Kisah ini sempat heboh. Lalu viral. Tatkala Prof. DR. al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki ziarah ke makam Rasulullah. Konon, tiba-tiba beliau diberikan kasyaf dan melihat Rasulullah.
Di belakang Rasulullah banyak orang berkerumun. Seketika Sayid Muhammad al-Maliki bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang itu?” Rasulullah menjawab: “Mereka adalah umatku yang sangat aku cintai.”
Dan diantara orang yang banyak itu, ada satu kelompok yang sangat banyak jumlahnya. Sayid Muhammad al-Maliki bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, siapakah mereka yang berkelompok sangat banyak itu?” Rasulullah menjawab: “Mereka adalah bangsa Indonesia yang mencintaiku dan aku mencintai mereka.”
Sayid Muhammad al-Maliki terkejut. Beliau menangis terharu. Lalu keluar dan bertanya kepada jamaah yang ikut hadir: “Mana orang Indonesia? Aku sangat cinta kepada Indonesia.”
Subhanallah. Kisah ini dikutip dari ceramah KH. Muhyiddin Abdul Qadir al-Manafi dan sempat dirilis muslimedianews.
Nah, sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Saya bangga mendengar kisah ini. Terlepas bagaimana validitas kisahnya, saya tetap bangga menjadi bangsa Indonesia
Baca Juga:
Setidaknya ada dua hal yang bisa saya banggakan dengan Indonesia. Bila bertemu Rasulullah.
Pertama, bila Rasulullah bangga karena memiliki umat terbanyak di antara para rasul. Maka saya pun bangga bangsa Indonesia menjadi negara dengan Muslim terbanyak. Di antara negera-negara yang lain.
Kedua, saya bangga karena Indonesia adalah negara bershalawat. Bahkan bila Rasulullah menerima laporan statistik shalawat setiap Jumat. Dari seluruh umatnya. Maka Indonesia akan selalu top score. Di antara negara-negara lain yang ada di dunia.
Bagaimana tidak? Bangsa Indonesia telah dibekali tradisi dan undang-undang yang memperkuat laju shalawat. Tradisi warisan Wali Songo itu yang membuat shalawat hadir di setiap acara. Mulai dari anak baru lahir. Hingga prosesi orang meninggal. Dari bulan Muharam. Hingga penghujung bulan Dzul Qadah. Kita memiliki tradisi yang lengkap. Berkumpul. Lalu bershalawat.
Baca Juga:
Tamu datang disambut shalawat. Mau bubar dibacakan shalawat. Sampai ada yang bilang. Perkumpulan tanpa shalawat, bagai makan tanpa kerupuk. Belum sempurna.
Maka Indonesia tercatat sebagai negara dengan majlis shalawat terbesar.
Siapa yang mencatat? Meski hanya keyakinan saya. Mulai dari kelas lokal hingga interlokal. Mulai dari ala Arab hingga gaya ngerock. Dari yang bersurban sampai ada yang dangdutan. Semua gandrung shalawat.
Bahkan beberapa kali tersebar video via WhatsApp. Di grup-grup. Wanita bersolek. Bertato. Bedak menor. Pakaian minim. Tapi membaca shalawat begitu merdunya. Yang seandainya sekilas hanya mendengar suaranya saja, maka tidak akan percaya bahwa yang membaca adalah wanita tadi.
Begitulah bangsa kita. Bangsa Indonesia. Bangsa shalawat. Yang ketika sedih bershalawat. Ketika bahagia bershalawat. Ketika naik mobil bershalawat. Ketika naik pelaminan bershalawat. Ketika di majlis taklim bershalawat. Ketika di orkesan bershalawat. Dengan hatinya masing-masing. Membawa cinta pada Rasulullah.
Semua tidak akan terjadi seandainya undang-undang melarang. Tapi alhamdulillah, kebebasan kita berserikat telah menjamin semua itu.
Maka yang terakhir saya bayangkan. Laporan virtual malaikat diterima oleh Rasulullah. Yang setiap hari Jumat itu. Sudah membentuk statistik. Jumlah pembaca. Kisaran usia. Jumlah shalawat. Ragam shigat. Rasulullah membacanya sambil tersenyum. Bangga dengan kita bangsa Indonesia. Semoga.
M. Muhsin Bahri/sidogiri