Perjalanan kami menjamah Ibu Kota Jakarta tidak terhenti di Makam Mbah Kuncung, salah satu wali Allah misterius sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Kali ini kita mengangkat kisah dari Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur. Kampung yang letaknya 8 km dari terminal Kampung Melayu memang patut untuk dikenang. Karena Pangeran Ahmad Jaketra (Jayakarta), telah memilihnya untuk membangun negara bernama Jatinegara (negara sejati), setelah ia dan para pengikutnya hijrah dari Jakarta Kota.

Ini terjadi pada 31 Mei 1619, atau 382 tahun lalu, ketika ia punya kraton, perkampungan penduduk termasuk masjid -letaknya kini di sekitar terminal angkutan Jakarta Kota- dibumi hanguskan VOC. Dari Jatinegara Kaum, pangeran dan para pengikutnya bergerilya, membuat Batavia tidak pernah aman selama 80 tahun.

Pangeran Jayakarta adalah nama seorang penguasa kota pelabuhan Jayakarta, yang menjabat sebagai wakil dari Kesultanan Banten. Kekuasaan Banten atas wilayah ini berhasil direbut oleh Belanda, setelah Pangeran Jayakarta dikalahkan oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619.

Asal usul Pangeran Jayakarta masih samar. Dalam situs internet Pemerintah Jakarta Timur disebutkan, Pangeran Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Achmad Jaketra, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari Kesultanan Banten. Namun ada juga yang menganggap Pangeran Jayakarta adalah Pangeran Jayawikarta. Menurut Hikayat Hasanuddin dan Sejarah Banten Rante-rante yang disusun pada abad ke17 (yaitu sesudah Sejarah Banten, 1662/3), Pangeran Jayakarta atau Jayawikarta adalah putra Tubagus Angke dan Ratu Pembayun, putri Hasanuddin, anak Sunan Gunung Jati.

Berdasarkan buku berjudul “Sejarah Pangeran Jayakarta Jatinegara Kaum”, yang disediakan di makam tersebut, sosok pangeran tersebut dikenal sebagai pemimpin Kota Jaketra (sekarang Jakarta) pada masa penjajahan Belanda tahun 1619-1640. Diceritakan bahwa Pangeran Jayakarta merupakan seseorang yang gigih untuk memperjuangkan Jaketra atau Jakarta, sehingga disebut sebagai teladan bagi para pemimpin, terutama kepala daerah DKI Jakarta.

Pangeran Ahmad Jaketra ketika hijrah hidup sebagai rakyat biasa. Tidak mau membangun istana untuk merahasiakan identitasnya. Maklum sebagai orang yang ditakuti Belanda, ia selalu dikejar-kejar musuh bebuyutannya ini.

Baca Juga: Habib Kuncung, Makam Misterius Yang Ramai Dikunjungi

Pangeran melarang keturunannya untuk berbahasa Melayu dalam pergaulan antar mereka. Tapi, seperti dikatakan RH Suhandita, sesepuh masyarakat Jatinegara Kaum, dewasa ini pemuda umumnya sudah tidak bisa berbahasa Sunda. Sunda hanya digunakan para orang tua.

Untuk menjaga identitas dirinya, Pangeran juga melarang keturunannya memberitahukan letak makamnya. Tidak heran kalau makamnya baru diketahui pada tahun 1956, masa gubernur DKI Sumarno. Boleh diacungkan jempol kepatuhan keturunannya ini memenuhi wasiat itu. Karena makam leluhurnya baru diketahui umum setelah 337 tahun dirahasiakan.

