Sejarah

Berawal dari gelombang reaksi protes orang-orang Borjuis Prancis terhadap orang-orang eksklusif Gereja. Kekuatan dan kekayaan Gereja yang begitu besar telah menimbulkan kebencian dari kelompok yang merasa tertindas dengan kebijakan yang sangat merugikan. Di samping itu, dorongan ide pencerahan dan sentimen radikal begitu kuat memotivasi masyarakat pada waktu itu. Sejarah mengenalnya dengan Revolusi Perancis, sebuah revolusi besar pada abad ke-18.

Mereka menuntut kemerdekaan, kemerdekaan dalam setiap hal. Kelak mereka disebut sebagai Kaum Liberal, orang yang bebas dan merdeka. Di waktu yang sama, orang-orang Barat sangat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang intelektual, keagamaan, politik, dan ekonomi dari tatanan moral, supranatural, dan bahkan Tuhan. Revolusi ini mencapai klimaksnya pada tahun 1799 ketika Napoleon Bonaparte naik takhta.

Revolusi Perancis telah mengubah tatanan negara tersebut secara radikal bahkan menular hingga negara-negara Eropa dan sekitarnya. Revolusi itu bahkan menimbulkan keadaan yang menuntut kebebasan mutlak dalam pemikiran, agama, etika, kepercayaan, berbicara, pers, dan politik. Begitulah piagam Magna Charta ala Raja John di Runnymede otomatis dibuat di Prancis saat itu.

Ditambah lagi pemikir era Pencerahan seperti Voltaire yang mengobarkan semangat anti-Katolik dan merendahkan Gereja hingga monarki kerajaan Prcancis menjadi tidak stabil. “Pada abad ke-18, takhta Prancis dan altar berhubungan erat. Kini, hubungan ini runtuh,” komentar sejarawan John McManners asal Britania Raya dalam bukunya, The French Revolution and the Church.

Tradisi, hierarki monarki, aristokrat, dan gereja Katolik digulingkan secara tiba-tiba dan diganti dengan ideide yang baru, liberty, egality, dan fraternity (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). 40.000 korban tewas dalam revolusi itu dan melahirkan satu gagasan yang akan mengubah tatanan sosial, politik, dan agama dunia di kemudian hari. Lahirlah apa yang dinamakan Liberalisme.

Karenanya, Revolusi besar itu telah menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap perkembangan sejarah modern dan mewariskan demokrasi liberal, merebaknya sekularisme, perkembangan ideologi modern, dan penemuan ide-ide tentang perang, David Avrom Bell, sejarawan Yahudi berpendapat demikian dan diamini Houghton Mifflin Harcourt.

Definisi

Sebuah ideologi politik yang berpusat pada individu, dianggap sebagai memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari agama dan ideologi. Simon Blackburn mencoba memberikan definisi Liberalisme secara politis dalam Oxford Dictionary of Philosophy. Dalam konteks sosial, Liberalisme bisa dipahami sebagai suatu etika sosial yang membela kebebasan dan persamaan secara umum.

Secara literal kata Liberal, liberty, dan libertarian diambil dari kata latin liber yang berarti bebas kemudian makna bebas tersebut menjangkiti para pelajar di Barat sehingga berimbas pada kebebasan berpikir. Dalam perkembangannya, Liberalisme terbagi menjadi dua; Liberalisme dalam konteks ekonomi atau Liberal Klasik dan Liberalisme Sosial. Keduanya berakar dari Liberalisme Intelektual yang menjangkiti Barat sejak abad ke-17. Karenanya, kebebasan intelektual merupakan aspek yang paling mendasar dalam Liberalisme Sosial dan Politik. Menurut paham tersebut, titik pusat dalam hidup ini adalah individu.

Ideologi

Pada dasarnya, Liberalisme menginginkan suatu tatanan masyarakat yang bebas yang setiap individunya mempunyai kebebasan berpikir. Pemerintah dan agama merupakan musuh besar Liberalisme. Karenanya, jika di suatu tananan masyarakat ada Liberalisme, bisa dipastikan jika di sana tidak ada otoritas politik dan agama.

John Locke, angkatan golongan Liberal abad ke-18 secara khusus menahbiskan Kaum Liberal sebagai manusia yang secara alamiah berada dalam suatu negara dengan kebebasan sempurna dan memberi cap legal atas segala tindakannya. Karena Kaum Liberal lebih cocok jika tidak tergantung dengan kehendak orang lain.

Karenanya, Kaum Liberal menginginkan kebebasan dengan sepenuhnya dalam segala aspek kehidupan. Mereka tidak ingin dikekang oleh suatu otoritas apapun baik formal maupun informal. Ide-ide Kaum Liberal yang pada mulanya menjangkiti ranah politik kini mulai menular ke dalam ranah ideologi. Kristen sebagai agama mayoritas Barat menjadi target utama kelompok ini.

Sebelumnya, mereka merasa terpasung dengan kebijakan-kebijakan raja yang istanasentris yang bersifat politis hingga kemudian memaksa pihak raja mengurangi kuasanya sebagaimana peraturan yang memaksa Raja John dari Inggris yang dibatasi otoritasnya pada tahun 1215. Gelombang revolusi juga melanda Raja James II yang masyhur dengan The Glorious Revolution of 1688. Keduanya adalah raja yang sebagian haknya dibatasi atau bisa dikatakan dihapus oleh rakyatnya sendiri.

Barangkali motivasi utama kaum ini adalah doktrin John Locke yang mengatakan bahwa setiap manusia lahir dengan hak-hak dasar yang tidak boleh dirampas seperti hak untuk hidup, hak memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan berbicara. “Pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi,” tukas Locke dalam bukunya, Two Treatises of Government.

Maka, apa yang dinamakan Liberalisme ini telah menimbulkan kekacauan intelektual sejak awal kelahirannya pada abad ke-17, berkembang di abad ke-18, dan menjadi buah matang di abad ke-19, mulai dikonsumsi di abad ke-20. Dalam proses tersebut, hak-hak Tuhan sedikit demi sedikit mulai dihapus, agama mulai dihilangkan dari ruang publik, masyarakatnya dicetak menjadi karakter yang individualistis.

Alhasil, beberapa ciri dari ideologi Liberalisme adalah mereka kaum yang anti otoritas, tidak ingin ada campur tangan agama, baik dalam ranah publik maupun intelektual, memisahkan doktrin Kristen dan etika Kristen, atau bahkan tidak percaya kepada doktrin Kristen itu sendiri. Akibatnya konsep Tuhan dipersoalkan, doktrin atau dogma agama harus diesesuaikan dengan zaman, berusaha dengan keras memisahakan agama dengan politik yang berakhir dengan Ateis, wabah baru yang semakin tak terbendung.

Seiring berjalannya waktu, ide-ide Liberalisme di Barat mulai mengalir mencari muara. Kristen, sebagai agama eskperimen ide tersebut dianggap berhasil. Ajarannya dibongkar, doktrinnya dirusak, akar imannya tercerabut. Wabah Liberalisme kini mulai menemukan muara baru, dimulai di daerah-daerah sekitar Eropa, dan mengalir jauh ke Timur, termasuk Islam.

Isom Rusydi/sidogiri

Spread the love