Tidak ada seorang pun yang menyangsikan keluhuran budi pekerti Rasulullah. Dalam Surah al-Qalam ayat 4 disebutkan bahwa Nabi Muhammad benar-benar memiliki budi pekerti agung (وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ). Bahkan beliau sendiri pernah bersabda bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia. Di sini penulis akan menyebutkan beberapa akhlak mulia Rasulullah agar bisa diteladani bersama. Terlebih pada bulan Rabiul Awal, sebagai bulan kelahiran Baginda Nabi, tentu sangat tepat untuk dijadikan momen peningkatan kualitas diri dalam meneladani Rasulullah.
Menjaga Pandangan
Rasulullah selalu menjaga pandangan dan tidak pernah mengumbarnya terhadap hal-hal yang tidak berguna. Saat memandang sesuatu, beliau juga tidak pernah membelalakkan matanya. Ketika berjalan pun pandangan beliau lebih sering ke bawah, sehingga ada yang mengatakan, Nabi lebih sering memandang bumi daripada langit.
Tidak Suka Berjalan di depan Kaumnya
Meski telah diangkat menjadi Nabi, sifat kerendah hatian beliau tetap melekat. Salah satu buktinya adalah saat berjalan bersama para sahabatnya, Nabi Muhammad tidak suka berada didepan mereka. Beliau lebih memilih berjalan bersama-sama. Ketika bertemu orang lain pun Nabi tidak segan-segan untuk lebih dulu mengucapkan salam.
Baca Juga: Bermaulid Didetak Jantung Kita
Bicara Seperlunya
Dalam kesehariannya Nabi Muhammad tidak pernah berbicara secara berlebihan maupun yang tidak ada gunanya. Kata-kata yang keluar dari lisan mulia Rasul juga mudah dipahami oleh para pendengarnya. Dalam salah satu hadis, Rasulullah pernah bersabda yang artinya, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata baik atau diam.” Beliau juga bersabda, “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak berguna.”
Pertanyaannya adalah, bagaimana bisa mengetahui apakah suatu perkataan itu bermanfaat atau tidak? Tentu standar yang harus dipegang adalah syariat, bukan hawa nafsu. Sebab Nabi menjadikan “meninggalkan hal yang tidak berguna” sebagai tanda dari kebaikan keislaman seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa patokan dalam menilai bermanfaat tidaknya suatu perbuatan dan perkataan adalah syariat Islam.
Tidak Marah karena Urusan Pribadi
Salah satu sifat mulia baginda Nabi Muhammad adalah beliau sangat pemaaf. Kesalahan-kesalahan orang lain yang mengarah pada diri beliau secara pribadi, tidak pernah menjadi masalah. Namun ketika yang diusik adalah kebenaran, tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi kemarahannya.
Diriwayatkan dari Sayidah Aisyah, beliau berkata, “Nabi memilih perkara yang ringan jika ada dua pilihan selama tak mengandung dosa. Jika mengandung dosa, maka beliau orang yang paling menjauhinya. Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena urusan (kepentingan) pribadi, tapi jika ajaran-ajaran Allah dilanggar maka beliau marah karena Allah (lillahi ta’ala).”
Baca Juga: Para Pewaris Nabi Dari Andalusia
Tidak Tertawa Terbahak-bahak
“Nabi tidak pernah tertawa melainkan tersenyum, tidak pula beliau menoleh kecuali dengan seluruh (tubuhnya)” (HR. al-Hakim)
Dijelaskan dalam kitab Tanbîhul-Ghâfilîn karya Syekh Abi Laits as-Samarqandi, tertawa dapat mengakibatkan tertutupnya mata hati. Semakin sering tertawa, maka hati akan semakin sulit pula untuk menerima hidayah, sehingga orang yang sering tertawa selalu enggan menerima nasihat dari orang lain.
“Dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Tirmidzi).
Anti Mencaci Makanan
Diriwayatkan dari Shahabat Abu Hurairah, “Rasulullah tidak pernah mencela makanan sama sekali.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Sikap yang diambil Rasulullah, ketika makanan itu beliau sukai, beliau akan memakannya, tetapi jika makanan itu tidak beliau sukai, maka beliau tidak memakannya tanpa mengeluarkan komentar miring terhadap makanan tersebut. “Kalau beliau menyukainya, maka akan beliau makan. Dan jika tidak menyukainya, beliau meninggalkannya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzâb: 21)
Ahmad Sabiq Ni’am/sidogiri