Pakar Bahasa Sekelas Imam Sibawaih
Dalam dunia Islam ada dua nama Ibnu Hisyam yang sama-sama memberikan kontribusi terhadap Islam, pertama Ibnu Hisyam al-Himyari, penulis kitab Sirah Nabawiyah yang kemudian masyhur dengan sebutan Sirah Ibni Hisyam, sebagai komentar terhadap karya yang sama dari Ibnu Ishaq. Kedua, Ibnu Hisyam al-Anshari pakar dalam ilmu gramatika Arab.
Untuk Ibnu Hisyam yang kedua nama lengkapnya adalah Abdullah bin Yusuf bin Ahmad bin Abdullah bin Hisyam al-Anshari al-Mishri al-Khazraji asy-Syafi’i. Bergelar Jamaluddin, kun-yahnya adalah Abu Muhammad.
Beliau lahir di Kairo Bulan Dzulkadah tahun 708 H/1306 M, dan tumbuh di sana. Di Kairo beliau isi hari-harinya dengan mendalami dan mengaji ilmu-ilmu keagamaan. Dengan penuh ketekunan dan kesabaran, Ibnu Hisyam mempelajari beberapa disiplin ilmu di antaranya ilmu qiraah, tafsir, adab, ilmu bahasa, dan gramatika Arab.
Ibnu Hisyam memiliki kecerdasan yang luar biasa dan hafalan yang kuat. Beliau sanggup melampaui kawan-kawannya dalam beberapa ilmu, seperti nahwu, fikih, adab, tafsir dan lughat. Bukti kecil dari itu adalah Ibnu Hisyam mampu menghafal Mukhtashar al-Kharaqi dalam tempo kurang dari 4 bulan. Sedangkan dalam aspek ilmu bahasa Arab, Ibnu Hisyam adalah seorang sastrawan, hanya saja beliau banyak berbeda dengan Abu Hayyan, salah seorang ahli gramatika Arab pada masanya. Ibnu Hisyam merupakan prototype ulama yang berakhkal santun, tawadhu’, berbakti, penyayang, sabar dan halus budi bahasanya, menjaga diri, konsistens dan sabar dalam menuntut ilmu.
Baca Juga: DR. SAID RAMADHAN AL-BUTHI; Lentera Umat Islam Dari Bumi Syam
Kesabaran beliau selama menuntut ilmu tercermin dari ungkapan beliau yang digubah dalam bahasa syair: “Siapapun yang bersabar dalam menuntut ilmu, ia akan menggapai pencapaian. Siapapun yang ingin meminang kebaikan, hendaklah bersabar dalam pengorbanan. Siapapun yang tidak menundukkan nafsunya dalam menggapai sesuatu yang mulia, maka ia akan hidup lama sebagai orang yang hina.”
Ada banyak ulama yang ilmunya diserap oleh Ibnu Hisyam. Guru beliau dalam aspek ilmu gramatika Arab adalah Syekh Abul Faraj Syihabuddin Abdul Lathif bin al-Murahhal dan Syekh Tajuddin Umar bin Ali al-Fakihani serta Ibnu Hayyan an-Nahwi, pakar gramatika unggul pada masanya. Dalam bidang ilmu qiraah beliau belajar kepada Syekh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin Numair, yang dikenal dengan Ibnu as-Siraj, dan dalam bidang ilmu hadits mengaji kepada Imam Ibnu Jama’ah pakar hadits paling keren pada waktu itu. Dalam satu riwayat Ibnu Hisyam juga pernah mengaji kepada Tajuddin Ali bin Abdullah at-Tibrizi.
Adapun murid-murid Ibnu Hisyam yang tertulis dalam sejarah sebagai ulama yang mumpuni dalam bidang masing-masing adalah Muhibbuddin Muhammad, putra Ibnu Hisyam sendiri, Syekh Jamaluddin Ibrahim bin Muhammad al-Lakhami, Sirajudin Umar bin Ali, dan selanjutnya Ibrahim bin Muhammad an-Nahwi. Sebenarnya masih banyak murid-murid beliau yang tidak terkspost dalam sejarah yang juga memberikan kontribusi banyak terhadap agama.
