Nama asli beliau Abu Jakfar Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Salamah bin Abdul Malik al-Azdi al-Hajari al-Mishri ath-Thahawi al-Hanafi. Beliau lahir pada tahun 239 H di Buthha, sebuah desa di Mesir, ada juga yang mengatakan 237 H. Imam ath-Thahawi adalah sezaman dengan para imam Huffâzh (hafal hadis) sekaligus penulis enam buku induk hadis, dan bersama-sama dengan mereka dalam riwayat hadis. Umur beliau ketika Imam al-Bukhari wafat adalah 17 tahun, ketika Imam Muslim wafat ia berumur 22 tahun, ketika Imam Abu Dawud wafat ia berumur 36 tahun, ketika Imam at-Tirmidzi wafat berumur 40 tahun dan ketika Imam an-Nasa’i wafat ia berumur 64 tahun, dan ketika Imam Ibnu Majah wafat ia berumur 34 tahun. Sedangkan Imam Ath-Thahawi sendiri wafat pada bulan Dzul-Qadah tahun 321 H, dalam usia delapan puluh tahun lebih.

Ayahanda beliau, Muhammad bin Salamah merupakan cendekiawan plus ahli dalam syair dan ilmu periwayatan. Sedangkan pamannya, Imam al-Muzanni merupakan santri Imam asy-Syafii yang banyak berperan dalam menyebarluaskan ilmu gurunya.

Imam Ath-Thahawi menguasai beberapa disiplin ilmu, semisal Fikih, Hadis dan Akidah. Baliau menjadi wakil dari Qadhi Abu Abdillah Muhammad bin ‘Abdah, seorang qadhi di Mesir. Menurut kebanyakan riwayat kealiman ath-Thahawi didapat dari didikan dan pengajaran keluarganya, yang kemudian didukung dengan keikutsertaannya dalam forum halaqah ilmiah yang didirikan oleh ulama-ulama alim di masanya di masjid Amr bin al-‘Ash, Mesir.

Baca juga: Maha Karya Untuk Para Ilmuan

Hafalan al-Quran beliau ditempa dari Syekh Abu Zakaria Yahya bin Muhammad bin ‘Amrus. Rata-rata anak yang belajar pada Syekh Abu Zakaria ini mampu menghafal al-Quran dengan tahqiq, dan tak satupun yang tidak hafal. Setelah ith, ath-Thahawi belajar disiplin ilmu fikih pada pamannya sendiri, Imam al-Muzanni, santri Imam asy-Syafii. Ath-Thahawi menyimak lalu membacakan di depan pamannya itu kitab monumental yang memang karya pamannya tersebut yakni Mukhtashar al-Muzanni.

Selian belajar ilmu fikih, ath-Thahawi juga belajar ilmu periwayatan hadis dari pamandanya itu. Karena itulah, selain pakar dalam hadis, Imam ath-Thahawi juga menjadi salah satu pakar dalam fikih mazab Imam asy-Syafii. Namun, tak berselang lama, karena suatu alasan, Imam ath-Thahawi berafiliasi ke mazhab Hanafi sampai beliau wafat.

Imam ath-Thahawi Berpindah Mazhab

Al-Imam ath-Thahawi belajar pada pamannya sendiri Al-Muzanni dan mendengar periwayatan pamannya dari Imam asy-Syafii.

Asy-Syafii. Namun, saat menginjak usia 20 tahun, beliau meninggalkan mazhab Imam Asy-Syafi’i, dan beralih ke mazhab Imam Abu Hanifah. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangin hal tersebut, di antaranya: pertama, karena beliau sering menyaksikan pamannya banyak menelaah kitab-kitab Abi Hanifah. Kedua, sering terjadi polemik antara dua mazhab fikih tersebut dalam beberapa kasus. Seperti karangan pamannya sendiri yang berisi bantahan-bantahan terhadap Abi Hanifah. Ketiga, banyak syekh yang mengambil pendapat dari mazhab Abi Hanifah, baik dari Mesir maupun Syam (Suriah) dalam rangka menunaikan tugasnya sebagai qadhi, seperti qadhi Bakar bin Qutaibah, Ibnu Abi Imran dan Abi Khazim.

