النور له الكشف، والبصيرة لها الحكم، والقلب له الإقبال والإدبار
“Cahaya ilahiyah mampu menyingkap ketidaktahuan. Sedangkan al-Bashirah sebagai penentu. Dan hati yang bisa menerima dan menolak.”
Ada tiga anugerah luar biasa yang Allah berikan pada setiap manusia. Meski tidak semua menyadari lalu menyukurinya. Ketiganya adalah an-nur (cahaya ilahiyah), al-bashirah (mata batin) dan al-qalb (hati).
Ketiganya akan berguna bila dimengerti dan syukuri. Sebagaimana disampaikan oleh Syekh Ibnu Athaillah. “Cahaya ilahiyah mampu menyingkap ketidaktahuan.”
Ketika seseorang mendapatkan cahaya ilahiyah. Atau yang lebih akrab dikenal dengan ilmu pengetahuan. Maka kebodohan yang tak ubahnya kegelapan akan tersingkap dengan sendirinya. Maka cahaya ini yang akan menyelamatkan manusia dari lembah kebodohan pada tangga pengetahuan.
Adapun kebiasaan masyarakat. Cahaya ilahiyah atau ilmu ini dikaitkan dengan kecerdasan otak. Semakin cerdas otak seseorang, maka ilmu yang didapatkan akan semakin banyak. Semakin banyak sel motorik yang terhubung, semakin cepat pula dia paham dan mengerti.
Namun bagi ulama, cahaya ilahiyah murni datang dari Allah. Tidak peduli seseorang memiliki bentuk otak seperti apa. Atau keterhubungan sel motorik yang bagaimana. Bila Allah sudah membuka akalnya untuk menerima ilmu, maka saat itu juga dia akan mengerti dan memahami pada suatu hal.
Baca Juga: Dosa Seorang Yang Makrifat
Maka ilmu yang kita dapatkan pada hakikatnya adalah cahaya Allah yang dititipkan melalui sebongkah otak. Bisa saja Allah mengambilnya untuk jangka sesaat sehingga kita lupa. Atau mengambilnya sama sekali sehingga kita kembali pada kondisi jahili. Inilah anugerah pertama yang perlu kita syukuri.
Adapun anugerah yang kedua adalah sebagaimana disampaikan Syekh Ibnu Athaillah di dalam kalam hikmahnya: “Sedangkan al-Bashirah sebagai penentu.”
Dengan demikian. An-Nur dan al-Bashirah memiliki tugas yang berbeda namun berkaitan. An-Nur sebagai penunjuk. Sedangkan ak-Bashirah sebagai pengambil kebijakan. Ketika Fadli, misalnya, tahu bahwa aturan berkendara adalah harus melengkapi surat-surat jalan dan memakai helm. Maka sikap yang diambil adalah mengikuti semua aturan itu. Pengetahuan Fadli ini disebut an- Nur, sedangkan sikapnya mengambil keputusan untuk mematuhi semua aturan itu adalah al-Bashirah.
Anugerah ini hanya diberikan khusus kepada manusia. Penanda bahwa manusia adalah makhluk terbaik. Sebagai makhluk yang diberi akal pikiran, tentu sayang bila keduanya tidak dipakai sebagaimana mestinya. Dengan akal inilah manusia berpotensi lebih mulia dari pada malaikat. Namun gara-gara akal ini pula manusia bisa lebih buruk dari pada hewan.
Sedangkan yang ketiga adalah hati. Sebagaimana kalam hikah Syekh Ibnu Athaillah: “Dan hati yang bisa menerima dan menolak.” Dua sikap hati ini tidak lepas karena di dalam hati terdapat dua kekuatan. Kekuatan ilahiyah dan kekuatan hawa nafsu.
Kekuatan ilahiyah sebagaimana difirmankan oleh Allah.
نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dikehendaki.” QS. an-Nur [24]:35
Sedangkan kekuatan hawa nafsu adalah sebagaimana firman Allah:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
” Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran [3]: 14)
Baca Juga: Tiga Jalan Menuju Jalan Ilahi
Maka untuk memiliki hati yang senantiasa bisa menerima keputusan mata hati (al-Bashirah), yang didapat melalui cahaya ilahiyah (an-Nur), hati harus selalu melawan hawa nafsu dan mengingat Allah. Melawan hawa nafsu bukanlah hal yang mudah. Namun bukan pula hal yang mustahil. Ketika tahap ini sudah dilalui, maka seorang hamba akan mendapatkan jalan keluar dari Allah, yaitu hatinya selalu menerima kebenaran. Itulah janji Allah di dalam firman-nya.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut [29]: 69)
Maka dapat disimpulkan, bahwa sampainya cahaya ilahiyah ke dalam hati tiada lain kecuali dengan memperbanyak dzikir kepada Allah. Karena hati yang lalai akan dikuasai oleh kekuatan hawa nafsu. Sedangkan hati yang telah dikuasi oleh kekuatan hawa nafsu, akan sulit untuk menerima kebenaran.
Perhatikan firman Allah ini
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar [39]: 22)
Dijelaskan bahwa hati yang mendapatkan cahaya ilahiyah akan dilapangkan oleh Allah. Yang menguatkan cahaya ilahiyah itu adalah dzikir kepada Allah. Dan yang mencerabutnya adalah kelalaian kepada Allah.
Bila makanan adalah sumber kekuatan untuk kehidupan jasad. Maka mengingat Allah adalah sumber kekuatan untuk kehidupan hati.