Suatu rantai dapat mengikat erat dan menjadi penghubung kuat jika tiap mata rantainya tidak rapuh dan tak berkarat. Demikian pula, sanad keilmuan dalam Islam. Setiap mata rantainya adalah seorang guru sekaligus murid dari guru sebelumnya. Sanad keilmuan dianggap kuat jika tiap guru dan murid memiliki ikatan erat secara lahir dan batin. Perlu ada perjumpaan dengan durasi waktu yang tidak sebentar. Asal klaim berguru tidaklah cukup. Perlu juga ada sinkronisasi antara ilmu yang diserap dengan pengamalan sesuai yang diteladankan. Tentunya, sang guru harus menjadi sosok sempurna, setidaknya di mata murid. Ikatan ini semakin mulia ketika etika dinomorsatukan daripada hanya transfer keilmuan. Pengaruh rekan belajar dan lingkungan juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Semua komponen pembelajaran harus saling mendukung dan saling menguatkan. Begitulah garis besar sistem pembelajaran dalam Islam yang sangat diperhatikan oleh para ulama dan dituangkan dalam berbagai karyanya. Salah satu diantaranya adalah kitab Tadzkiratus-Sami’ wal-Mutakallim karya Imam Badruddin Muhammad Ibnu Jama’ah al-Kinani asy-Syafi’i (639-733 H), seorang ulama seperiode Imam an-Nawawi dan termasuk jajaran murid Imam Ibnu Malik (penyusun Nazham Alfiyyah). Salah satu muridnya yang menjadi ulama besar adalah Imam Tajuddin as-Subki.
Kitab ini tersusun dari lima bab yang berisi penjelasan tentang proses pembelajaran yang diterapkan oleh para ulama dengan sekelumit pendahuluan terkait pentingnya akhlak dalam menekuni ilmu syariat. Bab pertama menjelaskan tentang keistimewaan ilmu dan orang-orang yang berilmu. Di bab ini, terdapat penegasan khusus bahwa seseorang dikatakan berilmu apabila perbuatannya sinkron dengan ilmu yang ia pelajari, serta ilmu tersebut tidak disalahgunakan untuk kepentingan duniawi. Beberapa niat yang harus ditanamkan dalam hati dalam mencari ilmu juga diuraikan di sini dengan bahasa yang singkat padat.
Bab kedua menguraikan adab yang harus dimiliki oleh seseorang yang berilmu, baik untuk dirinya maupun ketika bersama para muridnya. Bab ini juga berisi solusi singkat untuk mengatasi beberapa sifat tercela yang kerap menjangkiti orang-orang yang telah dianggap berilmu. Beberapa tahapan sistem dan penataan sikap ketika mengajar juga masuk pembahasan di sini yang membuat kitab ini semakin menarik untuk dibaca.
Bab ketiga memaparkan tentang akhlak seorang murid untuk dirinya dan di saat bersama guru dan rekan-rekannya. Tahapan-tahapan belajar tidak luput dari perhatian di bab ini. Beberapa trik dan kiat khusus untuk cepat hafal, mudah faham, dan mengusir rasa bosan masuk dalam penjelasan yang diperinci secara khusus di sini.
|BACA JUGA : PERTARUNGAN IDENTITAS
Berikutnya, bab keempat menuturkan akhlak dan bentuk perlakuan pelajar terhadap media pembelajarannya. Lebih tepatnya terhadap buku yang menjadi bacaan sekaligus tempat catatan penting yang disampaikan guru. Termasuk pula model penulisan yang direkomendasikan beserta cara memperoleh kitab yang dianjurkan ketika tidak memilikinya. Semua penjelasan di bab ini mengerucut pada keharusan para murid untuk meningkatkan ketelitian dan menjunjung tinggi kejujuran ilmiah.
Kitab ini diakhiri dengan bab kelima yang berisi pembahasan mengenai tatakrama di lingkungan belajar sekaligus cara menyeleksi tempat-tempat belajar atau madrasah dengan melihat beberapa kriteria tertentu. Kriteria ini mencakup status tempat, latar belakang waqif atau penyelenggara pendidikan, tenaga pengajar, termasuk juga jika ada campur tangan pemerintah.
Tidak seperti kitab akhlak yang lain, kitab ini mengandung penjelasan yang begitu mendetail tentang etika yang harus diperhatikan oleh setiap pihak. Bahkan, kriteria yang ditentukan oleh waqif masuk dalam pertimbangan dalam sistem pembelajaran yang diterapkan. Mungkin kalau sekarang, seperti beberapa persyaratan yang ditetapkan oleh pemilik lembaga pembelajaran.
Dengan pembahasan yang lengkap dan penjelasan yang to the point, kitab ini sangat disarankan untuk dimiliki oleh setiap pelajar, pengajar, beserta pihak-pihak yang hendak mendirikan lembaga pembelajaran, terutama di bidang pembelajaran ilmu syariat yang memang memiliki nilai lebih daripada ilmu yang lain.