Baca juga: Perpustakaan Sidogiri Dicanangkan Menjadi Penyedia Refensi Utama Karya Ulama Nusantara

Namun demikian, tindakan perpindahan beliau dari mazhab Syafii ke mazhab Hanafi juga dilakukan oleh imam-imam yang lain. Bahkan pengikut Syafii yang paling terkenal sebelumnya adalah seorang yang bermazhab Maliki, dan di antara mereka ada yang menjadi guru ath-Thahawi. Perpindahan bukan pula karena fanatik terhadap salah satu mazhab, tetapi dalam rangka mencari dalil dan hujah yang lebih mendekati kebenaran.

Sanjungan Ulama kepada Ath-Thahaw

Ibnu Yunus memberi pernyataan tentang beliau: “Ath-Thahawi merupakan orang yang kuat hafalannya dan terpercaya, alim, jenius dan tak ada yang menggantikan beliau”. Abdurrahman bin Jauzi atau yang dikenal dengan sebutan Ibnul Jauzi dalam Al-Muntazham-nya menyatakan: “Seorang penghafal yang terpercaya, bagus pemahamannya, alim dan jenius. Ibnu Katsir juga menyatakan dalam Al-Bidâyah wan- Nihâyah-nya: “Beliau adalah seorang penghafal yang terpercaya sekaligus pakar penghafal hadis”.

Guru dan Murid ath-Thahawi

Di antara guru-guru beliau selain pamannya, al-Muzanni, juga al-Qadhi Abu Jakfar Ahmad bin Imran alBaghdadi, al-Qadhi Abu Khazim Abdul Hamid bin Abdul ‘Aziz al-Baghdadi, Yunus bin Abdul ‘Ala al-Mishri dan lain-lain. Sedangkan sebagian murid beliau adalah Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Manshur, Ahmad bin al-Qasim bin Abdillah al-Baghdadi yang dikenal dengan Ibnul Khasysyab al-Hafizh, Abul Hasan Ali bin Ahmad ath-Thahawi dan lain-lain.

Beberapa Karya ath-Thahawi

Ath-Thahawi telah menyusun berbagai jenis kitab dalam beberapa disiplin ilmu, baik dalam bidang akidah, tafsir, hadits, fikih, maupun sejarah. Sebagian ahli sejarah menyatakan lebih dari tiga puluh kitab. Di antaranya sebagai berikut: Syarh Ma’âni al-Atsar, Ikhtilâf al-Fiqhiyah, Mukhatashar ath-Thahâwi, Sunan asy-Syafi’i, Naqdhu kitab al-Mudallisin li Faqih Baghdad al-Husain bin Ali bin Yazid al-Karabisi, Taswiyatu baina Hadtsana wa Akhabarana, Syarh al-Jami’ al-Kabir lil imam Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani, Kitab al-Mahadlir wa as-Sijillât, Akhbar Abi Hanifah wa ashhâbuhu, Kitab al-Washaya wal Faraidh. 24, dan Kitab Aqidah ath-Thahawiyah, kitab paling masyhur dari beberapa karya beliau.

Baca juga: Imam Haramain Al-Juwaini: Sanad Keilmuan Dan Karya-Karyanya

Demikian biografi singkat imam kaliber dunia yang banyak sumbangsihnya terhadap ilmu pengetahuan keagamaan. Dengan kealiman dan produktifitas beliau, sampai sekarang kita bisa menikmat beberapa karya beliau yang sangat mencerahkan, terlebih lagi buku dalam bidang akidah, yakni Aqidah ath-Tahawiyah yang sangat populer di kalangan santri dan telah banyak dikomentari oleh para ulama.[]

Afifuddin/sidogiri

Spread the love