Tabaruk atau yang biasa dikenal dengan sebutan Ngalap Berkah adalah mencari tambahnya kebaikan (Thalab ziyâdah al-khair). Demikian para ulama menjelaskan.
Masyarakat kita seringkali mendatangi orang-orang saleh dan para ulama sepuh dengan tujuan tabaruk. Para ulama dan orang saleh memang ada barokahnya. Rasulullah bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : اَلْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُمْ
“Dari Ibn Abbas, Rasulullah r bersabda: “Berkah bersama orang-orang besar di antara kamu.” (HR. Ibn Hibban)
Al-Imam al-Munawi menjelaskan dalam Faidh al-Qadîr, bahwa hadis tersebut mendorong kita mencari berkah Allah dari orang-orang besar dengan memuliakan dan mengagungkan mereka. Orang besar di sini bisa dalam artian besar ilmunya seperti para ulama, atau kesalehannya seperti orang-orang saleh. Bisa pula, besar dalam segi usia, seperti orang-orang yang lebih tua.
Praktek tabaruk sebenarnya bukan merupakan hal baru di dunia ini. Allah berfirman:
اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ (93(
“Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali.” (QS. Yusuf: 93)
فَلَمَّا أَنْ جَاءَ الْبَشِيرُ أَلْقَاهُ عَلَى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيرًا (96)
“Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya’qub, lalu kembalilah dia dapat melihat.” (QS. Yusuf: 96)
Dalam ayat tersebut, dijelaskan bahwa Nabi Ya’qub bisa melihat kembali setelah bertabaruk dengan gamis putranya sendiri. Menunjukkan bahwa pada keadaan tertentu sebuah gamis pun bisa diambil berkahnya.
Sahabat Ibnu Umar menceritakan bahwa, suatu ketika Rasulullah bertabaruk dengan air wudhu kaum muslimin. Beliau menyuruh mengambilkan air dari tempat bersuci kaum muslimin lalu meminumnya karena mengharap berkah kaum muslimin.
Para sahabat berlomba-lomba untuk bertabaruk dengan sesuatu yang memiliki hubungan dengan Rasulullah, sebagian mereka ada yang bertabaruk dengan rambut, air ludah, keringat, dan bahkan darah beliau mereka minum. Sebagian lain bertabaruk dengan mencium tangan yang pernah menyentuh Rasulullah, seperti yang dilakukan oleh Tsabit al-Bannani yang mencium tangan Sahabat Anas.
Pada generasi berikutnya, tradisi bertabaruk tetap dilakukan. Imam al-Syafi’i bertabaruk dengan makam al-Imam Abu Hanifah, ketika ada hajat, beliau menunaikan sholat dua raka’at, lalu berziarah ke makam Abu Hanifah dan berdoa di sana, dan hajatnya segera dikabulkan oleh Allah. Dalam kitab Tahdzîb at-Tahdzîb disebutkan bahwa, Al-Imam Abu Ali an-Naisaburi, guru al-Imam al-Hakim pengarang kitab al-Mustadrak bertabaruk dengan berziarah dan berdoa di makam Imam Yahya bin Yahya sesuai dengan petunjuk Nabi melalui mimpinya.
Baca juga: Piagam Madinah dan Ketegasan Rasulullah dalam Toleransi
Sampai saat ini, praktek tabaruk terus dilakukan sesuai dengan apa yang telah dilakukan ulama-ulama terdahulu. Hanya saja, sebagian kalangan yang mengkalaim dirinya pengikut sunah Rasulullah r, membid’ahkan bahkan mensyirikkan orang-orang yang melakukan tabaruk. Entah, mereka mempunyai pendapat seperti itu karena pendapatan atau ada motif lain. Wallahu A’lam.
*Tim Annajah Center Sidogiri