Makam Pangeran Jayakarta tepat berada di sebuah bangunan berupa pendopo di sebelah Masjid Jami Assalafiyah, didampingi empat makam lainnya. “Itu ada Pangeran Lahut anak dari Pangeran Jayakarta. Kemudian Pangeran Soeria dan Pangeran Sageri itu keponakannya. Satu lagi Ratu Rupiah, istri dari Pangeran Sageri,” ujar Kepala Pengurus Masjid Jami Assalafiiyah, Haji Suhendar. Tak sulit untuk menemukan Masjid Jami Assalafiyah atau Masjid Pangeran Jayakarta, hanya sekitar 15 menit Stasiun Jatinegara. Saat sampai di lokasi, pengunjung akan disambut sebuah gapura besar yang merupakan pintu masuk ke Masjid Jami’ Assalafiyah dan Makam Pangeran Jayakarta yang terletak di Jalan Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Di lokasi seluas 3.000 m2 itu, sederetan makam juga tampak mengelilingi. Itu adalah tempat peristirahatan terakhir para keluarga dan keturunan dari Pangeran Jayakarta. Suhendar menjelaskan bahwa mantan Panglima TNI Djoko Santoso saat menjabat sebagai Pangdam Jaya merupakan satu diantara tokoh yang sering berziarah ke makam Pangeran Jayakarta. Mantan Panglima TNI Djoko Santoso juga mempersembahkan sebuah prasasti dimana sebuah batu besar memunggungi 2 buah tombak dan sebuah perisai bertuliskan Jayakarta. “Pangdam Djoko sering berziarah ke sini. Itu dari beliau,” ujar Suhendar.

Baca Juga: Masjid Istiqlal, Masjid Kebanggaan Umat Islam Di Indonesia

Saat bulan Ramadan, menjadi waktu yang paling ramai makam Pangeran Jayakarta didatangi oleh para peziarah dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan menurut Penjaga Makam Pangeran Jayakarta, Erwin Yusuf, beberapa bulan lalu sekira 100 bus dari berbagai majelis taklim berziarah ke makam Pangeran Jayakarta. “Banyak yang datang dari luar daerah untuk berziarah, baca yasin, tahlilan. Paling ramainya hari Jumat,” ujar Erwin.

Tak hanya masyarakat umum, para pejabat pemerintahan tingkat daerah hingga nasional pernah mengunjungi makam Pangeran Jayakarta untuk berziarah. Itu terlihat dari deretan foto dekat pintu masuk masjid yang memuat berbagai tokoh dan pejabat pernah mengunjungi Masjid Jami Assalafiyah atau Masjid Pangeran Jayakarta. Biasanya makam Pangeran Jayakarta sering dikunjungi para pejabat yang hendak mencalonkan diri atau sesudah terlantik. Banyak para pejabat yang berkunjung di sini, mulai dari Presiden, Gubernur, Wali Kota, dan pejabat lainnya.

“Banyak pejabat yang ke sini. Mencari berkah atau pun jabatan, ya semua itu ikhtiar. Yang penting itu harus paham yang memberi itu Allah dan minta juga ke Allah,” ujar Suhendar. Banyak warga meyakini bahwa Pangeran Jayakarta merupakan ‘orang yang punya Jakarta’ sehingga banyak orang datang dengan sebuah keinginan, satu di antaranya menjadi gubernur. “Datang ke sini istilahnya permisi atau minta izin terlebih dahulu. Agar niat baiknya tersampaikan saat menjabat,” ujar Hidayat, warga sekitar Masjid Pangeran Jayakarta. Namun juru kunci makam menyayangkan bila ada pejabat yang datang ke makam hanya menjadikannya sebagai media politik belaka demi memantik simpati masyarakat sekitar dan Jakarta secara keseluruhan mengunjungi Masjid Jami Assalafiyah atau Masjid Pangeran Jayakarta. Biasanya makam Pangeran Jayakarta sering dikunjungi para pejabat yang hendak mencalonkan diri atau sesudah terlantik. Banyak para pejabat yang berkunjung di sini, mulai dari Presiden, Gubernur, Wali Kota, dan pejabat lainnya.

“Banyak pejabat yang ke sini. Mencari berkah atau pun jabatan, ya semua itu ikhtiar. Yang penting itu harus paham yang memberi itu Allah dan minta juga ke Allah,” ujar Suhendar. Banyak warga meyakini bahwa Pangeran Jayakarta merupakan ‘orang yang punya Jakarta’ sehingga banyak orang datang dengan sebuah keinginan, satu di antaranya menjadi gubernur. “Datang ke sini istilahnya permisi atau minta izin terlebih dahulu. Agar niat baiknya tersampaikan saat menjabat,” ujar Hidayat, warga sekitar Masjid Pangeran Jayakarta. Namun juru kunci makam menyayangkan bila ada pejabat yang datang ke makam hanya menjadikannya sebagai media politik belaka demi memantik simpati masyarakat sekitar dan Jakarta secara keseluruhan.

Moh. Baihaqi/sidogiri

Spread the love