Menjadi wanita yang mencintai suaminya adalah hal yang wajar, begitu juga wanita yang dicintai suaminya. Termasuk hal yang juga mungkin wajar dan dapat dilakukan semua wanita adalah mencintai Allah. Ketiga keadaan ini merupakan hal yang menjadi sangat wajar dan biasa saja jika dibandingkan dengan wanita yang dicintai Allah. Subhanallah.

Seorang kekasih tidaklah dikatakan mencintai jika aroma cintanya hanya tercium dari lisannya. Lisan penuh tipu daya, tapi tidak dengan hati. Maka dari itu, dibutuhkan totalitas dalam mencintai, agar benih cinta yang ada tidak hanya tumbuh menghasilkan manisnya buah rindu, tapi juga mengakar ke dalam relung hati yang ke tujuh.

Totalitas seorang pecinta dapat dibuktikan dengan banyak hal, yang terkadang sampai membuat badannya merasakan sakit sekalipun menurut perasaannya terasa nikmat. Rindu jika tidak bertemu, galau karena tidak ada kabar, bahkan bahagia karena pikiran selalu dihantui keelokan wajah orang yang dicintainya.

Tidak ada waktu berlalu bagi seorang pecinta sejati kecuali di waktu itu dia mengingat kekasih pujaannya. Tapi jika kalian menilai cinta Qais terhadap Laila adalah sebuah gambaran totalitas seorang pencinta, kalian salah! Karena sesempurna bagaimanapun, cinta manusia kepada manusia yang lain masih ada batasnya; masih ada kematian yang akan memisahkan keduanya. Selain itu, cinta keduanya masih berlandaskan nafsu, dan nafsu itu fana.

Wahai Muslimah, kalian harus tahu untuk siapa kalian mentotalitaskan cinta. Untuk siapa? Untuk Allah; Tuhan kalian! Lihatlah Rabiah al-Adawiyah yang senantiasa mengingat Tuhannya. Dialah wanita yang mencintai dan dicintai-Nya. Kesehariannya penuh dengan zikir, bukan hanya lisan, melainkan juga hati dan pikiran. Yang terbayang dalam pikirannya hanya Allah semata. Bahkan saat usianya memasuki 80 tahun; ketika tubuhnya terlihat usang dan lapuk; badannya terserang penyakit hingga habis; dan berjalan sudah tidak mampu seolah akan jatuh, ada yang menawarkan untuk memperingan sakit yang dideritanya, namun dia menjawab, “Jika sakit ini kehendak Tuhanku, bagaimana mungkin akan ku tolak.” Sampai-sampai, Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari menyampaikan dalam masalah khalwat (interaksi berdua antara laki-laki dan perempuan di tempat yang sepi), bahwa khalwat diperbolehkan khusus Rabiah al-Adawiyah dan Sufyan ats-Tsauri. Beliau juga menyampaikan bahwa jika di zaman ini ada laki-laki dan wanita yang seperti keduanya, maka khalwat juga diperbolehkan bagi mereka. Tapi apakah kira-kira ada? Wallahu A’lam.

Untuk menjadi seperti Rabiah al-Adawiyah tidak harus memaksakan diri menjadi sufiwati. Untuk mencintai dan selalu mengingat Allah tidak harus sehari penuh ibadah dan semalam suntuk berzikir, karena tidak semua Muslimah ditakdirkan seperti Rabiah al-Adawiyah. Namun, semua makhluk, termasuk kalian diberi ikhtiar oleh Allah. Kalian masih bisa mengusahakan hal itu sesuai batas kemampuan kalian. Lagi pula, nantinya kalian akan menjadi seorang ibu, istri, bahkan nenek, yang pastinya pada waktu-waktu tertentu, kalian harus memenuhi kewajiban kalian. Tapi bagaimanapun kesibukan duniawi yang nantinya akan kalian alami, seyogyanya kalian melakukannya lillah (semata-mata karena mengharap rida Allah). Dengan begitu, sekalipun secara lahiriah kalian mengerjakan urusan dunia menurut pandangan manusia, tapi Allah melihatnya sebagai urusan akhirat karena hati kalian yang senantiasa ingat kepada-Nya. Hingga pada akhirnya, jika kalian bisa memanfaatkan urusan-urusan duniawi kalian sesuai dengan porsinya disertai niat yang baik, dan melakukan ibadah dengan baik pula, insyaallah The New Rabiah al-Adawiyah akan bermunculan kembali, sekalipun KW. He he…

