Ketenangan dalam sebuah keluarga tidak semata-mata bergantung pada hubungan antara dua insan yang telah menikah, melainkan juga melibatkan peran anak-anak dan hubungan dengan tetangga di sekitarnya. Ketenangan hidup juga erat kaitannya dengan lingkungan sekitar. Keluarga yang terbebas dari bencana alam, seperti longsor dan banjir, tentu akan memiliki kehidupan yang lebih tenang jika dibandingkan dengan keluarga yang tinggal di daerah rawan bencana, terutama banjir.
Dalam dua bulan terakhir, kita disuguhi dengan banyak berita mengenai bencana alam. Banjir di Ibu kota beserta sekitarnya, seperti Depok dan Tangerang, setidaknya menjadi cerminan bagaimana keluarga dapat terganggu oleh banjir. Ketika banjir melanda, segala aktivitas keluarga menjadi kacau; ayah sulit untuk bekerja, anak-anak kesulitan bersekolah, dan ibu sulit untuk memasak.
Air memang merupakan sumber kehidupan, tetapi dapat menjadi sumber masalah ketika terjadi kekeringan maupun banjir. Sebabnya, permasalahan manusia modern tidak hanya berkaitan dengan banjir saat musim hujan, tetapi juga terkait dengan ancaman kekeringan saat musim kemarau. Beberapa daerah, khususnya di Jawa Timur, mengalami kekeringan dan membutuhkan bantuan air. Air menjadi sangat berharga saat masa kekeringan, tetapi menjadi bencana saat terjadi banjir.
Sejatinya, segala bentuk kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia menjadi sumber permasalahan terbesar terkait dengan kekeringan dan banjir. Termasuk di dalamnya adalah pencemaran air oleh pabrik, yang mengakibatkan kualitas air menjadi buruk. Saat ini, sulit untuk menemukan air bersih yang dapat dikonsumsi tanpa harus dimasak. Semua permasalahan ini harus disadari sebagai akibat dari perilaku manusia.
Jika kita melacak akar permasalahan, tindakan penebangan pohon menjadi sumber permasalahan terkait dengan kekeringan dan banjir. Baik itu melalui penebangan hutan yang dilakukan secara berlebihan hingga penghilangan pohon-pohon di sekitar kita. Apakah kita menyadari betapa pentingnya peran pohon bagi kehidupan manusia?
Pohon, dengan berbagai jenisnya, sangat membantu dalam menahan air hujan melalui penyerapan oleh akar mereka, yang mencegah terjadinya tanah longsor dan banjir. Selain itu, pohon-pohon ini juga mampu menyerap air hujan, yang kemudian menjadi air tanah dan bermanfaat sebagai sumber air bersih yang mengalir membentuk sungai, danau, serta memenuhi kebutuhan air sumur untuk mencegah kekeringan. Hal ini terjadi karena pohon memiliki kemampuan untuk mengatur tata air, sesuatu yang telah diatur oleh Sunnatullah.
Namun, tampaknya kita sering kali kurang memperhatikan manfaat besar yang diberikan oleh pohon dalam mengatur persediaan air di bumi. Pohon-pohon ditebangi secara berlebihan sehingga cadangan air tanah menipis, bahkan di beberapa tempat menghilang sama sekali. Terlebih lagi, akibat dari eksploitasi hutan yang berlebihan, sebagian besar lingkungan kita menjadi rentan terhadap bencana seperti kekeringan, banjir, dan tanah longsor. Dampak dari kerusakan hutan ini mungkin tidak langsung terasa, namun ilmuwan dari berbagai belahan dunia telah membuktikan bahwa kerusakan hutan memiliki hubungan langsung dengan terjadinya bencana seperti banjir, longsor, kekeringan, dan hilangnya keanekaragaman hayati, meskipun tidak secara langsung.
Di sinilah peran keluarga menjadi penting dalam menjaga lingkungan dari bencana. Langkahnya sebenarnya cukup sederhana, yaitu dengan menanam pohon di pekarangan yang kosong dan membuang sampah pada tempatnya. Harus disadari bahwa terjadinya banjir bukan hanya karena berkurangnya jumlah pohon, melainkan juga karena kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.
