Ketika Turkistan Barat menghirup kebebasan setelah runtuhnya Uni Soviet, lain halnya dengan Turkistan Timur, wilayah mereka masih dikuasai oleh China hingga sekarang. Turkistan timur dikenal dengan sebutan Xinjiang dan ada pula yang menyebutnya Uyghuristan (tanah orang-orang Uyghur), China menjadikannya wilayah otonomi khusus, kebebasan beragama di sana dikekang termasuk salah satunya adalah dilarang melaksanakan ibadah puasa dan haji bagi penduduk setempat.
Kependudukan China atas Uyghur dimulai saat China Manchu (Dinasti Qing) menggempur Turkistan Timur dan berhasil menguasainya pada tahun 1759. Perlawanan demi perlawan pun dilakukan oleh penduduk setempat untuk bisa memperoleh kemerdekaannya kembali dari orang-orang China, hingga pada akhirnya di tahun 1863 Turkistan Timur berhasil mengusir orang-orang China dan mendirikan negara yang berdaulat hingga lebih dari satu dekade.

Atas bantuan Inggris, China berhasil menguasai lagi Turkistan Timur dan menjadikannya sebagai bagian dari wilayah China, dan pada tahun 1884 M Turkistan Timur resmi diubah namanya menjadi Xinjiang hingga sekarang.
Baca juga: Perang Talas Sejarah Kemunculan Indrusti Kertas dalam Islam
Di Tahun 1933 Turkistan Timur memproklamirkan diri sebagai Negara Republik yang berdaulat atau yang disebut sebagai Republik Turkistan Timur Pertama. Namun, negara tersebut hanya eksis sampai tahun 1934 M. Pada tahun 1944 Turkistan Timur kembali memproklamirkan diri sebagai Negara Repuplik tapi berhasil direbut kembali wilayahnya oleh China dua tahun kemudian, semenjak saat itu konflik China-Uyghur tak dapat dihindari hingga sekarang, bahkan semenjak tragedi gedung kembar di AS, China semakin menekan kaum Muslim Uyghur.

Amnesty International, Human Rights, World Uyghur Congress, dan lainnya melaporkan pada PBB bahwa China melakukan banyak pelanggaran HAM termasuk di antaranya penahanan massal dilandasi dugaan tanpa dakwaan dan bukti. Namun, hal ini dibantah oleh Kedubes China dan juga beberapa Organisasi Mahasiswa Indonesia yang kuliyah di China.

Baca Juga: TOKOH-TOKOH DIKTATOR DUNIA
Indikasi terkuat yang menunjukkan adanya pelanggaran HAM terhadap Suku Uyghur adalah kesaksian orang Indonesia yang bekerja di Xinjiang dan juga wisatawan yang berhasil masuk ke wilayah Xinjiang walau dengan pemeriksaan ketat. Seperti yang diunggah oleh akun twiter @AzzamIzzulHaq saat berhasil mengunjungi Xinjian pada awal Januari 2019. Kesaksian mereka dilangkapi juga dengan dokumetasi foto.

Dia menjelaskan untuk sekadar melaksanakan ibadah saja sulit karena setiap masjid ditutup juga ada yang buka tapi dibatasi waktu bukanya dan dilengkapi dengan pos polisi yang terdapat di depan Masjid. Selain itu al-Quran dan lantunannya sangat langka, berbeda dengan wilayah China lainnya (Ket: Kiri: Masjid di Xinjiang, tidak buka setiap waktu, pemeriksaan ketat: ID Card/Passport, mesin x-ray, metal detector, CCTV, HP, kamera dll. Sementara Kanan: Masjid di Gansu, buka setiap waktu, tidak ada pemeriksaan apapun).
Fauzan Imron/sidogiri