Pahlawan adalah sebutan untuk orang-orang yang memiliki jasa besar, mulai dari jasa kenegaraan, keilmuan, dan lain-lain. Dari sekian banyaknya pahlawan, ada yang mungkin jarang disadari dan diperdulikan. Dia adalah ibu rumah tangga, seorang wanita yang memiliki jasa besar terhadap masa depan suatu negara, agama, dan segalanya.
Kita tahu bahwa dalam susunan keluarga terdapat seorang kepala rumah tangga, yaitu suami. Lantas kenapa titel pahlawan lebih pantas untuk disematkan kepada istri? Untuk memahaminya, tidak perlu berpikir dengan keras, kehidupan sehari-hari pun sudah menjawabnya. Hanya saja kali ini penulis akan menjelaskan pandangan Islam terhadap wanita yang luar biasa ini.
Pahlawan Pandangan Islam
Dalam kitab Shahihul-Bukhârî dan Muslim diceritakan dari Shahabat Abu Hurairah tentang seseorang laki-laki, dia bertanya:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أحَقُّ النَّاِس بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أَبُوْكَ.
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku? Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya sekali lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya yang terakhir kalinya, “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab, “Ayahmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadis ini muncul satu kesimpulan, bahwa bagi seorang anak laki-laki atau perempuan (dengan catatan anak perempuan tersebut masih single) dia harus menghormati dan melayani kedua orang tuanya, terutama kepada orang tua perempuan.
Pada suatu ketika, Abdullah bin Umar pernah melihat seorang lakilaki yang melaksanakan ibadah Thawaf sambil menggendong Ibunya. Sadar kalau sedang diperhatikan oleh Shahabat Ibnu Umar, laki-laki tadi bertanya kepada Beliau:
يَا اِبْنَ عُمَرَ، أَتَرَى أَنِّيْ جَزَيْتُهَا؟ قَالَ: لَا، وَلَا بِطَلْقَةٍ وَاحِدَةٍ. وَلَكِنَّكَ أَحْسَنْتَ، وَاللهُ يُثِيْبُكَ عَلَى الْقَلِيْلِ كَثِيْرًا.
“Wahai Ibnu Umar, apakah menurutmu aku sudah membalas (kebaikan)-nya.” Ibnu Umar menjawab, “Tidak, bahkan tidak dengan satu talakan. Tetapi kamu sudah berbuat baik kepadanya dan Allah akan memberi pahala yang banyak atas perbuatan baikmu yang sedikit.”
Baca Juga: MUSLIMAH SHALIHAH TIDAK HARUS TAMPIL DI SOSIAL MEDIA
Benar-benar luar biasa jasa seorang wanita yang kita panggil Ibu itu. Kalau memang seorang ibu memiliki jasa yang besar, kenapa ketika seorang gadis yang sudah menikah malah diperintah untuk mentaati suaminya. Hemat penulis, karena gadis yang sudah menikah tadi kelak ketika sudah memiliki anak akan mendapatkan perlakuan yang sama dari anaknya sesuai kadar ketaatannya pada suaminya.
Bakti Seorang Uwais al-Qarni
Sebagai seorang anak, bakti seorang Uwais al-Qarni kepada ibunya patut kita jadikan sebagai teladan. Uwais al-Qarni adalah seorang pemuda dari Yaman yang tinggal berdua dengan ibunya yang sudah tua renta, lumpuh dan buta. Ayahnya sudah lama meninggal, ia adalah pemuda yang bukan hanya taat beribadah namun juga taat kepada ibunya. Apa yang menjadi pinta ibunya, dia pasti akan segera melaksanakannya.
Termasuk saat ibunya meminta naik haji. Uwais al-Qarni hanyalah pemuda yatim yang miskin, jadi saat ibunya meminta naik haji, pikirannya menjadi kalut karena untuk naik haji membutuhkan perbekalan dan kendaraan, sedangkan unta saja mereka tidak punya. Namun Uwais al-Qarni tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka ia pun mencari cara untuk mengabulkan permintaan ibunya.
Baca Juga: MADRASAH YANG PERLU DI-MADRASAHKAN-KAN
Uwais al-Qarni kemudian membuatkan sebuah kandang di puncak bukit untuk seekor anak lembu miliknya. Untuk memberi makan dan mengembalikan lembu ke kandang, dan harus menggendong lembu itu naik-turun bukit. Hal itu dilakukannya setiap hari selama delapan bulan. Saat musim haji tiba, tubuh Uwais al-Qarni menjadi lebih berotot dan lebih kuat akibat latihannya menggendong lembu naik-turun bukit setiap harinya selama delapan bulan. Latihan itu bertujuan untuk melatih tubuhnya agar mampu menggendong ibunya selama melakukan perjalanan jauh. Kemudian berangkatlah Uwais al-Qarni dan ibunya untuk menunaikan ibadah haji. Uwais al-Qarni menggendong ibunya yang tua renta itu sambil berjalan kaki selama perjalanan dari Yaman menuju Mekkah, melewati padang pasir yang tandus dan panas.
Perjuangan Uwais al-Qarni
Uwais rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya. Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Kakbah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Kakbah, ibu dan anak itu berdoa. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais. “Bagaimana dengan dosamu?,” tanya ibunya heran. Uwais menjawab, “Dengan terampunnya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari Ibu yang akan membawa aku ke surga.”
Baca juga: Kisah Kejayaan Islam di Andalusia
Karena totalitasnya dalam berkhidmah kepada ibundanya, Rasulullah pernah bercerita tentang Uwais al-Qarni kepada Sayidina Umar dan Sayidina Ali, meskipun Beliau tidak pernah bertemu dengan Uwais al-Qarni lantaran kesibukan Uwais melayani ibundanya. Rasulullah berpesan kepada mereka, “Jika kamu bisa meminta kepadanya untuk memohonkan ampun (kepada Allah) untukmu, maka lakukanlah!”
Memang semua itu sudah menjadi anugerah yang Allah berikan kepada wanita. Akan tetapi, tidak berarti seorang ibu boleh semena-mena kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, Sayid Muhammad bin Alawi dalam kitabnya, ‘Adâbul-Islâm fî Nidzâmil ‘Usrah menyampaikan bahwa salah satu dari perilaku orang tua muslim adalah membantu anak-anaknya untuk berbuat baik kepada mereka, dengan cara mendidik dan menggauli mereka dengan baik. Dari itu, Sayid Muhammad sangat menyayangkan kejadian yang banyak menimpa para ibu rumah tangga, yaitu mendoakan jelek kepada anak. Jadi, meskipun sudah menjadi pahlawan dengan berbagai pengorbanan, jangan biarkan setetes tinta menodai titel pahlawan itu. Kita semua tahu bahwa pahlawan yang sebenarnya adalah mereka yang selalu lapang dada menghadapi semua perlakuan buruk yang menimpanya. Ridhamu, wahai ibu, yang selalu ku rindu.
Yoga Setiawan