Sebagaimana kita ketahui bahwa kewajiban pertama bagi manusia adalah makrifat. Hal ini sesuai dengan penjelasan Imam Ibnu Ruslan dalam kitabnya az-Zubad. Beliau menuliskan nazham:
أَوَّلُ وَاجِبٍ عَلَى الْإنْسَانِ * مَعْرِفَةُ الْإِلَهِ بِاسْتِيْقَانِ
“Kewajiban pertama bagi setiap manusia * ialah mengetahui Tuhannya dengan yakin”
Begitu juga Habib Zainal Abidin al-Alawi ketika ditanyakan perihal kewajiban pertama bagi manusia, beliau menjawab makrifat pada Allah. Adapun cara untuk mencapai tujuan tersebut, manusia memiliki cara yang berbeda-beda. Di antaranya mereka melakukan keistikamahan shalat, memperbanyak membaca shalawat atau wirid. Banyak dari mereka juga memilih jalan tarekat sebagai alternatif untuk mencapai tujuan makrifat kepada Allah.
Perlu kita ketahui pula, bahwa tarekat dengan syariat merupakan satu kesatuan. Ketika seorang manusia telah menjalankan syariat dengan baik, maka demi menambah tingkat imannya kepada Allah ia bisa menjalankan tarekat.
Hanya saja, cara dan pemahamannya yang masih banyak kekeliruan tentang bertarekat itu sendiri. Sebagian mereka melakukan tarekat namun meninggalkan syariat. Mereka menyibukkan diri untuk membaca wirid dan doa, namun meninggalkan kewajiban pokok dalam beribadah.
Baca Juga: Menuju Makrifat Dengan Cara Berbeda
Oleh karena itu, perlu kiranya kami menawarkan buku yang memaparkan penjelasan tentang tarekat. Buku ini berjudul Habib Luthfi bin Yahya Berbicara Seputar Tarekat. Di dalamnya berisikan problematika masyarakat seputar tarekat dan permasalahan umat. Semua pertanyaan tersebut dijawab langsung oleh Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya Pekalongan. Beliau merupakan ketua Jam’iyyah Ahlu Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdhiyyah. Dalam masalah tarekat, beliau memiliki pemahaman yang sangat luas. Ini bisa dibuktikan dari banyaknya guru tarekat yang beliau miliki. Di antaranya adalah: Thariqah an-Naqsyabandiah al-Khalidiyah, Thariqah Syadziliyah, Thariqah al-Alawiyah al-Idrusyiah al-Atha’iyah al-Haddadiyah dan Yahyawiyah dan Thariqah al-Qadiriyah an-Naqsyabandiyah. Begitulah di antara penjelasan biografi beliau dalam buku tersebut.
Dalam buku setebal 150 halaman ini, tidak hanya fokus dalam penjelasan tarekat. Hal-hal yang berhubungan dengan ilmu tasawuf, akidah dan kemasyarakatan juga dibahas di dalamnya. Hal itu disebabkan karena menjalankan tarekat tidak akan lepas dengan proses tazkiyatun-nafs (membersihkan hati), sedangkan proses tersebut sering kita temukan dalam pembahasan ilmu tasawuf. Begitu pula, ilmu tarekat jelas tidak akan lepas hubungannya dengan ilmu tauhid atau akidah, karena menjalankan amaliyah dalam bertarekat itu senantiasa untuk mengesakan Allah.
Baca Juga: Dosa Seorang Yang Makrifat
Dalam masalah kemasyarakatan, Habib Luthfi mendapatkan pertanyaan seputar kebiasaan sosial yang berbau kontroversi. Seperti ngalap berkah di makam para wali dan memiliki khaddam jin. Beliaupun memaparkan bahwa ngalap berkah itu sebenarnya mengambil berkah dari orang yang telah diberkahi Allah. Artinya, tujuan utamanya tetap kepada Allah. Sedangkan dalam permasalahan khaddam, beliau mengarahkan pada makna khaddam itu sendiri yang memiliki makna ‘penjaga’. Yaitu penjaga setiap ayat atau asma Allah yang diberikan kepada setiap hamba-hamba-Nya.
Dari pemaparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa buku ini tidak monoton kepada pembahasan tarekat. Karena dilatarbelakangi oleh model tanya jawab, maka pembahasannya bisa meluas pada banyak permasalahan. Hanya tidak menyampingkan pembahasan utama yang berupa permasalahan seputar tarekat. Di sinilah mungkin letak plus dari buku ini. Hanya jika kita hendak mendalami betul tentang masalah tarekat, mungkin membutuhkan referensi lain untuk dibaca, karena yang ditampilkan dalam buku ini hanya jawaban-jawaban pokok saja.
Untuk menutup dan melengkapi sajian buku seputar tarekat ini, tim buku tersebut menyuguhkan beberapa wirid, ijazah dan galeri tentang kegiatan Habib Luthfi bin Yahya dalam berdakwah. Adapun wirid yang tercantum di dalamnya adalah Ratib al-Athas.
Dede Febiyan H