Permainan propaganda orang Barat banyak memberikan dampak negatif terhadap cara pandang umat Islam secara signifi kan. Dalam banyak hal umat Islam sudah kehilangan nilai-nilai spiritual dan mulai meragukan hal-hal yang bersifat metafi sik, meski tidak secara eksplisit mereka meyakininya.
Sekadar contoh, dalam menilai baik dan buruk, sukses dan gagal, maslahah dan mafsadah umat Islam sudah mulai kehilangan jati diri. Banyak bermunculan persepsi-persepsi nyeleneh yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam tanpa mereka sadari. Pada gilirannya, orang baik adalah mereka yang menjunjung nilai toleransi versi Barat, orang yang sukses adalah mereka yang ber-uang dan maslahah adalah cara hidup yang dianggap maju dan berperadaban, meski itu semua ada unsur diskriminatif terhadap agama.
Untuk menyadarkan sebagian umat Islam ini perlu semacam rangsangan yang dapat merubah mindset mereka dengan meluruskan beberapa penyimpangan terkait dengan menilai sesuatu, mana yang bermanfaat dan yang tidak, mana yang maslahah dan mana yang tidak. Sehingga, mereka pun akhirnya tahu dalam menentukan sikap yang baik dan bijak.
Setelah itu, kita juga perlu menjelentrehkan sikap ketika menemukan sisi kontradiktif dalam sebuah masalah. Artinya, pada saat ada sebuah masalah yang sama-sama ada sisi negatif dan positif dengan tensi yang beragam, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang diabaikan.
Yang seperti ini telah dilakukan oleh Dr. Abdussalam ‘Iadah Ali al-Karbuli dalam karyanya yang bertajuk Fiqhul-Aulawiyât fî Zhilâli Maqâshidisy-Syarî’ah al-Islâmiyah. Dalam memaparkan hal di atas, beliau mengawalinya dengan menjelaskan maqashidus-syariah yang lima serta aplikasinya. Dalam racikan pembahasannya, al-Karbuli membumbui pelbagai contoh dari al-Quran dan Hadis, dipungkasi dengan mengungkap hikmah di balik apa yang ada dalam keduanya.
Pada gilirannya, buku setebal 389 ini mengurai definisi Fikih Prioritas (al-Aulawiyât) yang dikemukakan oleh para cendekiawan Muslim sebelumnya tanpa memberikan kesimpulan. Namun faham penulis, al-Karbuli menyetujui definisi yang ditawarkan al-Qardhawi yaitu, meletakkan segala sesuatu pada peringkatnya dengan adil, dari segi hukum, nilai dan pelaksanaannya, lalu pekerjaan yang dilakukan harus berdasarkan penilaian syariah yang shahih yang bermula dari cahaya wahyu dan didukung oleh akal.
Nilai plus dari buku ini terletak pada cara penyajiannya yang sistematis. Setelah menjelaskan beberapa contoh dalam al-Quran dan Hadis serta definisi juga aplikasi Fikih Prioritas, al-Karbuli memaparkan beberapa tahapan kajian sebelum melangkah pada kesimpulan prioritas yang meliputi kajian muazanah, fikh al-waqi’, maslahah-mafsadah dan metode mengompromikan masalah.
Nilai uniknya, untuk memperkukuh penjelasannya, al-Karbuli selalu memulai pembahasan dengan sebuah cerita atau peristiwa untuk kemudian dikorek tetesan pelajaran dari cerita atau peristiwa tersebut. Selanjutnya, permasalahan kekinian yang sering diperbincangkan oleh banyak kalangan juga dirumuskan, tentu dengan ciri khasnya yang menggunakan sistematika uraian cerita terlebih dahulu.
Juga, buku Fiqhul-Aulawiyât fî Zhilâli Maqâshidisy-Syarî’ah al-Islâmiyah ini tergolong buku yang referentif. Di setiap pembahasannya, buku ini selalu mencantumkan rujukan, baik yang klasik maupun konpemporer. Sehingga, para pembaca akan merasa puas karena andai ada penjelasan yang dianggap ganjal mudah untuk dilacak pada sumber aslinya.
Kendati demikian, juga ada nilai minus dari buku ini. Yaitu, tidak sedikit dalam memperkukuh kesimpulannya al-Karbuli mengutip pernyataan cendekiawan Muslim kontroversial Ibnu Taimiyah dan al-Qardhawi -meski dalam konteks pembahasannya yang tidak menyimpang- padahal masih ada ulama yang tidak kontroversial. Namun jika hanya sebatas melengkapi wawasan, buku ini tetaplah cocok dan baik untuk dijadikan bahan bacaan.
Secara umum, buku Fiqhul-Aulawiyât fî Zhilâli Maqâshidisy-Syarî’ah al-Islâmiyah ini hendak memberikan pencerahan kepada umat Islam bagaimana menyikapi peliknya problematika umat yang sering terpengaruh propaganda Barat. Dengan membaca buku ini, insyaallah umat Islam akan mendapat sedikit rumusan, utamanya terkait pembahasan fikih prioritas. Selamat membaca!
Peresensi: Achmad sudaisi