dibicarakan baik-baik dengan orang tua alasan pemuda yang dicintai ditolak tak ada salahnya dicoba.
Hanya saja kalau faktor pemicunya berlandaskan agama dan keputusan orang tua tidak bisa ditawar lagi, tiada pilihan lebih mulia selain menuruti kemauan orang tua. Yakinlah bahwa pengorbanan itu tidak akan sia-sia. Bangunlah kembali cinta yang berserakan dari tumpukan kasih sayang halal dari pria kesatria yang melafal akad nikah. Dialah cinta sejati.
Saharudin Yusuf/sidogiri
Baca juga: Ada sayang Dibalik Garang





