Berkaitan dengan khidmah atau berbakti kepada dua orang tua ibarat lautan tak bertepi, sulit ditemukan ujungnya. Al-Quran dan Hadis menyinggung keutamaan berbakti kepada kedua orang tua, terutama pada ibu. Dalam sebuah hadis riwayat at-Tirmidzi disebutkan bahwa orang tua adalah pintu surga paling tengah.
Hanya kemudian, bagaimana jika sumber keutamaan tersebut telah tiada, meninggalkan kita di dunia ini? Seolah-olah kita sudah tidak memiliki langkah dan kesempatan untuk berbuat sesuatu untuk membahagiakan mereka. Ternyata dalam Islam, berbuat baik kepada dua orang tua tidak terputus oleh kematian.
Gambaran sementara orang, dengan kewafatan seseorang semuanya menjadi putus. Tidak ada tindakan lain untuk berbuat baik untuk mereka yang sudah ada di alam sana. Bisa mungkin, gambaran tersebut disebabkan oleh pembacaan sementara bahwa berbuat baik hanya bisa dilakukan dalam dunia nyata, ketika berhadap-hadapan, padahal tidak demikian.
Terkhusus untuk berbuat baik kepada dua orang tua, sebuah hadis dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah as-Sa’idi yang artinya:
“Suatu saat, kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba datang seorang lelaki dari Bani Salimah, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, (maksudnya masih bisa berbakti kepada keduanya). (Bentuknya adalah) mendoakan rahmat keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Ada dua hal besar yang disampaikan Rasulullah dalam hadis di atas. Pertama, dalam berbuat baik kepada kedua orang tua tidak putus dengan kematian. Berbuat baik kepada keduanya, masih bisa dilakukan setelah mereka meninggal dunia. Kedua, Rasulullah menunjukkan bagaimana cara seorang anak berbuat baik kepada mereka yang telah meninggal. Ada empat langkah yang bisa dilakukan oleh anak.
Pertama dan kedua, mendoakan dua orang tua. Untuk hal ini, nampaknya sudah banyak dilakukan oleh seorang anak terhadap orang tuanya, terlebih kaum Nahdliyin yang memang ada tradisi tahlil, mulai sejak hari kematian sampai 7 hari, 40 hari, 100 dan 1000 hari, hingga haul pada setiap tahunnya. Hanya saja, mendoakan ini lebih banyak dilakukan setelah mereka meninggal dunia. Semasa hidup, jarang doa dipanjatkan untuk mereka, padahal mendoakan kedua orang tua harus dilakukan semasa hidup mereka.
Doa apa yang harus dipanjatkan untuk keduanya? Rasulullah menyebutkan, ash-Shalatu alaihima wal istighfar lahuma. Doakan mereka, semoga rahmat Allah diturunkan kepada mereka, kemudian mendoakan ampunan atas dosa-dosa yang telah diperbuat saat di dunia. Saat di alam kubur, atau di akhirat kelak, hanya dua hal inilah yang diperlukan, rahmat dan ampunan Allah.
Ketiga, memenuhi janji dua orang tua. Janji adalah hutang, begitu afirmasi yang sering kita dengar. Setiap orang pasti memiliki janji, baik antar manusia atau dengan Allah melalui nazar. Jika ada janji oleh orang tua saat di dunia, berarti ada peluang bagi seorang anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, setelah mereka meninggal dunia. Meski secara fikih, janji tidak wajib dipenuhi melainkan sunnah, tetapi dengan memenuhi janji orang tua akan tercatat sebagai bentuk birrul walidain yang pastinya akan bernilai lebih.
Keempat, dengan menyambung sanak famili dan orang terdekat dua orang tua. Bersilaturahim kepada famili barangkali sudah maklum. Bagaimana bentuk berbakti kepada dua orang tua melalui jalur berbuat baik kepada teman orang tua? Apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar dalam sebuah kisah berikut cukup untuk menggambarkan hal itu.
Dalam suatu riwayat, Ibnu Dinar bercerita tentang ‘Abdullah bin Umar “Apabila Ibnu ‘Umar pergi ke Makkah, beliau selalu membawa keledai sebagai ganti unta, pada saat ia merasa jemu, dan ia memakai serban di kepalanya. Pada suatu hari, ketika ia pergi ke Makkah dengan keledai tersebut, tiba-tiba seorang Arab Badui lewat, lalu Ibnu Umar bertanya kepada orang tersebut, “Apakah engkau adalah putra dari si fulan?” Ia menjawab, “Betul sekali.”
Kemudian Ibnu Umar memberikan keledai itu kepadanya dan berkata, “Naiklah di atas keledai ini.” Ia juga memberikan serbannya seraya berkata, “Pakailah serban ini di kepalamu.”
Salah seorang teman Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu yang telah memberikan orang Badui ini seekor keledai yang biasa kau gunakan untuk bepergian dan sorban yang biasa engkau pakai di kepalamu.” Ibnu Umar berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda,
إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّىَ
“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya setelah meninggal dunia.” Sesungguhnya ayah orang ini adalah sahabat baik (ayahku) Umar (bin Al-Khaththab).
Itulah empat hal yang bisa dilakukan untuk berbakti kepada dua orang tua, setelah mereka meninggal dunia. Sebenarnya, langkah birrul walidain tidak hanya sebatas empat hal ini. Ada beberapa hadis yang menunjukkan bagaimana langkah seorang anak untuk berkhidmah dan berbuat baik kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia. Antara lain, dengan cara bersedekah atas nama orang tua yang telah meninggal dunia. Dalam hal ini, hadis dari ‘Abdullah bin ‘Abbas cukup menjelaskan (artinya):
“Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin ‘Ubadah meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sisinya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari no. 2756)
Jika disimpulkan, ada enam tindakan yang bisa dilakukan sebagai anak dalam berbakti kepada orang tua ketika mereka berdua atau salah satunya telah meninggal dunia. (1) mendoakan mereka, (2) memohon ampunan Allah untuk mereka, (3) memenuhi janji mereka, (4) menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat mereka, (5) berbuat baik kepada teman dekat keduanya, (6) bersedekah yang pahalanya dihadiahkan kepada mereka.
Semua ini adalah peluang untuk birrul walidain yang memberi pelajaran betapa besar pahala di dalamnya sehingga sampai setelah meninggal pun tidak terputus. Bagaimana jika keduanya masih hidup? Tentu kesempatan itu semakin besar. Selama masih hidup, itulah kesempatan terbaik bagi kita untuk berbakti pada orang tua, karena berbakti pada keduanya adalah jalan termudah untuk masuk surga. Selama mereka masih masih hidup, manfaatkanlah kesempatan berbakti padanya walau sesibuk apa pun kita.
M. Masyhuri Mokhtar/sidogiri
Baca juga: Agar Anak Menghormati Teman Beda Agama!