SUMENEP merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang terletak di ujung timur Pulau Madura. Wilayah yang dijuluki kota Keris ini memiliki banyak sekali bangunan bersejarah yang masih ada hingga saat ini, seperti Keraton Sumenep yang menjadi pusat pemerintahan sang adipati pada masanya.
Tak hanya tempat bersejarah, kabupaten Sumenep juga terkenal dengan kota yang memiliki berbagai wisata religi. Salah satunya adalah makam waliyullah yang terletak di Desa Pamolokan, Kecamatan Kota Sumenep. Nama lengkapnya adalah As-sayyid al-Habib as-Syekh Ahmad Baidhawi bin Shaleh al-Badawi al-Husaini bin yang masih ada hingga saat ini.
PANGERAN KATANDUR DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMENEP
Panembahan Pakaos bin Sunan Kudus, yang dikenal sebagai Pangeran Katandur. Masyarakat Kota Sumenep mengenalnya sebagai Pangeran Katandur.
Untuk mencapai Makam Pangeran Katandur, dari Masjid Jami Kabupaten Sumenep kita menuju arah utara butuh 10 menit atau sekitar 2,5 km saja. Sesampai di DAM Kebunan, terlihatlah Gerbang Pemakaman, di sekitar itulah terdapat komplek makam Pangeran Katandur.
Latar Belakang Nama Katandur
Secara bahasa, Katandur diambil dari kata “Nandur” dalam bahasa Jawa yang artinya bercocok tanam atau menanam. Julukan itu disematkan karena Pangeran Katandur getol berdakwah di bidang pertanian. Artinya, sambil bercocok tanam bersama warga, ia menyebarkan Islam secara berangsur-angsur.
Dikisahkan bahwa lahan tanah yang berkapur cenderung tidak subur, sehingga banyak tanah dibiarkan begitu saja. Dampak dari itu semua, ketahanan pangan warga sangat lemah. Saking sulitnya makan dan kondisi masyarakat yang kelaparan, akhirnya Pangeran Katandur membantu mereka untuk bercocok tanam dengan pendekatan spiritual. Alhasil, banyak lahan warga tumbuh subur.
Konon, salah satu karamahnya adalah saat menanam di pagi hari, sore harinya sudah berbuah, dan sudah bisa dipanen. Mengetahui hal itu, banyak masyarakat yang berbondong-bondong sowan kepadanya. Tanpa ragu, sang Pangeran pun mengenalkan syariat pada warga.
Keturunan Pangeran Katandur
Cucu mendiang Sunan Kudus ini memiliki 3 putra yang berjuluk Kiai Khatib Pranggan, Kiai Khatib Paddusan, dan Kiai Khatib Sendang. Nama “Khatib” sejatinya merupakan gelar, kemungkinan merujuk pada gelar tokoh pemberi khutbah pada setiap pelaksanaan shalat Jumat, yang biasa disebut Khatib. Namun dalam struktur pemerintahan di masa lalu, khatib juga merupakan jabatan hierarki dalam sistem kepenghuluan, yaitu tokoh keagamaan yang tercatat dalam administrasi keraton atau kerajaan.
Kiai Khatib Paddusan
Tokoh yang sesuai dengan namanya ini berdomisili di Paddusan, sebuah kampung di Desa Parsanga, Kecamatan Kota Kabupaten Sumenep. Ia tercatat sebagai kiai yang menurunkan banyak ulama besar. Dua di antara belasan anak-anaknya dikenal sebagai ulama besar sekaligus wali agung Sumenep pada masanya, yaitu Kiai Ali di Barangbang, Kalimo’ok, Kecamatan Kalianget, dan Nyai Ceddir di kawasan Lembung, Kecamatan Lenteng.
Khusus untuk Nyai Ceddir, beliau merupakan buyut dari Panembahan Sumolo, penguasa Sumenep yang membangun Masjid Jami’ dan Keraton Sumenep, dua bangunan yang menjadi ikon Sumenep hingga saat ini. Makam Kiai Khatib Paddusan berada di kampung Paddusan, di kawasan itu juga dimakamkan beberapa tokoh Sumenep yang merupakan keturunan, sanak kerabat, dan pengikut Kiai Khatib Paddusan.
Kiai Khatib Pranggan
Sementara Kiai Khatib Pranggan, sesuai namanya, juga merupakan tokoh ulama yang berdomisili di Pranggan. Letaknya tidak jauh dari Paddusan, sebuah dataran yang agak tinggi. Di sanalah sang kiai dimakamkan. Dalam catatan genealogi, Kiai Khatib Pranggan menurunkan Kiai Ceddir, suami Nyai Ceddir. Selain itu, beliau juga tercatat menurunkan Kiai Agung Rombu, Kiai Gurang-garing, serta Kiai Singotruno. Agung Rombu dan Gurang-garing merupakan leluhur kiai-kiai di kawasan Kecamatan Gapura dan Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep. Sementara Kiai Singotruno merupakan patih Keraton Sumenep yang terkenal di masa pemerintahan Bindara Saot, ayah Panembahan Sumolo.
Kiai Khatib Sendeng
Berbeda dengan dua khatib sebelumnya, Kiai Khatib Sendang, yang merupakan khatib ketiga, makamnya justru berada di luar Kecamatan Kota Sumenep. Sendang merujuk pada sebuah kawasan di Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, perbatasan antara Sumenep dan Kabupaten Pamekasan.
Kisah Kiai Khatib Sendang hampir tidak disebut dalam sejarah, kecuali di babad Sumenep yang menyebut beliau sebagai salah satu guru Kiai Raba di Pamekasan.
Ach. Shofwan Halim/Sidogiri