Krisis pemimpin ternyata telah menimpa negeri ini. Krisis di sini bukanlah krisis figur untuk dijadikan pemimpin, melainkan lebih mengarah pada krisis fakumnya pemimpin dengan idealisme yang mapan. Sudah tidak disangsikan lagi, bahwa permasalahan ini menjadi permasalahan yang pelik bagi negeri kita. Yang mana hal ini didorong oleh dedikasi moral yang rusak sebagai konsumsi masyarakat setiap harinya.
Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa kerusakan moral di negeri ini tidak luput dari pengaruh penjajah Belanda yang menguasai Indonesia lebih tiga abad lamanya. Mereka datang ke Indonesia bukan hanya untuk merampas kekayaan alam, tapi mereka juga mempunyai tujuan lain yang pengaruhnya lebih berbahaya dari pada serangan fisik. Mereka membawa ideologi Barat yang sangat bertentangan dengan agama, budaya, serta kultur pribumi.
Ideologi Barat ini mereka susupkan melalui sekolah-sekolah yang mereka dirikan guna merongrong iman umat Islam. Padahal, yang menjadi Muslim adalah mayoritas di Indonesia. Di mana umat Islam di masa penjajah merupakan umat yang kuat dalam menjalankan prinsip beragama. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya ulama yang lahir di Indonesia.
Datangnya penjajah telah membawa dampak buruk signifikan. Bagaimana tidak, ideologi yang mereka bawa telah membuat para pemikir politik netral agama berbenturan dengan para pemikir politik dari golongan Islam. Benturan di sini didorong oleh ketidakcocokan mereka terhadap pemikiran nasinolis-agamis. Hal ini disinyalir karena kurangnya pengetahuan para nasioalis netral agama terhadap ilmu agama. Di mana kebanyakan dari mereka lebih banyak belajar tentang pemikiranpemikiran Barat daripada belajar ilmu agama.
Di masa penjajahan, pendidikan pesantren merupakan pendidikan yang paling dimusuhi oleh Belanda. Karena mereka tahu bahwa pendidikan di pesantren sangat berlawanan dengan tujuan mereka menguasai Indonesia. Dan pesantren pulalah yang dikenal sangat getol menyuarakan perlawanan terhadap Belanda. Maka tak ayal apabila pesantren menjadi pendidikan yang sangat dikenal di kalangan masyarakat.
Baca juga: Benang Kusut Polemik Cadar
Tapi sangat disayangkan, pesantren masih belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah untuk melakukan sebuah inovasi dalam sisitem pendidikannya. Pemerintah dianggap lebih mementingkan pendidikan formal yang sulit untuk diandalkan dalam memberikan pengajaran kepada siswanya. Di sekolah formal, siswa lebih didorong pada kematangan materi dari pada kematangan moral. Padahal jika kita lihat, pesantren lebih mempunyai potensi untuk mencetak kader-kader pemimpin masa depan bagi bangsa ini. Karena di pesantrenlah ilmu-ilmu itu mengalir dengan ruh keikhlasan. Dan hal tersebut yang membuat para muridnya masuk ke dalam hati, bukan sambaing sebentar di tellinga.
Maka sudah saaatnya bagi para santri untuk membuktikan, bahwa santri dapat menjadi pemimpin yang baik bagi negeri ini. Di mana santri mempunyai profesionalitas yang didukung oleh track record baik, sehingga mereka dapat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang baldatun tayyibatun wa rabbun gafur.