اْلَأنْوَارُ مَطَايَا الْقُلُوْبِ وَاْلَأسْرَار
“Cahaya ilahiyah adalah kendaraan hati dan beragam rahasia.”
Pada pembahasan sebelumnya, Syekh Ibnu Athaillah telah gamblang menjelaskan warid ilahiyah.
Juga terkait apa saja tujuan Allah menancapkannya ke dalam hati seorang hamba. Dan pada pembahasan kali ini, sebenarnya masih berkaitan erat dengan pembahasan warid. Hanya saja di sini, warid akan dibahasakan dengan bahasa ‘al-anwar’ (cahaya ilahiyah).
Cahaya dimaksud merupakan efek berkelanjutan dari datangnya warid. Ketika Allah menurunkan sebuah warid, maka pada waktu yang bersamaan, hati sang hamba akan dipenuhi dengan cahaya ilahiyah (al-anwar).
Di sini, Syekh Ibnu Athaillah menyerupakan ‘al-anwar’ tadi dengan kendaraan. Dimana keduanya memiliki fungsi yang serupa, yaitu mampu membawa si empunya pada tujuannya. Yang biasanya perjalanan membutuhkan waktu lama, dengan kendaraan akan lebih cepat. Yang awalnya perjalanan terasa sulit dan membosankan, dengan al-anwar akan lebih mudah dan menyenangkan.
Pada dasarnya, tujuan utama seorang hamba yang mendapatkan kendaraan al-anwar adalah sampai kepada Allah. Dengan sampainya makhluk pada sang Khaliq, maka dia akan lebih cinta, takzim dan mengagungkan Dzat yang Maharahasia.
Karena pada fitrahnya, hati setiap hamba yang lahir memang diciptakan dan disesaki rasa mahabbah kepada Allah. Mengagungkan dan mengesakan-Nya. Lahir dalam keadaan suci sebagai hamba.
Tetapi manusia sebagai ‘pemilik’ hati, ketika dihamparkan kepadanya beragam pernak-pernik dunia, maka dia lekas menyimpang dari jalan yang telah digariskan Allah. Hawa nafsu menjalar, menerkam setiap fitrah penciptaan. Allah berfirman:
زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة والأنعام والحرق
“Dihiaskan pada manusia cinta pada kesenangan-kesenanngan berupa perempuan, anak-anak, perhiasan baik berupa emas atau perak, dan kuda yang bagus, serta hewan-hewan dan tumbuhan.”(QS. Ali Imran [03]: 14)
Baca Juga: Tentara Hati
Tujuan sudah ditentukan. Kendaraan sudah disiapakan. Tapi syahwat-syahwat inilah yang kemudian membengkokkan orientasi hamba dari jalan yang benar. Sedikit demi sedikit. Pelan namun pasti. Sehingga mereka tidak lagi menyadari kemana sebenarnya tujuan mereka hidup di atas dunia.
Maka celaka orang yang telah terbujuk kesenangan-kesenangan dunia. Hingga dia melupakan Dzat yang Maha memberi kesenangan yang hakiki. Lupa pada Dzat yang menciptakan kecantikan rupa. Lupa pada Dzat yang menciptakan kelucuan balita. Lupa pada Dzat yang menciptakan keindahan permata. Lupa pada Dzat yang Maha indah di antara keindahan-keindahan yang fana.
Sedemikian itu, manusia akan hidup dalam kepalsuan. Menyangka kesenangan itulah tujuan abadi. Cinta dicurahkan sepenuh hati. Maka semua hidupnya telah berpaling. Jalannya telah putus. Dan akhiratnya telah pupus.
Sungguh celaka dia yang telah dialihkan hatinya dari Allah. Fatamorgana dunia yang dilihatnya seakan-akan mampu digapai, padahal dengan upaya apapun tangannya tidak akan pernah sampai. Sungguh celaka.
Lebih celaka lagi, bagi mereka yang tidak sadar dengan kepalsuan ini. Hatinya terperdaya dengan kata cinta. Terpesona dengan keindahan dunia. Yang pada akhirnya, tidak akan rela untuk berpisah dan meninggalkannya.
Begitulah jamak manusia ditemukan di dunia ini.
Maka, ketika Allah telah menganugerahkan warid kepada seorang hamba, lalu hati itu disinari dengan cahaya ilahiyah. Hatinya akan hidup dan dipenuhi dengan rasa cinta.
Ketika hati hamba itu sudah hidup, maka dia telah termasuk dalam katagori manusia yang disabdakan oleh Rasulullah:
عَبْدٌ نَوَّرَ اللّٰهُ قَلْبَهُ
“Hamba yang Allah sinari hatinya.”
Baca Juga: Hati Pendosa Belum Pasti mati
Cahaya ini yang nantinya akan menjadi penuntun hamba kepada Rabb-nya. Menghindari lika-liku syahwat dan kesenangan dunia, sehingga dia bisa sampai pada tujuan akhir yaitu makrifatullah Azza wa Jalla.
Adapun asrar, atau rahasia-rahasia, barangkali yang dimaksud oleh beliau adalah janji yang Allah ikat kepada setiap manusia sebelum mereka lahir ke muka bumi, sebagaimana dimaksud dalam firman Allah:
وإذا أخذ ربك من آدم من ظهورهم ذريتهم وأشهدهم على أنفسهم ألست بربكم قالوا بلى شهدنا
”Dan (ingatlah) ketika Rabbmu mengeluarkan dari sulbi(tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa-jiwa mereka ” Bukankah Aku ini adalah Tuhanmu?” Mereka menjawab “Benar (engkau Tuhan kami”. “Kami menyaksikan (ucapan kalian)”. (QS. Al-A’raf [07]: 72)
Di dalam ayat di atas, ada janji suci dan penyaksian setiap hamba akan ketuhanan Allah. Sebelum mereka singgah ke dunia, mereka sudah diberitahu dan mengerti kemana orientasi kehidupan mereka. Hanya saja, beragam godaan dunia telah memalingkan mereka dari tujuan hidup yang semestinya.
Inilah rahasia yang manusia sendiri tidak akan tahu, apabila Allah tidak menginformasikan melalui Rasulullah. Bahwa setiap manusia telah mengakui Allah sebagai tuhan.
Maka untuk menjaga pengakuan ini, al-anwar akan menjadi kendaraan yang senantiasa menjaganya tetap berada di poros yang tepat. Lalu selamat. Amin.