Shîghat Mengawali Salam

Shîghat salam paling sempurna dan afdal adalah:

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Karena menggunakan shîghat jama’ (‘alaikum); menggunakan kata ma’rifat [as-salam];, menambah lafaz warahmatullahi wa barakatuhu wa maghfiratuhu wa ridlwanuhu.

Jika lawan bicara dua orang atau lebih, maka shîghat salam harus menggunakan dhamir jama’ mukhâthabah (kata ganti kalian) dan tidak cukup menggunakan dhamir mufrad mukhâthab (kata ganti kamu).

Bagi orang normal (bukan tunawicara) mengucapkan salam tanpa shîghat dan hanya menggunakan isyarat semisal gerakan tangan atau anggukan kepala, hukumnya khilâful-aula. Yang lebih utama adalah mengucapkan salam menggunakan shîghat plus isyarat..

Bagi tunawicara, mengucapkan salam atau menjawab salam, sudah mencukupi dengan cara isyarat yang memahamkan bahwa ia sedang mengucapkan atau menjawab salam.

Jika seseorang memasuki hunian yang sedang kosong, maka sunah mengucapkan:

السلام علينا وعلى عبادالله الصالحين

Shîghat Menjawab Salam

Shîghat menjawab salam paling afdal dan sempurna:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته ومغفرته ورضوانه

Jika ada kumpulan (dua orang atau lebih) yang mengucapkan salam, maka kita harus menjawab salam mereka dengan shîghat dhamir jama’ (kata ganti kalian) dan tidak cukup menggunakan dhamir mufrad (kata ganti kamu).

Hukum Mengawali Salam

1) Sunah ain (sunah perseorangan) bagi orang yang sendirian—meskipun seorang shabi (anak kecil)—meskipun diucapkan kepada pihak yang disangka tidak akan menjawab salam kita;

2) Sunah kifayah (sunah bersama) bagi orang yang sedang berkumpul (dua orang atau lebih).

Mengawali salam lebih utama daripada menjawab salam. Meskipun mengawali salam berhukum sunah, dan menjawab salam berhukum wajib.

Hukum Menjawab Salam

1) Fardu ain (kewajiban perseorangan) bagi orang yang sendirian, atau bagi seseorang yang tidak sendirian, namun hanya ia yang mengetahui ada salam dari pihak lain;

2) Fardu kifayah (kewajiban bersama) bagi kumpulan orang (dua atau lebih) yang muslim dan mukalaf.

Artinya, jika dari kumpulan orang tersebut ada satu saja yang menjawab salam, maka tanggungan kefarduan gugur bagi yang lain, namun pahalanya khusus didapat orang yang menjawab salam. Jika kumpulan orang tersebut kesemuanya menjawab salam, maka masing-masing dari mereka mendapat pahala meskipun dijawab tidak serentak, dalam arti bergantian. Jika di antara kumpulan tersebut ada shabi, maka tidak cukup (tidak menggugurkan kefarduan) ketika si shabi yang menjawab salam, namun harus dari sosok dewasa (mukalaf) yang menjawab salam sehingga dapat menggugurkan kefarduan.

Ketentuan Salam:

1) Ucapan salam dan jawaban salam, harus terdengar oleh kedua belah pihak. Namun jika menjawab salam dari tunarungu, maka wajib disertai dengan isyarat, semisal gerakan tangan atau anggukan kepala;

2) Antara ucapan salam dan jawabannya harus berkesinambungan (tidak ada pemisah).

Kepada Siapakah Dianjurkan Mengucapkan Salam?

1. Sesama jenis; 2.Lawan jenis yang memiliki ikatan mahram; 3.Lawan jenis yang memiliki ikatan suami atau istri; 4.Lawan jenis yang sudah berusia lanjut dan tidak memiliki daya tarik (‘ajuz); 5.Lawan jenis yang tidak sendirian, semisal seorang lelaki yang mengucapkan salam kepada sekumpulan wanita (dengan syarat aman dari syahwat dan potensi fitnah); 6.Lawan jenis (perempuan) yang sedang bersama mahramnya (dengan syarat aman dari syahwat dan potensi fitnah).

Kriteria di atas umum berlaku pada salam yang diucapkan secara langsung ataupun melalui perantara semisal ucapan salam yang dititipkan melalui orang, salam yang ditulis di kertas, atau ucapan salam melalui gawai; percakapan telepon; pesan instan berupa teks (text message) atau pesan suara (voice message) melalui Whatsapp, Messenger, Hangouts, dls.

Maka, selain kriteria di atas, mengucapkan salam tidak lagi dianjurkan; makruh bagi laki-laki dan haram bagi perempuan. Namun demikian, terdapat penjelasan dari kalangan Mazhab Hanbali, seperti dalam Kasyful-Qinâ’, bahwa seorang lelaki yang menitipkan salam kepada wanita ajnabiyyah tidaklah mengapa. Karena dalam salam tersebut terdapat kemaslahatan dengan pertimbangan ketiadaan sisi negatif yang berupa fitnah atau potensi zina dan pendahuluannya.

M Romzi Khalik/sidogiri

Baca juga: Berkah Sungai Sidogiri

Baca juga: Aku Bukan Siti Nur Baya

Spread the love