PERANG tidak seimbang antara pejuang Palestina dan para penjajah Israel kembali meletus, membuat Gaza hancur lebur menjadi lautan api dengan ribuan korban meninggal dan puluhan ribu luka-luka. Merespons peristiwa itu, masyarakat dunia bereaksi dengan berbagai cara, menggunakan segenap daya dan upaya yang mereka miliki untuk mengakhiri perang, memberikan bantuan medis kepada para korban, dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.

Aksi solidaritas untuk Palestina digelar di seluruh dunia, baik di negeri-negeri dengan mayoritas penduduk Muslim maupun non-Muslim. Masalah Palestina dianggap sebagai masalah kemanusiaan, di mana setiap manusia dengan hati nurani yang masih hidup mestinya turut ambil bagian dalam mengutuk kekejian dan kebiadaban penjajah Israel, yang didukung penuh oleh Amerika Serikat dan sekutunya.

Ketika suara masyarakat dunia menentang kebiadaban Israel, umat Islam Indonesia harus memberikan reaksi yang lebih dari sekadar biasa. Selain karena solidaritas sebagai Muslim, Indonesia memiliki hubungan erat dengan Palestina, bahkan mengakui kemerdekaan Indonesia. Indonesia juga berkewajiban menjalankan amanah konstitusinya, yang menyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segenap bangsa, dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan!”

Reaksi yang lebih keras dari bangsa Indonesia dibutuhkan saat ini, karena suara mayoritas umat Islam di Indonesia memiliki dampak politis yang kuat. Lobbi Yahudi terus bekerja di balik layar, memonitor konstelasi politik di Indonesia. Beberapa kelompok di Indonesia secara terang-terangan mengafiliasikan diri dengan Israel, mengibarkan bendera Israel, dan membuat akun “Israel-Indonesia” di media sosial. Semua ini harus disadari sebagai bagian dari grand design dari balik layar.

Suara yang lebih keras harus dikeluarkan oleh warga NU dan masyarakat pesantren. Sebagai Muslim dan bagian dari bangsa Indonesia, literatur-literatur pesantren dari berbagai mazhab sudah pasti menyuarakan bahwa umat Islam wajib membela Palestina.

Mengenai Negara Islam (Darul-Islam), para ulama fikih menjelaskan bahwa Negara Islam adalah kawasan yang ada di bawah kendali umat Islam, di mana mereka bisa menampakkan keislaman mereka dan menghalau musuh-musuh yang menyerang mereka. Penguasaan umat Islam terhadap wilayah manapun di dunia ini merupakan inti dari suatu wilayah disebut Negeri Islam, tidak peduli apakah penduduknya menjadi Islam atau tetap non-Muslim yang rela membayar upeti. Status suatu wilayah yang telah menjadi Darul Islam akan abadi sampai hari Kiamat, kendati mungkin wilayah itu sudah direbut kembali oleh orang-orang kafir, seperti Palestina hari ini.

Mengenai penjajahan Israel atas Palestina, tidak relevan bagi umat Islam memperdebatkan apakah peperangan dan pendudukan yang terus berlangsung di situ adalah karena motif politis atau agama. Dalam Islam, tidak ada sekat antara urusan politik dengan agama, karena membela tanah air adalah bagian dari agama. Sehingga, urusan ini bukan hanya persoalan domestik Palestina, tetapi negeri-negeri Islam lainnya juga memiliki tanggung jawab yang sama.

Bagi umat Islam, memperdebatkan apakah masalah Palestina adalah motif agama atau politis sangat miris, menunjukkan ketidaktahuan terhadap agama dan politik sekaligus. Di sisi yang berlawanan, orang-orang Israel sendiri menyuarakan bahwa agenda mereka dalam menginvasi Palestina berlandaskan keyakinan agama dalam kitab suci mereka.

Mari kita satukan suara untuk membela Palestina tanpa terjebak dalam perdebatan yang tidak relevan

Moh. Achyat Ahmad/sidogiri

Spread the love