Dalam artikel sebelumnya telah dijelaskan, untuk menjadi pebisnis religius langkah-langkah yang harus dilakukan adalah memperbaiki niat, menjadikan bisnis sebagai fardhu kifayah, dan tidak sampai melupakan ibadah. Namun, dalam pandangan Imam al-Ghazali, masih ada beberapa hal yang sebaiknya tidak ditinggalkan.

Selalu Berdzikir kepada Allah

Berkecimpung dalam urusan duniawi bukan berarti lantas melupakan hal-hal yang bernuansa ukhrawi. Begitupula ketika berbisnis, meskipun banyak sangkut pautnya dengan perkara duniawi, sebisa mungkin tetap diselingi dengan berbagai macam dzikir agar tidak kosong dari nuansa ukhrawi. Justru saat itulah dzikir memiliki nilai plus. Dalam Ihya’-nya, Imam al-Ghazali menyebutkan hadis yang artinya, “Orang yang mengingat Allah di antara orang-orang yang lupa, bagaikan orang yang berperang di antara orang-orang yang lari dari perang, bagaikan orang hidup di antara orang-orang mati.” Rasulullah juga bersabda, “Barang siapa masuk pasar, kemudian dia membaca

لَا ِالهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوْتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

 Allah I akan menuliskan untuknya satu juta kebaikan.” Bahkan disebutkan bahwa Shahabat Ibnu Umar , Salim bin Abdullah, dan Muhammad bin Wasi’ masuk pasar agar memperoleh fadilah dari dzikir tersebut. Sayyidina Umar ketika masuk pasar berdoa:

اللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفُسُوْقِ وَمِنْ شَرِّ مَا أَحَاطَتْ بِهِ السُّوْقُ اللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ يَمِيْنٍ فَاجِرَةٍ وَصَفْقَةٍ خَاسِرَة

Tidak Ambisius

Sudah selayaknya bagi pebinis religius tidak terlalu berambisi untuk menumpuk kekayaan. Imam al-Ghazali menggambarkan orang yang ambisius adalah yang paling awal datang ke pasar dan paling akhir keluar dari pasar. Artinya ia menghabiskan seluruh waktunya untuk bekerja. Ketika yang lain belum mulai, ia sudah berangkat lebih awal, dan ketika yang lain sudah pulang, ia masih tetap bekerja. Diriwayatkan dari Shahabat Mu’adz bin Jabal dan Shahabat Abdullah bin Umar , bahwa Iblis berkata kepada anaknya yang bernama Zalnabur, “Berangkatlah bersama teman-temanmu, datangilah orang yang berada di pasar, hiasilah mereka dengan dusta, sumpah, tipu daya, dan khianat. Tetaplah kamu bersama orang yang pertama masuk pasar dan terakhir kali keluar.”

Termasuk dari ambisius adalah dalam bekerja rela melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri. Imam al-Ghazali menggambarkannya dengan berdagang hingga menyeberangi lautan. Tentu pada saat itu menyeberangi lautan dianggap membahayakan dan orang yang berdagang hingga menyeberangi lautan dianggap ambisius, mengingat teknologi dan kapal laut yang ada belum secanggih dan seaman sekarang.

Menjauhi Syubhat

Menjauhi perkara haram merupakan kewajiban. Namun bagi pebisnis religius, tentu tidak terhenti pada menjauhi perkara haram saja, melainkan juga menjaga diri dari memakan barang syubhat, yakni barang yang belum jelas halal-haramnya. Imam al-Ghazali menjelaskan, ketika ada sesuatu yang meragukan, sudah selayaknya untuk mencari asal-usulnya hingga benar-benar tahu dari mana asalnya. Apakah itu benar-benar halal atau tidak. Diceritakan bahwa Rasulullah pernah dibawakan susu oleh para shahabat, lantas beliau bertanya, “Dari mana kalian mendapatkannya?”, para shahabat menjawab, “Dari seekor kambing.” Rasulullah bertanya lagi, “Dari mana kalian mendapatkan kambing itu?” para shahabat menjawab, “Dari tempat ini.” Kemudian Rasulullah meminum susu tersebut, lalu bersabda, “Sesungguhnya para Nabi diperintah untuk tidak makan kecuali makanan yang baik, dan tidak bekerja kecuali pekerjaan yang baik. Sesungguhnya Allah I memerintahkan orang Mukmin dengan apa yang diperintahkan kepada para para Rasul.” Kemudian Rasulullah membaca ayat

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡ

“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah : 172)

Ahmad Sabiq Ni’am/sidogiri

Spread the love