Lillah dan zikir adalah dua hal yang harus kalian usahakan untuk membuktikan cinta agung kalian kepada Allah. Namun demikian, jangan berputusasa jika kalian masih belum bisa khusuk berzikir dengan hati, masih ada opsi kedua, yaitu usaha dengan lisan.

مَا لَا يُدْرَكُ كُلُّهُ لَا يُتْرَكُ كُلُّهُ

Artinya: “Hal yang belum bisa diaplikasikan secara sempurna, tidak lantas ditinggalkan semuanya.”

Pria yang sedang kalian nanti atau bahkan sekarang telah mendampingi kalian, tidak hanya membutuhkan kecantikan paras dan keelokan tubuh kalian. Mereka juga membutuhkan cahaya ketakwaan yang terpancar dalam hati kalian. Bukan hanya istri yang pintar menyuguhkan minuman, tapi juga manisnya keimanan.

Al-Maqhfurlah KH. Maimoen Zubair pernah menyampaikan: “Nek kowe milih istri pinter dunyo, kowe sing kudu wani tirakat. Nek ora wani tirakat, yo lurune istri sing ahli zikir, kowene sing mikir dunyo alias kerjo.”

Artinya: “Jika kamu memilih istri yang pandai mengurus masalah dunia, kamu harus berani untuk tirakat. Jika kamu tidak berani, yang kedua carilah istri yang ahli zikir, kamu yang berpikir masalah dunia alias bekerja”.

Artinya: “Jika kamu memilih istri yang pandai mengurus masalah dunia, kamu harus berani untuk tirakat. Jika kamu tidak berani, yang kedua carilah istri yang ahli zikir, kamu yang berpikir masalah dunia alias bekerja”.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah sebanyak-banyaknya.”

Dari Shahabat Abu Darda’, Rasulullah juga pernah bersabda mengenai keutamaan zikir (artinya): “Maukah kuberitahu padamu suatu amalan yang paling baik dan suci di sisi Tuhanmu, paling bisa menaikan derajatmu, lebih baik bagimu daripada menginfakan emas dan perak, serta lebih baik bagimu daripada berjuang melawan musuh; kamu membunuh musuh atau musuh membunuhmu?” Para shahabat menjawab, “Ya.” Beliau lantas bersabda, “ Dzikrullah.” (HR Imam Ahmad, Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah)

Banyak wanita yang mencintai Allah, tapi hanya beberapa dari mereka yang dicintai-Nya. Dalam ilmu tasawuf, yang pertama disebut maqam tahabbub, sedangkan yang kedua maqam mahbub. Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf, Pasuruan, menyampaikan bahwa maqam kedua lebih utama daripada maqam pertama. Dari itulah, dengan lillah yang kalian latih dalam keseharian kalian; zikir yang kalian istikamahkan, terdapat harapan untuk dapat sampai pada kedua maqam ini, lebih-lebih maqam yang kedua. Semuanya butuh latihan, usaha, dan keistikamahan.

Jadilah kalian seperti ulat yang akhirnya bermetamorfosa menjadi kupu-kupu elok nan indah. Elok nan Indan menurut Allah. Penulis menulis tulisan sederhana ini – sekalipun juga dalam tahap memperbaiki diri – karena menyabung dawuh Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf, Pasuruan, bahwa menyembah dan makrifat kepada Allah adalah tujuan kita hidup di dunia ini. Sebanyak apapun ilmu dan setinggi apapun derajat kalian, semua itu tidak ada artinya, jika tidak digunakan untuk menyembah-Nya; tenggelam dalam lautan cinta-Nya.

Ifan Afandy/sidogiri

Spread the love