Sebagai ulama yang wawasan keilmuannya luas, tentunya tak heran jika ilmu yang beliau punya dituangkan dalam bentuk tulisan agar generasi selanjutnya bisa tetap menikmatinya. Ibnu Hisyam menulis karya kurang lebih 50 judul kitab. Sebagian hanya dikenal namanya karena hilang dalam proses peradaban sehingga tidak sampai ke tangan kita, sebagiannya lagi masih eksis dan sudah diterbitkan. Karya-karya beliau di antaranya adalah Al-I’rab ‘an Qawâ’idil-I’râb, Qathrun-Nadâ, Iqâmatud-Dalîl ‘alâ Shihatit -Tamtsîl wa Fasâdi Ta’wîl, Audhahul-Masâlik ilâ Alfiyah Ibni Mâlik, Risâlah fi Ahkâmi Lau wa Hattâ, Kifâyatut-Ta’rif fi ‘Ilmit-Tashrîf, Al-Kawâkib ad-Durriyyah, Masâil fi I’râbil-Qurân dan lain-lain. Kebanyakan kitab beliau membahas seputar ilmu kebahasaan, karenanya beliau dikenal dengan ahli bahasa yang banyak mendapat pengakuran dari beberapa ulama.
Baca Juga: SA’DUDDIN AT-TAFTAZANI, Ulama Akademisi Yang Berilmu Ladunni
Sebab kepakaran beliau itulah, banyak ulama yang memuji keilmuan beliau. Imam as-Subki berkata: “Ibnu Hisyam adalah ahli nahwu zamannya.” Syekh ad-Damamini berkata kepada putra Ibnu Hisyam: “Andai saja Imam Sibawaih masih hidup, pastilah ia akan berguru kepada ayahmu dan membaca kepadanya (di depannya).” Ibnu Khaldun juga memuji beliau: “Kami di Negeri Maroko, senantiasa mendengar kabar bahwa di Mesir ada seseorang bernama Ibnu Hisyam yang alim dalam ilmu bahasa Arab, yang lebih pakar dalam bidang nahwu melebihi Imam Sibawaih.”
Sebagai pakar bahasa, Ibnu Hisyam memiliki manhaj tersendiri dalam sistematika penulisannya. Para pakar yang meneliti kitab-kitab karya Ibnu Hisyam mendapati bahwa manhaj beliau dalam ilmu nahwu dibangun atas asas-asas berikut: Menjadikan al-Quran sebagai sumber pertama serta asas dalam membangun kaidah nahwu, dan menashih uslub-uslub bahasa Arab. Bersandar pada sebagian qiraah untuk membangun sebagian kaidah nahwu. Berdalil dengan hadits-hadits Nabi saw. Berdalil dengan syair-syair Arab.
Untuk yang terakhir ini “menggunakan dalil-dalil syair-syair Arab”, beliau berbeda dari umumnya para ulama bahasa, karena di kalangan mereka ada beberapa syair yang tidak bisa dijadikan hujah. Berbeda dengan Ibnu Hisyam, beliau terkadang membawakan beberapa syair untuk menjelaskan kekeliruan struktur kebahasaan dalam syair tersebut. Di samping itu, beliau tidak terikat dengan madzhab nahwu tertentu. Dalam bidang nahwu dikenal madzhab besar; Bashrah dan Kufah, serta ada beberapa madzhab lainnya. Secara umum beliau banyak bersandar pada madzhab Bashrah, hanya saja beliau juga mengambil madzhab Kufah, atau bahkan madzhab-madzhab lainnya manakala beliau memandang dalil-dalil mereka lebih kuat dari dalil-dalil ulama-ulama madzhab Bashrah.
Inilah kehebatan Ibnu Hisyam yang memiliki pola pandang dan manhaj sendiri dalam kaitannya dengan ilmu kebahasaan. Jarang-jarang ulama yang memiliki mindset seperti beliau.
Setelah lama dalam dunia ta’allum dan ta’lim-nya, menyebarkan ilmu-ilmu agama, Ibnu Hisyam al-Anshari tutup usia pada hari Kamis malam Jum’at Dzulkadah tahun 761 H/1360 M. Beliau dikebumikan setelah shalat Jum’at di pemakaman ash-Shufiyyah di luar Bab an-Nashr, Kairo.[]
Afifuddin/sidogiri