حُسْنُ الْأَعْمَالِ نَتَائِجُ حُسْنِ الْأَحْوَالِ، وَحُسْنُ الْأَحْوَالِ مِنَ التَّحَقُّقَ فِيْ مَقَامَاتِ الْإِنْزَالِ
“Indahnya amal perbuatan adalah buah dari indahnya perilaku hati. Dan indahnya perilaku hati adalah buah dari penetapan diri di maqam terpuji karunia Ilahi.”
Kalam hikmah ini hadir untuk menyempurnakan dan memberikan pemantapan terhadap kalam hikmah sebelumnya. “Amal perbuatan yang lahir dari hati zâhid (orang zuhud) akan sangat bernilai, sedangkan amal perbuatan dari orang yang penuh kecintaan dunia tidak akan berarti apa-apa.”
Yang dimaksud dengan amal perbuatan di sini adalah ibadah-ibadah zahir yang kasat mata. Sebagaimana ibadah shalat, puasa, zakat, haji, jihad atau dakwah di jalan Allah. Semua itu adalah cakupan dari amal perbuatan yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam kalam hikmahnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku hati adalah kondisi hati seorang hamba di hadapan tuhannya. Ada cinta, pengagungan, segan, takut dan beragam rasa yang sulit dibahasakan sebagai bentuk memuliakan Dia yang Mahamulia.
Jadi, makna dari kalam hikmah ini adalah bahwa semua ibadah dan ketaatan zahir yang dilakukan setiap Muslim hanya akan bernilai kebaikan, ketika ibadah dan ketaatan itu diterima di sisi Allah. Dan Allah akan menerima semua ibadah dan ketaatan apabila semuanya dilakukan dengan ikhlas, serta jauh dari bencana ujub, riya’, dan kealpaan terhadap Allah.
Hanya saja, keikhlasan hati dan jauhnya hati dari bencana ujub, riya’, dan kealpaan terhadap Allah, tidak akan bisa muncul selain dari hati yang indah. Sedangkan hati yang indah adalah hati yang sama sekali tidak menyisakan ruang untuk makhluk, melainkan hanya kepada Allah. Hal ini sebagaimana telah dipaparkan di dalam beberapa kalam hikmah sebelumnya.
Pertanyaannya, bagaimana cara kita menyucikan hati dari beragam kotoran duniawi sehingga menjadi hati yang senantiasa memancarkan keindahan, yang pada tahapan selanjutnya dapat melahirkan perbuatan-perbuatan terpuji? Maka jawabannya adalah, seorang Muslim harus bersabar berjalan di jalannya orang-orang shalih yang sudah dipastikan keindahan hatinya. Sehingga hati Muslim itu bisa semakin baik dan meningkat secara kualitas.
Adapun jalan orang shalih yang sudah dipastikan keindahan hatinya adalah sebagaimana berikut. Pertama, jalan taubat. Jalan taubat adalah jalannya orang-orang shalih yang sudah dipastikan keindahan hatinya. Karena mereka sadar, tidak ada manusia yang tidak membutuhkan jalan taubat. Sungguh naif bila ada orang yang mengatakan, “Saya tidak memiliki kesalahan yang mengharuskan saya bertaubat.” Jangankan kita sebagai manusia biasa, para nabi sekalipun yang sudah mendapatkan ishmah dari Allah, masih tidak luput dari kealpaan-kealpaan yang dilakukan. Dan sungguh sebaik-baiknya manusia yang alpa, adalah mereka yang mau bertaubat kepada tuhannya.
Allah berfirmah di dalam al-Quran:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” An-Nur [24]: 31
Kedua, jalan sabar2“““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““““ . Setelah melewati jalan taubat, selanjutnya seorang Muslim harus melewati jalan sabar. Bersabar di dalam taubat. Bila sebelumnya dia masih tidak sabar dengan selalu memenuhi panggilan syahwat, hawa-nafsu dan setan, maka setelah mengambil langkah taubat, seorang Muslim harus sabar dengan segala konsekuensinya. Bersabar dengan selalu menjaga kualitas taubatnya. Bersabar dengan mulai meninggalkan segala kemaksiatan. Bersabar dengan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas kebaikan.
Mungkin ketika memasuki jalan kedua ini, kita belum bisa sepenuhnya meninggalkan keburukan secara total. Ada saja kesalahan-kesalahan lain yang terkadang menghadang. Menjadikan kita terjatuh, bahkan terjungkal. Maka tetaplah sabar untuk kembali bangkit. Rajut kembali benang-benang taubat. Karena dengan kesabaran ini, Allah akan selalu menyertai. Allah berfirman di dalam al-Quran:
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.” An-Nahl [16]: 127
Ketiga, jalan rida. Jalan ketiga ini dapat ditempuh ketika jalan kedua sukses dilalui. Seseorang yang sabar dalam segala aspek kehidupannya, dia akan tahu bahwa Allah telah menyediakan balasan luar biasa untuknya. Bukankah Allah telah menyampaikan di dalam al-Quran?
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
Dengan mengetahui balasan Allah yang tidak ternilai ini, maka apapun yang terjadi, dia akan tetap rida kepada semua keputusan Allah. Dan pada akhirnya, allah akan semakin mencintai hambanya yang telah bertaubat, lalu bersabar, lalu rida terhadap semua keputusannya.
فَمَا وَهَنُوا لِمَآ أَصَابَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا ٱسْتَكَانُوا وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” Ali imran [3]: 146
Kesimpulannya, sebagaimana disampaikan Syekh Ibnu Athaillah dalam kalam hikmahnya, “Indahnya amal perbuatan adalah buah dari indahnya perilaku hati. Dan indahnya perilaku hati adalah buah dari penetapan diri di maqam terpuji karunia Ilahi.”
Dan kita sudah tahu, bahwa konsisten berada di maqam terpuji adalah dengan mengikuti mengikuti jalan orang-orang shalih; jalan taubat, jalan sabar dan jalan rida.
Setelah kita bahas satu persatu, maka seakan-akan sangat mudah untuk mencapai rida dari Allah. Padahal realitanya, untuk sampai ke jalan pertama saja, yaitu jalan taubat, tanpa adanya niat sungguh-sungguh dan selalu memohon pertolongan dari Allah, seseorang akan sulit untuk mengapainya.
Maka, untuk bisa mencapai ketiga-tiganya dengan konsisten, satu-satunya kunci adalah dengan selalu mengingat Allah (dzikrullah). Dengan selalu mengingat Allah, maka Allah akan selalu mengingat kita dan memberikan jalan mudah di setiap kesulitan. Adapun detail bagaimana sebaiknya kita mengingat Allah, insyaallah akan dijelaskan secara detail oleh Syekh Ibnu Athaillah di dalam kalalm hikmah selanjutnya. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Makna Sabar di Mata Syekh Ibnu Abid Dunya