Sebuah portal memposting tulisan yang menyatakan bahwa Sayidah Khadijah al-Kubra merupakan seorang feminis atau pejuang feminisme pertama dalam Islam. Alasannya karena beliau adalah wanita karir dan berhasil menjalankan bisnisnya sendiri dengan sangat sukses. Bahkan beliau sering memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan, menyantuni anak-anak yatim, membantu membiayai pernikahan orang yang tidak punya biaya pernikahan, dan lain sebagainya. Pertanyaannya, dengan faktor-faktor kebaikan tersebut, apakah tepat jika Sayidah Khadijah disebut sebagai seorang feminis atau pejuang feminisme?

***

Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, politik, dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial. Feminisme lahir dari pengalaman masyarakat Barat yang melakukan perlawanan terhadap agama Kristen (dan kultur sosial di Barat), karena ajaran dan kultur mereka sangat diskriminatif terhadap perempuan. Karena itu mereka memberontak pada ajaran agama Kristen dan menuntut kesetaraan gender secara total, di hampir semua bidang kehidupan.

Baca Juga: Wanita Hebat Dalam Al-Quran

Dari sini, maka kaum feminis menuntut hak untuk menjadi pemimpin, mulai dari pemimpin rumah tangga hingga pemimpin negara. Mereka juga tidak mau dipaksa untuk hamil dan punya anak, meminta legalisasi aborsi, dan kesetaraan dengan kaum pria di berbagai lingkup kehidupan. Makanya ketika paham itu diaplikasikan ke dalam masyarakat Islam, para pejuang feminis senantiasa menggugat ajaran agama Islam yang mereka anggap bias gender, seperti larangan wanita menjadi pemimpin, menggugat aturan warisan, menolak poligami, menolak tunduk pada suami di dalam rumah tangga, tidak mau dibatasi dalam berkarir di luar rumah, dan berbagai macam pembangkangan lainnya.

LIHAT JUGA VIDEO TENTANG SAYYIDAH KHADIJAH SEORANG FEMINIS?

Karena itu dengan demikian, mengkategorikan Sayyidah Khadijah sebagai seorang feminis tentu salah total, dan berakibat fatal, karena bisa memberikan pemahaman bahwa beliau memiliki persepsi yang sama dengan para pejuang feminis soal kesetaraan. Padahal wanita mulia dan ideal yang melekat pada diri Sayidah Khadijah adalah keimanan yang sangat kuat, ketundukan total pada aturan agama, berjuang dan berkorban untuk agama, taat sepenuhnya pada suami, dan berbagai kemuliaan lain yang bertentangan dengan ideologi feminisme.

Baca Juga: Muslimah Generasi Qurani

Adapun berbagai kebaikan sosial yang ada pada Sayidah Khadijah, seperti pebisnis sukses, dermawan, baik hati, pembela kaum lemah, dan semacamnya, jelas itu bukan karakter feminisme, melainkan keteladanan dari salah seorang Ummahatul-Mu’minin yang perlu ditiru oleh setiap wanita Muslimah, karena memang demikianlah agama Islam mengajarkan.

Maka dari itu, ketika kita membicarakan sesuatu, sangat penting bagi kita untuk memahami terlebih dahulu istilah-istilah konseptual yang hendak kita bicarakan atau hendak kita pakai. Memakai suatu istilah konseptual secara serampangan, dengan tidak memahami maksudnya terlebih dahulu, bisa membikin kita salah persepsi, akhirnya terjerumus pada kekeliruan dan kerancuan ilmiah yang sangat fatal.

Spread the love