Tindakan menanam pohon, terutama yang berbuah, bukan hanya dinikmati oleh anggota keluarga saat ini, namun juga menjadi warisan yang berharga bagi generasi selanjutnya. Hal ini juga memberikan manfaat bagi orang-orang di sekitar, termasuk hewan.
Dalam ajaran Islam, menanam pohon sangat didukung. Salah satu Hadis riwayat Imam Ahmad menyebutkan, Rasulullah saw bersabda: “Jika saat Kiamat tiba, dan di tangan salah satu dari kalian terdapat bibit kurma, jika masih memungkinkan untuk menanam bibit tersebut sebelum bangkitnya Kiamat, maka tanamlah!” (H.R. Ahmad dari Anas bin Malik).
Substansi dari Hadis ini, seperti yang dinyatakan oleh asy-Syaukani, menegaskan anjuran penting untuk menanam pohon, demi menjaga agar planet bumi tetap berpenghuni hingga Hari Kiamat.
Menanam pohon, terutama yang berbuah, merupakan amal jariyah yang pahalanya terus mengalir, meskipun pelakunya sudah meninggal dunia. Rasulullah saw juga bersabda: “Barangsiapa yang membangun sebuah bangunan tanpa melakukan tindakan zalim atau permusuhan, atau menanam pohon tanpa melalui cara zalim dan permusuhan, maka ia akan mendapatkan pahala yang terus mengalir selama pohon tersebut dimanfaatkan oleh makhluk Allah.” (H.R. Ahmad).
Dalam hadis lain, Rasulullah juga bersabda: “Seorang muslim yang menanam sebuah pohon atau bertani di suatu lahan yang memberikan kesempatan bagi manusia, burung-burung, maupun hewan lainnya untuk mencari makan, maka ia telah bersedekah.” (HR. Muslim).
Konon, Muawiyah bin Abi Sufyan ra., Khalifah Pertama Dinasti Umayyah, banyak menanam pohon kurma di akhir hayatnya. Ketika ditanya, beliau menjawab, “Aku menanamnya bukan karena aku ingin mendapatkan hasil buahnya. Namun, aku terdorong oleh sajak al-Asadi yang menyatakan, ‘Bukanlah seorang pemuda (sejati), pemuda yang tidak menjadi penerang/dan ia tidak memiliki peninggalan (jejak) apapun di muka bumi’.”
Dalam hal ini, peran kecil keluarga dalam mengatasi masalah lingkungan dapat dimulai. Kesadaran menanam pohon dari sebuah keluarga merupakan kontribusi awal untuk mencapai ketenangan bersama, tanpa mengalami kekeringan atau banjir. Ini tidak hanya berdampak pada lingkup keluarga, namun juga lingkungan sekitar. Menanam satu pohon mangga di pekarangan, selain berfungsi sebagai tempat berteduh bagi keluarga, buahnya yang dapat dinikmati bersama, oksigen yang dihasilkannya membuat suasana menjadi lebih sejuk pada pagi hari, dan juga pohon tersebut dapat menyerap air hujan, meningkatkan cadangan air tanah.
Sangat penting bagi orang tua untuk mengajarkan anak-anak mereka tentang pentingnya menanam pohon. Hal ini tidak hanya untuk menikmati buahnya, tetapi juga untuk menurunkan nilai-nilai kebaikan yang diberikan Allah melalui pohon. Bagi orang tua, menanam pohon bukan hanya sebagai tindakan kebaikan, tetapi juga sebagai bagian dari amal jariyah yang pahalanya terus mengalir.
Disamping mengajarkan menanam pohon, anak-anak juga perlu diajarkan untuk tidak sembarangan menebang pohon. Proses tumbuhnya satu pohon membutuhkan puluhan tahun, dan manfaatnya bagi kehidupan manusia sangat besar. Jika tidak ada kebutuhan mendesak, penebangan pohon sebaiknya dihindari. Jika memang perlu ditebang untuk digantikan dengan bibit baru, diperlukan waktu yang lama untuk menikmati manfaatnya.
Wallahu a’lam.